Menghubungkan situasi dan latar belakang peserta demo yang berakhir dengan aksi-aksi anarkis akhir-akhir ini menjadi sebuah perenungan panjang mengenai pentingnya menumbuhkan keterampilan pengelolaan emosi pada kita semua.
Secara teoritik kondisi emosi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Kenali emosi, kelola emosi, latih empati, lakukan klarifikasi akan menghindari provokasi
Mengelola emosi adalah sebuah skill yang harus ditumbuhkan dan dilatih terus menerus agar tumbuh pengenalan emosi pada diri kita. Jika kita telah mampu mengenali dan memperbanyak kosakata emosi kita maka akan mudah untuk mengelola emosi kita yang berujung kepada pemahaman yang sama untuk mengenali emosi yang terjadi pada orang-orang di sekitar kita.
Apabila kita bisa memahami emosi diri dan emosi orang lain, kita akan lebih mampu mengenali emosi yang merusak dan emosi yang membangun diri kita.
Salah sekian ciri ketika kita telah mampu melatih emosi-emosi kita adalah kita tidak mudah memiliki asumsi (apalagi asumsi negatif), kita tidak mudah terpengaruh oleh kebohongan karena kita melakukan klarifikasi dan cek en ricek terhadap berita-berita, dan yang paling penting kita bisa berempati kepada orang lain dan tidak mudah tersulut oleh aksi anarkis.
Melatih terus kemampuan mengenali diri menjadi hal yang penting. Sebuah teori mengatakan jika kita dalam sebuah kerumunan (massa) maka memang hal itu berpotensi untuk mengikis identitas diri kita dan lebur dengan komunitas tersebut. Maka penting sekali untuk memiliki kemampuan mengenali diri secara mumpuni, sehingga dalam kondisi apapun kita masih memiliki jati diri dan tak mudah untuk ikut-ikutan terhadap aksi orang lain terutama sebuah aksi yang kontraproduktif.
Beberapa tips untuk teman-teman yang sering terlibat aktif dalam aksi-aksi demo:
1. Kenali dan pahami betul tujuan demo yang akan diikuti
2. Pelajari secara dalam mengenai materi-materi yang akan diusung dalam demo tersebut
3. Hindari terlibat dalam aksi demo yang “tak bertujuan” baik