Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerdas Kelola Emosi Hindari Pengaruh Provokasi

9 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 24 Mei 2022   10:05 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cerdas kelola emosi hindarkan pengaruh provokasi/sumber: diolah dengan canva

Cerdas kelola emosi, hindarkan pengaruh provokasi.

Tanggal 8 Oktober 2020, dinamika obrolan dalam whatsapp group alumni sekolah yang saya ikuti, sangat tinggi.

Pokok bahasan didominasi oleh topik demo yang berakhir dengan kericuhan dan ketakutan masyarakat sekitar dimana demo tersebut berlangsung.

Pembahasan yang diusung aksi demo tersebut adalah protes mengenai sengkarut UU Omnibus Law Ciptakerja 2020.

Jujur saja, Saya belum paham benar isinya dan sedang menelaah lebih jauh.

Tebersit dalam benak, apakah mereka peserta aksi demo itu sudah memahami secara benar isi undang-undang yang dipermasalahkan tersebut? Atau, apakah aksi demo yang diikuti tersebut hanya aksi ikut-ikutan belaka?

tangkapan layar dari video demo 08/10/2020| sumber : dokumen wa group alumni
tangkapan layar dari video demo 08/10/2020| sumber : dokumen wa group alumni
Sungguh sangat disayangkan, jika mereka yang mengikuti aksi demo tersebut hanya termakan oleh hoaks maupun provokasi dari pihak-pihak tertentu. 

tangkapan layar dari video demo 08/10/2020|sumber :dok wa group alumni
tangkapan layar dari video demo 08/10/2020|sumber :dok wa group alumni
Muncul pertanyaan kembali dalam benak, apakah mereka yang mengikuti aksi demo memiliki dasar yang kuat mengapa mereka terlibat dalam demo tersebut? Apakah mereka punya tujuan dari aksi tersebut? Tujuan yang Saya maksud disini tentu saja tujuan positif, yang membangun, dan mencari solusi. Karena melalui berita-berita yang lalu-lalang di media, demo tersebut justru membuat ketakutan baru di masyarakat yang sedang bergulat dengan kondisi ekonomi yang tidak mudah saat ini.

Sebagai contoh, beberapa kawan alumni sekolah yang tergabung dalam whatsapp group dimana mereka memiliki toko dan rumah yang lokasinya tak jauh dari lokasi demo, mengatakan khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang pada akhirnya akan mengancam keselamatan mereka. 

Mereka beramai-ramai menutup tokonya karena khawatir. Transaksi pembelian yang seharusnya terjadi hari itu, batal. Keuntungan tak dapat diraih, padahal keuntungan itu yang akan memberi nafkah pada karyawan yang dalam himpitan ekonomi saat ini. Apakah ini tujuan demo tersebut?

Saya tertarik untuk menelisik lebih jauh mengenai latar belakang peserta demo yang marak beberapa tahun terakhir ini. 

Demo yang seringkali belok dari tujuan awal. 

Demo yang acapkali justru membuahkan permasalahan baru dengan “menebar” teror dan ketakutan bagi masyarakat dari sejumlah aksi yang mereka ikuti dan lakukan tersebut. Demo yang akhirnya mempertontonkan aksi mengumbar emosi yang tak terpuji.

Aksi demo yang justru lebih mengenyangkan nafsu emosi sesaat. Membakar, melempar aparat, mengeluarkan kata-kata provokatif yang memicu permusuhan dan kebencian, dan serangkaian aksi yang jauh dari tindakan terpuji.

Apakah benar yang rela mengikuti aksi tersebut adalah mereka yang kurang mampu mengelola emosinya secara bijak? Apakah benar mereka yang bersedia mengikuti yang katanya aksi “solidaritas" ini adalah mereka yang bisa dan mudah dipengaruhi oleh berita-berita hoaks?

Daniel Goleman (2003) mengatakan emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Istilah kecerdasan emosional telah diperkenalkan oleh seorang Psikolog Sosial Amerika bernama Peter Salovey.

Salovey di tahun 1990 mengatakan bahwa kecerdasan emosi menurutnya memiliki sumbangan yang sangat penting dalam menciptakan iklim keberhasilan pada kehidupan seseorang.

Definisi kecerdasan emosi itu sendiri menurut Salovey dan Meyer adalah himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang juga melibatkan dengan kemampuan pada orang lain, memilah-milah dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan seseorang.

Sedangkan Goleman mengatakan juga bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampauan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain.

Salovey, Meyer, dan Goleman sepakat bahwa cerdas emosi berarti seseorang dapat mengenali emosi dirinya dan sepenuhnya dapat mengelolanya sehingga tercipta hubungan dan relasi yang sehat antar dirinya dan orang lain.

Menghubungkan situasi dan latar belakang peserta demo yang berakhir dengan aksi-aksi anarkis  akhir-akhir ini menjadi sebuah perenungan panjang mengenai pentingnya menumbuhkan keterampilan pengelolaan emosi pada kita semua.

Secara teoritik kondisi emosi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

Kenali emosi, kelola emosi, latih empati, lakukan klarifikasi akan menghindari provokasi

Mengelola emosi adalah sebuah skill yang harus ditumbuhkan dan dilatih terus menerus agar tumbuh pengenalan emosi pada diri kita. Jika kita telah mampu mengenali dan memperbanyak kosakata emosi kita maka akan mudah untuk mengelola emosi kita yang berujung kepada pemahaman yang sama untuk mengenali emosi yang terjadi pada orang-orang di sekitar kita.

Apabila kita bisa memahami emosi diri dan emosi orang lain, kita akan lebih mampu mengenali emosi yang merusak dan emosi yang membangun diri kita.

Salah sekian ciri ketika kita telah mampu melatih emosi-emosi kita adalah kita tidak mudah memiliki asumsi (apalagi asumsi negatif), kita tidak mudah terpengaruh oleh kebohongan karena kita melakukan klarifikasi dan cek en ricek terhadap berita-berita, dan yang paling penting kita bisa berempati kepada orang lain dan tidak mudah tersulut oleh aksi anarkis.

Melatih terus kemampuan mengenali diri menjadi hal yang penting. Sebuah teori mengatakan jika kita dalam sebuah kerumunan (massa) maka memang hal itu berpotensi untuk mengikis identitas diri kita dan lebur dengan komunitas tersebut. Maka penting sekali untuk memiliki kemampuan mengenali diri secara mumpuni, sehingga dalam kondisi apapun kita masih memiliki jati diri dan tak mudah untuk ikut-ikutan terhadap aksi orang lain terutama sebuah aksi yang kontraproduktif.

canva
canva
Beberapa tips untuk teman-teman yang sering terlibat aktif dalam aksi-aksi demo:

1. Kenali dan pahami betul tujuan demo yang akan diikuti

2. Pelajari secara dalam mengenai materi-materi yang akan diusung dalam demo tersebut

3. Hindari terlibat dalam aksi demo yang “tak bertujuan” baik

4. Klarifikasi terhadap berita-berita yang teman-teman terima. Batasi input berita-berita yang terindikasi"yang membakar" emosi teman-teman

5. Hentikan aksi ketika timbul aksi-aksi kekerasan atau anarkis

6. Berpikirlah jernih dan tetaplah memiliki empati kepada masyarakat dan orang-orang di sekitar teman-teman semua

7. Tetap berlatih mengenal dan mengelola emosi kita

Semoga bermanfaat.

Indonesia Damai

Referensi : 1, 2, 3

4. Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional. 2000. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun