Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Melihat 3 Fenomena di Masyarakat akan Diagnosa Kesehatan Mental

12 Oktober 2020   12:06 Diperbarui: 14 Oktober 2020   11:15 879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sering mendengar celetukan-celetukan dari orang-orang yang nampaknya kurang pas untuk mengatakan hal itu di depan umum. Tentu saja materi "celetukan" di luar ranah dan kapasitasnya, misalnya saja ...

"Kayaknya, dia Bipolar deh..."
"Eh, tau gak anaknya si Itu kan Autis.." 
"Kan emang dia ADHD!"
"Pantesan, si Anu memang kena Anxiety Disorder...!"

Perlu digarisbawahi, tentu saja hal ini berkaitan dengan masalah etika.

Kita yang tidak memiliki kapasitas, kompetensi, otoritas untuk mengatakan dengan cara ngasal tersebut, jelas bertentangan dengan etika masyarakat dan juga etika dalam profesionalisme.

Terlebih terkait dengan stigma yang cenderung masih belum hilang sepenuhnya, tentu akan membuat orang-orang yang kita bicarakan tersebut dapat menjadi tidak nyaman.

Beda masalah jika berhadapan dengan orang-orang yang cuek bebek dan cenderung "bebas" serta menerima masalah stigma, dan berprinsip masa bodo teuing dengan apa kata orang dan berpikir "yang penting aku sehat!"

Memberi edukasi dan pendampingan kepada mereka yang membutuhkan bantuan ahli kesehatan mental merupakan sebuah pertolongan. Arahkan mereka langsung berkonsultasi kepada Konselor, Psikolog atau Psikiater.

Bermain-main dengan diagnosa sama seperti ketika kita merasakan gejala gangguan fisik, seperti pusing, demam dan pilek yang tak kunjung sembuh, lalu dengan kemampuan dan pengalaman seadanya kita berikhtiar sendiri.

Kita "potong kompas" dengan menganalisa sendiri apa penyakit yang terjadi pada diri kita atau lebih concern terhadap teman (yang tidak memiliki latar belakang medis sama sekali) yang pernah memiliki gejala serupa, dan mengikuti saran yang diberikan. Lalu dengan berbekal hal itu kita lantas membeli obat tanpa resep di apotik atau toko obat terdekat untuk mengobati gejala penyakit yang kita rasakan.

Eh, ternyata analisa dan diagnosa kita serta teman kita tersebut keliru! Apa akibatnya? Jelas akan dapat memperparah kondisi tubuh kita.

Berikut ini hal fatal yang bisa terjadi ketika salah memberikan diagnosa:

a. Menjadi bahan rumor dan menarik diri
b. Salah penanganan
c. Menambah parah situasi penderita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun