Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau yang dalam bahasa Jepang dikenal juga dengan nama Dokuritsu Junbi Choosakai, di tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 menghasilkan keputusan-keputusan, yang salah satunya adalah merumuskan dasar negara Republik Indonesia.
Tokoh-tokoh yang mengemukakan rumusan dasar negara kita adalah Ir. Soekarno, Muhammad Yamin, serta Soepomo. Istilah Pancasila dipopulerkan oleh Ir. Soekarno pada saat hari terakhir sidang BPUPKI di tanggal 1 Juni 1945 tersebut, dengan pidatonya mengenai konsep dasar negara, sehingga, sampai saat ini, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari Lahirnya Pancasila.
Semua sila dalam Pancasila diharapkan menjadi sebuah wajah dan karakter bangsa. Karakter Pancasila yang dihidupi rakyat Indonesia, seyogianya menjadi ciri khas bangsa besar ini, yang nama asalnya berasal dari kata Indus dan Nesos, sehingga Indonesia berarti negara dengan pulau-pulau yang berada di sekitar samudera Hindia.
Semua sila saling bertautan dan penting, khususnya, dalam hadapi situasi terkini yang dihadapi oleh bangsa kita.
Sila pertama dengan lambang bintang emas, dengan latar belakang perisai hitam, mengayomi setiap umat yang meyakini agama dan kepercayaannya masing-masing. Pengamalan sila ini, akan menjadi dasar bagi sila-sila selanjutnya. Untuk dapat berelasi baik dengan manusia lain, tentu hubungan yang baik dengan Pencipta, harus juga menjadi dasarnya.
Terlebih di saat situasi seperti sekarang ini, toleransi sangat dibutuhkan. Toleransi antar umat, mempererat persaudaraan, persaudaraan yang terjalin, akan mempermudah proses pemulihan situasi sulit yang dihadapi bangsa kita secara bersama-sama.
Sebuah kesaksian saya dan keluarga, Pancasila, merupakan lafas yang sangat dimaknai dalam keluarga besar kami. Dengan latar belakang kepercayaan dan agama yang berbeda, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, tetapi persaudaraan kami tetap kuat, tak luntur, hanya karena berbeda iman dan percaya. Saling mengasihi satu dengan yang lain tanpa memandang beda.
Sila kedua dengan lambang rantai, bentuk untaian rantai kotak dan bulat yang saling bertaut, mengartikan persamaan derajat, tak ada diskriminasi dalam kemanusiaan. Sejatinya, karakter sila kedua ini, menghidupi setiap warga, dan menjadi sebuah wajah yang melekat dalam diri anak bangsa, yang meniadakan diskriminasi pada pasien, mantan pasien, tenaga medis, bahkan masyarakat yang terkait Covid- 19.
Sila ketiga, dengan lambang pohon beringin, pohon beringin seperti wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang menjadi naungan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bersatu padu di bawah naungan NKRI, menjadi landasan warga untuk bersikap. Menghadapi pandemi, dibutuhkan semangat NKRI, dibutuhkan gotong-royong, diperlukan semangat persatuan, sehingga semua ini bisa lebih ringan dihadapi dengan semangat kebersamaan.
Sila keempat, dengan dilambangkan kepala banteng, semangat musyawarah juga menjiwai setiap anak bangsa dalam mengemukakan pendapat. Saling menghargai pendapat satu sama lain, di dalam kerangka musyawarah mufakat.
Silang pendapat, berbeda pandangan dalam menghadapi situasi ini, tak jarang kita lihat saat ini, tetapi sejatinya, perbedaan tersebut tidak akan menjadi sebuah halangan untuk mencapai permufakatan melalui musyawarah dengan didasari dinginnya hati dan kata kita. Bukan memperuncing keadaan, melainkan mendinginkan situasi dengan aksi-aksi nyata.