Mohon tunggu...
Niswana Wafi
Niswana Wafi Mohon Tunggu... Lainnya - Storyteller

Hamba Allah yang selalu berusaha untuk Istiqomah di jalan-Nya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Minyak Melimpah tapi Mahal Harganya, Kok Bisa?

14 Agustus 2024   20:49 Diperbarui: 14 Agustus 2024   20:50 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah resmi menetapkan kenaikan harga Minyakita dari Rp 14.000 menjadi Rp 15.700 per liter. Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. "Sudah berlaku harga Rp 15.700/liter. Untuk aturan resminya tentu akan ada Permendagnya," kata Zulhas, Jumat (19/7/2024) dikutip dari detikFinance.

Kebijakan tersebut diputuskan karena dua alasan. Pertama, penyesuaian harga eceran minyak goreng dengan biaya produksi yang terus meningkat. Kedua, fluktuasi nilai mata uang rupiah.

Kenaikan harga MinyaKita ini menimbulkan banyak spekulasi di kalangan masyarakat. Mengapa negara penghasil sawit terbesar di dunia justru menaikkan harga minyak? Sangatlah tidak masuk akal jika kebijakan ini diambil saat produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia pada tahun 2023 mencapai 50,07 juta ton, naik 7,15% dibandingkan tahun 2022.

Awalnya, program MinyaKita dibuat untuk menekan harga minyak goreng yang melambung tinggi dan langka pada akhir 2021 hingga pertengahan 2022. Pada Oktober 2021, harga minyak goreng melonjak tajam. HET minyak goreng pertama kali adalah Rp11.000 per liter, tetapi kemudian meningkat hingga Rp20.000 per liter. Pemerintah melakukan operasi pasar besar-besaran, namun tindakan ini tidaklah cukup untuk mengatasi harga minyak yang terus melambung tinggi. Kala itu, minyak menjadi bahan pangan yang selalu dikejar-kejar oleh masyarakat, sudahlah mahal, sulit pula untuk didapatkan.

Saat itu, harga CPO dunia juga sangat tinggi dan melonjak menjadi US$1.340/mT, atau setara dengan Rp19.291.243. Karena hal itulah, produsen sawit diduga lebih memprioritaskan ekspor daripada memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Kemudian, presiden Jokowi menetapkan kebijakan yang melarang ekspor bahan baku minyak dan minyak gorengnya pada April 2022. Kebijakan tersebut memungkinkan penjualan minyak goreng kembali normal. Pada saat yang bersamaan, kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka mafia minyak goreng dari Kemendag dan pengusaha sawit.

Pada Juli 2022, pemerintah melalui Kemendag meluncurkan minyak goreng MinyaKita dengan harga HET Rp14.000 per liter. Namun, setelah dua tahun MinyakKita membersamai rakyat, pemerintah kembali menetapkan kebijakan kenaikan HET minyak goreng. Hal ini membuat semua orang bingung dan bertanya-tanya. Alasan pemerintah bukan lagi karena harga CPO tinggi sehingga banyak diekspor ke luar negeri, tetapi karena biaya produksi dan fluktuasi nilai tukar rupiah.

Kenaikan HET MinyaKita tentu akan memengaruhi perekonomian rakyat. Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok masyarakat sehingga kenaikannya dapat membuat kondisi ekonomi rakyat menjadi tertekan. Meskipun pemerintah mengklaim akan ada timbal balik secara ekonomi, tetapi dampaknya tentu akan dirasakan oleh rakyat.

Selain itu, beberapa pengamat ekonomi mempertanyakan mengapa kebijakan ini dibuat pada saat harga pangan terus meningkat. Mereka memperkirakan kenaikan inflasi sebesar 0,34% sebagai akibat dari kebijakan ini. Hampir semua harga kebutuhan dasar masyarakat meningkat secara signifikan dan fluktuatif. Beras, ayam, telur, bawang merah, bawang putih, dan harga bahan pangan lainnya. Saat beban ekonomi sudah kian berat, haruskah rakyat mengalami penderitaan yang lebih berat lagi dengan mengikuti kebijakan pemerintah yang tidak pernah memihak kepada mereka?

Para pelaku usaha kuliner mikro dan makro jelas merupakan kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh kebijakan ini. Akibatnya, harga makanan pasti akan naik, yang berarti bahwa biaya rumah tangga akan meningkat. Masyarakat pun harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk sekadar membeli makanan ringan.

Sangat ironis mengetahui bahwa di negara penghasil sawit terbesar dunia, harga minyak goreng selalu mengalami kenaikan. Karena negeri ini adalah negara pengekspor CPO terbesar di dunia, maka sawit menjadi komoditas andalan dan unggulan di Indonesia. Karena itu, ekspor CPO menyumbang 33,72% devisa negara pada tahun 2023. Mengutip data dari USFS, produksi CPO Indonesia mencapai 47 juta metrik ton. Dengan potensi sebanyak itu, mengapa HET yang tidak ramah bagi kantong rakyat harus ditetapkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun