Sependek pengalaman saya dalam kehidupan, hal-hal demikian ternyata ada dan terjadi.
Dalang-dalang ini adalah orang-orang yang sebenarnya hanya penonton di antara pusara dua kubu atau lebih yang berkonflik. Sibuk mencari kipas dan mengayunkan tangan demi tercipta nyala api yang lebih besar sehingga tontonan menjadi lebih seru, lebih rame.
Dalang-dalang ini hanya penggembira yang merindukan riuhnya panggung tontonan dengan mencari-cari persoalan.
Dalang-dalang ini tidak akan benar-benar menolong orang yang sedang dalam posisi jatuh.
Dalang-dalang ini justru senang membully orang-orang yang butuh ditolong, karena dalang ini sudah dalam kondisi yang “enak, aman, serta nyaman”, ibarat kurang kerjaan.
Dalang-dalang ini adalah tokoh yang belum selesai dengan dirinya dan mencari sebuah pengakuan yang bersembunyi di balik wayang-wayangnya.
Dalang-dalang ini harus diajak mengunjungi tempat-tempat kursus keberanian dan meninggalkan kepiawaian seorang pengecut.
Dalang-dalang ini akrab dengan peribahasa, memancing di air keruh.
Hati-hati bagi tokoh-tokoh yang gampang tersulut emosi, mudah tersinggung, sombong bak Kebo Ijo, karena akan jadi sasaran empuk “Ki Dalang” untuk dipinjam tangannya guna “menggebuk” orang lain.
Mintalah hikmat untuk terhindar dari tangan kreatif “Ki Dalang”.
Menyibukkan diri dengan pekerjaan cinta kasih, menjadi obat mujarab terhindar darinya.