Ana memanggil Andry dengan panggilan Om, dalam  bahasa mereka Om itu bearti abang, kakak atau seseorang yang lebih tua dari diri sipemanggil.
"rumah ini, punya cerita tentang Umu, Upu dan Ayah." Andry mulai mengenang.
Andry dan Ana memang menikah dengan cara taaruf, mereka hanya berkenalan satu bulan lantas menikah. Andry sebenarnya punya seorang perempuan lain yang dia cintai, hanya saja ia tidak bisa menikahi perempuan itu, setelah setahun berfikir ia dan perempuan itu bersepakat untuk tidak menikah. Begitulah, ada orang yang namanya di hati tapi tidak untuk dinikahi.
"Umu, bersikeras membuat rumah ini lebih baik. Aku mendesainnya seperti sekarang. Aku meminta Umu untuk tidak pindah tapi umu memutuskan pindah karena kita menikah"
"Apakah pernikahan ini salah Om?"
"Tidak, aku yakin saja jika Umu itu menyanyangimu, Ana"
Umu panggilan Ibu oleh Andry. Andry tau, Umu menyayangi Ana. Beberapa dekade terakhir, setelah perempuan paling disukai Umu saat makan bersama itu, Andry mengenalkan banyak perempuan lain, tidak ada yang diterima Umu hanya Ana yang akhirnya disetujui.
"Umu suka Nia, jadi carilah pengganti yang agak mirip dengan Nia" Ujar Umu beberapa bulan sebelum andry bertemu Ana.
Puasa ke-23, bulan tampak akan mengakhiri sabit, mereka baru pulang dari tarawih. Sebagian dari pemandangan di loteng gelap. Hanya lampu-lampu rumah yang terlihat berkedip bagai ribuan bintang. Pelan, lagu dari radio terdengar. Andry menikmati kopi balanga yang baru dikirim oleh Rifai, sahabatnya beberapa waktu lalu.
"Kopinya terlalu manis, Ana" Ujar Andry
"Maaf, besok Ana coba lagi ya"