Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Literasi Kartini Terbitlah Emansipasi dan Edukasi Masa Kini

20 April 2020   14:06 Diperbarui: 29 Mei 2020   21:37 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar dari rumah telah masuk di pekan kelima di Indonesia. Pengalaman belajar yang unik dan babak baru sedang dirasakan oleh sebagian besar peserta didik di seantero nusa. Tatap muka tidak menjadi harga mati untuk menerima edukasi dari sang penyaji (baik itu Guru maupun fasilitator pendidikan lainnya). Metode pembelajaran jarak jauh menjadi sebuah gaya baru dalam sistem pendidikan sekolah di masa pandemi ini.

Bulan April di tanggal 21, merupakan hari dimana kita peringati tokoh emansipasi wanita, R.A. Kartini. Momen Kartianian kali ini tentu akan  dirasakan berbeda oleh sebagian besar kalangan. Dari tingkat keluarga, sekolah, lembaga pendidikan, sampai di lini bangsa. Biasanya di sekolah-sekolah yang memperingati Kartini, hari-hari sebelumnya sudah akan terdengar gaung kerepotan dan ribetnya rencana yang akan dilakukan. 

Berkenaan dengan menggunakan kostum ala Kartini apa, kebaya bergaya apa, konde apa yang akan dikenakan untuk ikut memeriahkan peragaan busana atau kemeriahan acara peringatan Kartini yang lain. Nada yang sama dirasakan juga oleh lembaga-lembaga lain yang turut mengadakan lomba Kartini dengan menyajikan kreasi tumpeng, rangkai bunga, membuat kreasi makanan-makanan unik, dan lain sebagainya. Saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang sedang diberlakukan kali ini, dipastikan, peringatan Kartini tahun 2020 akan mengalami nuansa yang berbeda.

Menelisik Kartini yang lahir di Jepara, tanggal 21 April 1879, dan wafat pada 17 September 1904 di Rembang, merupakan tokoh inspirasi banyak wanita Indonesia dalam hal emansipasi. Prinsip equal dalam hal profesi, akses pendidikan, pemenuhan hak serta kewajiban, dan lain sebagainya mengalami perkembangan sangat signifikan. 

Tolok ukur pemikiran Kartini di negeri ini menjadi warna yang melapisi dasar untuk berpikir, bertindak, berkarya, serta berkreasi. Sebut saja Ibu Susi Pudjiastuti, Ibu Sri Mulyani Indrawati, Ibu Retno Marsudi, Ibu Pratiwi Sudarmono, Mbak Najwa Shihab, Susi Susanti, Ibu Nila Moeloek, Rosiana Silalahi, merupakan sebagian deretan kecil nama perempuan Indonesia yang bisa menjadi teladan dan inspirasi dalam melanjutkan cita-cita Kartini.

Kartini dalam bidang edukasi merupakan salah satu pilar serta soko guru juga bagi pendidikan di Indonesia, tentunya disamping Ki Hadjar Dewantara yang terkenal dengan Taman Siswanya. Kartini saat masa hidupnya, banyak memberikan kontribusi literasi dan edukasi bagi negeri ini. Sekolah Kartini merupakan warisan yang ditinggalkan beliau dalam memelopori kebangkitan kemerdekaan perempuan di Indonesia.

Berkaitan dengan literasi dan edukasi saat pandemi ini, Kartini setidaknya pernah mengalami masa-masa belajar sendiri dengan melakukan korespondensi dengan teman-temannya di negeri Belanda. Setelah lepas usia 12 tahun, maka Kartini harus berhenti mengenyam pendidikannya di ELS (Europese Lagere School), sebuah sekolah Belanda yang diperuntukkan kepada kaum bangsawan Indonesia untuk belajar pada masa itu. Mengapa Kartini harus berhenti mengenyam pendidikan di sekolahnya di usia 12 tahun?

12 tahun merupakan waktu yang tepat untu memulai masa pingitan, yang kemudian, perempuan tersebut akan dinikahkan dengan pria melalui perjodohan. Duuh, kasian,ya. Maka diberlakukan sebuah peraturan saat itu, bagi perempuan yang telah berusia 12 tahun harus berhenti beraktivitas dari sekolah dan memulai masa pingitan tersebut di rumah. 

Pengalaman ini yang kemudian juga menjadi sebuah gugatan atau protes yang dikemukakannya dalam surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada teman-temannya di Belanda. Selepas usia 12 tahun, Kartini yang sedang semangat-semangatnya belajar melakukan aktivitas literasi sendiri dengan cara korespondensi dengan teman-temannya di Belanda. 

Dengan mengembangkan korespondensi (surat-menyurat), Kartini remaja memuaskan hasrat belajar-nya sendiri dengan memperoleh pengetahuan hasil tukar pemikiran, serta tukar pandangan dengan sahabat-sahabatnya, salah satunya bernama Rosa Abendanon. Kartini saat itu telah dapat menguasai bahasa Belanda, dilansir dari Wikipedia, dan laman Kompas.com (13/12/19). 

Kartini pada masa itu pernah mengirimkan tulisan-tulisannya juga pada majalah terbitan Belanda, De Hollandsche Leile, sebuah majalah wanita Belanda.  Ini menjadi bukti nyata kepada kita, di masa itu, Kartini telah memulai metode belajar dengan mengasah kemampuannya dalam literasi yang kemudian dibagikannya di media cetak (majalah) luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun