Penting sekali bagi kita untuk menyiapkan ruang yang aman dalam proses mereka menyiapkan mental untuk menceritakan pengalaman traumatiknya. Anak diajarkan strategi untuk melakukan relaksasi dalam menghadapi rasa cemasnya melalui teknik-teknik imajiner.
Anak akan mengerti bagaimana cara mengatasi rasa cemasnya. Dengan sebuah teknik permainan untuk mengukur kadar cemas mereka, ini akan jauh lebih membantu mereka dalam mengenali dan mengatasi kecemasan mereka.
4. Proses penelusuran informasi
Tahap selanjutnya adalah proses menggali informasi dari anak. Pada tahap ini proses penggalian informasi bisa didampingi oleh figur-figur yang “ramah anak” sehingga figur-figur ini bisa membantu mereka, saat anak dihadapkan pada situasi formal layaknya orang yang telah dewasa.
Situasi formal, kaku layaknya persidangan pengadilan untuk anak-anak bukanlah situasi yang nyaman.
Proses ini diharapkan dilakukan dengan hati-hati agar anak menjadi tetap merasa “aman” dan tidak terintimidasi. Kita harus peka terhadap ekspresi yang dikeluarkan oleh anak.
Proses-proses wawancara bisa dilakukan dengan cara-cara selain tatap muka langsung. Misalnya dengan menggambar, bercerita dengan menggunakan boneka tangan, figur-figur mainan hewan dan lain sebagainya.
Hal ini diharapkan bisa mengurangi ketegangan dan stress atau rasa intimidasi yang dirasakan oleh anak tersebut.
Perlu diingat, kejelian dalam melihat ekspresi emosi, perilaku anak sangat penting. Jangan ragu untuk melakukan penghentian penelusuran jika anak mengalami ketidaknyamanan.
Keempat proses tersebut harus diikuti validasi emosi dan konfirmasi emosi dari anak. Jika mereka telah mengungkapkan kejadian-kejadian traumatis tersebut, pastikan hal itu tidak menimbulkan kecemasan baru.
Pastikan anak menutup tahapan ini dengan perasaan bahagia, perasaan aman. Bisa dengan menggambar, cerita, atau kode (simbol) yang memastikan mereka dalam keadaan tetap aman.
Memastikan menutup sesi penelusuran informasi terhadap anak-anak korban kekerasan ini dengan perasaan aman, bahagia.