Mohon tunggu...
YUNITA HODIZAH NINGRUM
YUNITA HODIZAH NINGRUM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Universitas Pamulang

Halo nama saya Yunita, saya seorang Mahasiswa Universitas Pamulang Fakultas Ilmu Hukum, saya senang menggambar, membaca untuk menambah wawasan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pelanggaran Hak Privasi Akibat Penyalahgunaan Media Sosial dan Internet dalam Kasus Nimas Sabella

11 Juni 2024   20:23 Diperbarui: 11 Juni 2024   20:51 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

adanya globalisasi ini penggunaan internet menjadi bebas di akses dari mana mana, dengan bebasnya penggunaan internet dapat berdampak ketika adanya penyalahgunaan yang berakibat pada pelanggaran privasi orang lain seperti hal nya dalam kasus seorang perempuan bernama Nimas Sabella. Kasus ini menceritakan kisah kehidupannya yang di terror selama 10 tahun oleh seorang lelaki yang terobsesi padanya bernama Adi Pradita. Pelaku melakukan terror kepada korban di kehidupan sehari-hari dan di media social. Dimana dalam hal ini, penulis akan memfokuskan pada aksi terror yang dilakukan pelaku di media sosial.

Nimas Sabella mengaku mendapat teror terus-menerus dari Adi Pradita selama 10 tahun. Menurut korban, pelaku seorang yang pendiam dan tidak punya teman sama sekali. Aksi terror pelaku bermula dari korban yang berbaik hati memberikan uang sebesar Rp5.000 dikarenakan pada saat itu pelaku tidak bisa jajan di kantin sekolah. Adi salah paham dan mulai terobsesi kepadanya.

Lewat cuitan Nimas di akun X nya, Nimas membeberkan aksi terror yang dilakukan oleh Adi Pradita kepadanya. Adi diduga membuat ratusan akun media sosial di Instagram, X hingga WhatsApp demi bisa terus menghubungi Nimas. Adi disebut mengirim pesan bernada godaan dan pelecehan pada Nimas nyaris setiap hari. Bahkan Adi disebut pernah mengirimkan foto kelaminnya ke Nimas dan mengajaknya untuk menikah.

Adi bahkan sempat mengganggu pria-pria yang pernah dekat dengan Nimas dengan melontarkan ancaman bernada pembunuhan. Hal ini tentu saja membuat Nimas tertekan, terlebih lagi dia akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.

Pada kasus tersebut dua tindakan yang di lakukan oleh pelaku, beberapa tindakan pelaku sudah melanggar pasal UU ITE tentang pelecehan dan ancaman. Pelaku telah melanggar pasal pelecehan dan ancaman UU ITE dalam kasus ini dengan melakukan dua tindakan. Pelecehan seksual nonfisik termasuk dalam kategori kekerasan seksual, dan tindakan ini termasuk memberikan komentar pada postingan orang lain di media sosial yang bermuatan pelecehan seksual.Pasal 5 UU TPKS mengenai pelecehan seksual nonfisik berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau denda paling banyak

Dalam konteks ini, "perbuatan seksual secara nonfisik" mencakup pernyataan, gerak tubuh, atau keduanya.

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dianggap melanggar Pasal 29 UU ITE. Pasal 45B UU 19/2016 menyatakan bahwa: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dianggap melanggar Pasal 29 UU ITE.

 

Menurut penjelasan Pasal 45B UU 19/2016, perundungan di internet---juga dikenal sebagai cyber bullying---yang mengandung elemen ancaman kekerasan atau menakut-nakuti.

Dari kasus yang penulis analisa dan penulis kaitkan dengan sikap korban, jika terjadi Dari pelanggaran seperti kasus tersebut, segera laporkan ke pihak kepolisian untuk di tindak lanjuti.

Cara Melaporkan Pelecehan Seksual di Media Sosial Jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami pelecehan di media sosial, Anda bisa melakukan langkah-langkah berikut ini.

 1. Pelaporan Melalui Platform Media Sosial

 Misalnya, di Instagram, Anda dapat melaporkan pelecehan atau perundungan di Instagram.

 Jangan lupa sertakan detail foto, video, dan bukti komentar-komentar melecehkan di Instagram  untuk diverifikasi Instagram.

 Setelah dilaporkan, harap pertimbangkan untuk memblokir akun tersebut.

 Untuk informasi lebih lanjut, lihat Penipuan dan Spam.

 2. Melapor ke Polisi

 Pelecehan seksual adalah salah satu jenis kejahatan, dan penyelidikan serta penyidikan berada di bawah yurisdiksi polisi.

 Insiden pelecehan seksual dapat dilaporkan ke polisi baik secara online maupun offline.

 Untuk petunjuk detailnya, lihat Apakah Anda ingin melaporkan kejahatan ke polisi?

 Begini caranya: Referensi: Berdasarkan UU TPKS, polisi dapat memberikan perlindungan sementara kepada korban hingga 14 hari dalam waktu 1 x 24 jam setelah menerima laporan adanya tindak pidana kekerasan seksual.

 Hal tersebut antara lain dengan membatasi kebebasan bergerak pelaku atau membatasi hak-hak tertentu pelaku, dengan tujuan menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu.

 3. Meminta Bantuan Pendampingan

 Menjadi korban pelecehan seksual tentu berat dan tidak mudah.

 Tak jarang korban enggan  melaporkan apa yang dialaminya karena  perasaan takut dan trauma.

 Oleh karena itu, korban pelecehan seksual dapat mencari pendampingan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, antara lain Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ("LPSK"), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak ("UPTD PPA"), tenaga kesehatan, psikolog, psikiater, advokat dan paralegal, dan sebagainya.

Dalam kasus ini korban memberikan banyak barang bukti melalui aplikasi X yang isi nya berupa tangkapan layar dari aplikasi yang sama. Ditemukan sebuah akun pelaku yang menuliskan kata kata tidak senonoh untuk melecehkan sang korban, pelaku juga membuat ribuan akun untuk menerror korban.

Dikarenakan korban merasa tidak nyaman akan perilaku sang pelaku, korban disarankan untuk membuat laporan ke Polda Jawa Timur. Tak butuh waktu lama, pelaku berhasil ditangkap di kediamannya di daerah Kebraon, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (17/5/2024) malam. Polisi pun telah menetapkan Adi Pradita sebagai tersangka.   

Dalam kasus ini, penulis mengingatkan betapa pentingnya pengawasan dari orang tua, lingkungan dan pendidikan sejak dini dalam penggunaan media sosial dan internet. Secara Psikologis untuk mental anak anak harus di perhatikan oleh orang tua.

Kesimpulan dari kasus ini, menegaskan perlunya kesadaran akan batasan-batasan privasi dalam penggunaan media sosial dan internet serta perlunya tindakan yang tegas untuk melindungi hak privasi individu di dunia digital. Dengan meningkatnya keterlibatan dalam media sosial dan  internet, penting bagi individu untuk memahami konsekuensi dari tindakan online mereka dan untuk pemerintah dan lembaga terkait untuk menerapkan regulasi yang memadai untuk melindungi privasi individu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun