Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Panduan Diskusi dalam Menyikapi Siswa Manja yang Meraja

12 Desember 2020   11:25 Diperbarui: 13 Desember 2020   20:58 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu permasalahan yang sering saya jumpai saat menangani sejumlah masalah siswa adalah terkait dengan masalah-masalah seputar "pemanjaan".

Bekerja dalam dunia pendidikan di sekolah membawa sejumlah pengalaman tersendiri dalam perjalanan kehidupan saya. Sebuah pengalaman yang sangat bernilai dan berharga.

Warna-warni yang diciptakan dari pengalaman demi pengalaman itu menjadi sebuah "sekolah karakter" yang juga mendidik saya pribadi.

Berjumpa dengan ragam pribadi siswa dan siswi, bertemu dengan bermacam-macam sikap dan perilaku orangtua serta lingkungan di sekitarnya mampu memperkaya pengalaman hidup.

Berbagai gesekan atau benturan pasti terjadi. Sangatlah wajar akan hal ini.

Semua itu terjadi karena latar belakang kehidupan yang beraneka ragam. Latar belakang yang tak seragam akhirnya membentuk pola kepribadian yang berbeda juga.

Salah satu permasalahan yang sering saya jumpai adalah menangani sejumlah masalah siswa adalah yang terkait dengan masalah-masalah seputar "pemanjaan". McIntosh (dalam Willem de Jong, 2020) menyebut hal ini sebagai Spoiled Child Syndrome.

Nah, apa itu pemanjaan?

Mengutip dari kamus Van Dale (dalam Willem de Jong, 2020), pemanjaan adalah memberi kesenangan yang besar tetapi justru menghancurkan (1). Makna kedua pemanjaan berarti memberi dengan penuh kasih sayang.

Kenapa pemanjaan menjadi masalah?

Berkaca dari sebuah pengalaman, beberapa kesalahpahaman terjadi manakala guru memberi teguran disiplin pada sejumlah siswa yang memiliki karakter yang kurang baik.

Teguran guru terhadap siswa terkadang tidak mudah diterima oleh orangtua. Teguran tersebut tidak jarang menjadi sebuah dilema dan menjadi masalah baru. Tentu hal ini tidak terjadi pada semua sekolah.

Sekolah merupakan sebuah institusi, di mana institusi ini merupakan sebuah lembaga yang tentu saja memiliki sejumlah peraturan yang dipastikan berbeda dari peraturan yang ada di lingkup keluarga siswa.

Siswa dan siswi yang belajar di sekolah diwajibkan mengikuti sejumlah peraturan yang diberlakukan. Jika melanggar akan ada risiko yang mengenainya.

Penegakan peraturan di sekolah tidak berjalan mulus-mulus saja. Pelanggaran bisa terjadi, salah satu faktornya disebabkan karena masalah-masalah seputar pemanjaan ini.

Masalah pemanjaan menjadi sebuah kendala dalam menegakkan peraturan dan disiplin siswa-siswi. Hal ini bukan semata untuk mencari kambing hitam tetapi lebih dari itu, untuk memberikan sebuah pola karakter yang baik untuk siswa-siswi tersebut.

Tak dapat dihindari, masalah pemanjaan ini membuat guru dan orangtua harus bertemu dan berdiskusi guna mencari jalan keluar.

Mengapa orangtua harus dilibatkan? Karena masalah pemanjaan terkait erat dengan pola asuh orangtua di dalam lini keluarga maupun nilai-nilai yang diberikan.

Dilema yang muncul justru ketika saya dan rekan-rekan guru hanya memiliki seperangkat teori mengenai pola asuh maupun parenting, karena kebanyakan dari kami masih berusia relatif muda serta belum cukup pengalaman praktis menjadi orangtua.

Beberapa di antara kami adalah keluarga muda, beberapa yang lain masih dalam proses menuju pernikahan, dan ada juga beberapa kawan yang masih melajang.

Rasa tidak nyaman atau tidak enak untuk memberi sejumlah masukan sering membayangi kami para pendidik untuk menyampaikan permasalahan seputar pola pengasuhan yang menggiring pada timbulnya sikap dan perilaku manja pada anak-anak mereka.

Namun demikian hal ini harus dapat disikapi dengan bijak dengan tujuan memberikan pendidikan karakter, budaya dan nilai yang benar, sekali tanpa bermaksud menggurui.

Berbeda dengan problem kesulitan belajar seperti kurang lancar membaca atau belum dapat berhitung, kami sebagai tenaga pendidik masih bisa menggunakan sejumlah tes screening sebagai alat ukur untuk mendeteksi dan memberikan sebuah treatment atau solusi pada siswa, tetapi untuk masalah pemanjaan yang sangat "sensitif" dan subyektif ini tentu bukan hal yang mudah untuk mengungkap. Terlebih orangtua harus juga mengetahui akan hal ini. 

Willem de Jong, seorang ahli dalam bidang edukasi anak-anak (terutama untuk anak-anak dengan masalah perilaku dan gangguan psikiatri) memberikan beberapa panduan untuk menyikapi permasalahan ini ini. 

Diskusi mengenai masalah pemanjaan dengan orangtua merupakan hal yang harus dilakukan untuk memberikan solusi untuk perkembangan siswa tersebut selanjutnya.

Hal-hal yang harus diperhatikan saat diskusi tersebut berlangsung:

1. Prinsip bahwa pola pengasuhan merupakan kewajiban orangtua di rumah harus diingat. Guru dan orangtua menyadari sepenuhnya akan peran-peran yang mereka miliki. Komunikasi yang baik perlu dilakukan sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

2. Memberikan gambaran mengenai masalah perilaku yang ditimbulkan siswa di sekolah kepada orangtua. Berikan data-data pendukung yang valid serta menerangkan hasil observasi yang obyektif dalam catatan sistematis.

3. Memperjelas tujuan diskusi sehingga berujung pada solusi yang nyata. Tidak saling menyalahkan dan memegang prinsip kemitraan sejajar antara orangtua dan guru.

4. Kerja sama kedua belah pihak dan evaluasi menjadi prinsip yang tidak bisa ditawar sehingga perkembangan dapat terukur dengan nyata.

Keempat hal tersebut kiranya bisa menjadi sebuah panduan diskusi yang sehat yang mengerucut pada sebuah perkembangan siswa.

Perlu diingat sekali lagi, perbedaan pendapat harus disadari sepenuhnya menjadi bagian dari proses dan dinamika, sehingga perbedaan pendapat tersebut bukan menjadi kendala. Hindari melakukan penyerangan pada karakter anak dan orangtua, hal ini akan membuat masalah semakin runcing dan menciptakan perkara baru.

Memperbaiki "sistem" lebih ditekankan sehingga orientasi kepada tugas lebih utama dalam menyikapi masalah ini. Hal ini dilakukan sepenuhnya demi kemajuan dan perkembangan siswa-siswi tersebut terutama terkait pola perkembangan karakter mereka.

Semoga bermanfaat.

Referensi :

Jong, Willem. de., Sindroma Anak Manja. Anak-anak yang Terlantar Akibat Dimanjakan. Jakarta. Prenada, September, 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun