Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Peta Kekuatan "Ki Dalang"

12 November 2020   10:10 Diperbarui: 12 November 2020   10:13 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi / sumber: kompas.com (iqbal fahmi)

Membuka sebuah buku sejarah dan mulai mengenal tokoh Kebo Ijo, Ken Arok, dan Tunggul Ametung dalam babad Singosari. 

Tergelitik mengetahui secara dalam mengenai alter egonya.

Dalam masyarakat majemuk banyak ragam karakter yang dapat dijumpai. Panggung-panggung pewayangan menjadi sebuah replika hidup yang sebenarnya. Salah satu diantaranya adalah tokoh yang serupa dengan Kebo Ijo.

Tokoh Kebo Ijo merupakan tokoh yang juga bisa dijumpai dalam masyarakat majemuk di sekeliling kita. Dia “digunakan” untuk mementung orang  lain demi sebuah ambisi atau tujuan tertentu dari tokoh yang bernama “Ki Dalang”

Kebo Ijo bagai tersihir tak sadarkan diri. Dia terus melakoni kehidupannya sebagai alat pemuas ambisi “Ki Dalang”.

"Ki Dalang" merupakan aktor yang memiliki kadar intelektual yang keren dan brilian.

Dalam skala Binet bisa lebih dari 120 skor IQ-nya, atau dalam skala Wechsler dipastikan lebih dari 110.

Kalo saya masih berkutat hari ini makan apa? Kalo "Ki Dalang" ini sudah sampai pada level hari ini makan siapa? Besok  makan siapa?

Kalo saya masih sibuk dengan urusan perut, "Ki Dalang" ini sudah leha-leha dengan memikirkan gimana cara "habisin" harta alat pemuas nafsu.

Mencari aman, dan tak mau berkonflik dengan menggunakan ikhtiar tangan orang lain merupakan modus operandi yang digunakan “Ki Dalang”.

Saya pernah mendengar istilah memukul dengan meminjam tangan orang lain, ini nyata.

Sependek pengalaman saya dalam kehidupan, hal-hal demikian ternyata ada dan terjadi. 

Dalang-dalang ini adalah orang-orang yang sebenarnya hanya penonton di antara pusara dua kubu atau lebih yang berkonflik. Sibuk mencari kipas dan mengayunkan tangan demi tercipta nyala api yang lebih besar sehingga tontonan menjadi lebih seru, lebih rame.

Dalang-dalang ini hanya penggembira yang merindukan riuhnya panggung tontonan dengan mencari-cari persoalan.

Dalang-dalang ini tidak akan benar-benar menolong orang yang sedang dalam posisi jatuh.

Dalang-dalang ini justru senang membully orang-orang yang butuh ditolong, karena dalang ini sudah dalam kondisi yang “enak, aman, serta nyaman”, ibarat kurang kerjaan.

Dalang-dalang ini adalah tokoh yang belum selesai dengan dirinya dan mencari sebuah pengakuan yang bersembunyi di balik wayang-wayangnya.

Dalang-dalang ini harus diajak mengunjungi tempat-tempat kursus keberanian dan meninggalkan kepiawaian seorang pengecut.

Dalang-dalang ini akrab dengan peribahasa, memancing di air keruh.

Hati-hati bagi tokoh-tokoh yang gampang tersulut emosi, mudah tersinggung, sombong bak Kebo Ijo, karena akan jadi sasaran empuk “Ki Dalang” untuk dipinjam tangannya guna “menggebuk” orang lain.

Mintalah hikmat untuk terhindar dari tangan kreatif “Ki Dalang”.

Menyibukkan diri dengan pekerjaan cinta kasih, menjadi obat mujarab terhindar darinya.

Banyak menimba ilmu, dan bertindak hati-hati.

Banyak mendengar tetapi sedikit berjarak dengan kepo, dan puasalah bicara sia-sia.

Banyak menimbang dan menjadi arif, sehingga mampu mengecilkan prasangka dan asumsi negatif.

*

Sebuah adegan film yang mengajarkan mengenai kerendahan hati Rama saat menghadapi Rahwana menjadi sebuah pelajaran berharga.

Ketenangan, kerendahan hati, hikmat, kesabaran, tak marah saat direndahkan menjadi sebuah kunci jawaban-jawaban bijak Rama saat menghadapi “kepungan arogansi serta intimidasi” Rahwana saat mengikuti kompetisi mengangkat busur Dewa Syiwa.

Menghadapi “Ki Dalang”  hati yang seluas samudera dalam menimbang dan bertindak sangat dibutuhkan. Jangan terjebak dan berhati-hatilah!

**

Sebuah refleksi bagi diri sendiri agar tak lagi jatuh dalam lubang yang sama.

Selamat pagi, selamat memberi damai.

Catatan :

Skala Binet : Skala instrumen diagnostik psikologi di area intelektual yang dikembangkan oleh Alfred Binet dan Theodore Simon.

Skala Wechsler : Skala instrumen diagnostik psikologi di area intelektual yang dikembangkan oleh David Wechsler.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun