Hasil survei Potensi Pergerakan Masyarakat Selama Lebaran 2024 yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan RI menunjukkan bahwa 193,6 juta orang, atau 71,7% dari populasi Indonesia, akan melakukan mudik. Dari jumlah ini, 30 persen, atau sekitar 57 juta anak, akan ikut mudik bersama orang tuanya.
Berkenaan dengan ini, Save the Children Indonesia juga meminta pemerintah dan kelompok lain untuk membangun tempat istirahat yang ramah anak agar mengurangi risiko gangguan perkembangan dan kesehatan anak.Â
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mendorong pengelola layanan publik untuk meningkatkan fasilitas yang ramah terhadap kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas. Hal ini penting untuk meningkatkan aksesibilitas dan meningkatkan kesetaraan layanan publik bagi seluruh kalangan masyarakat.
Fenomena mudik Lebaran adalah bagian dari budaya Indonesia yang memiliki banyak nilai positif. Oleh karena itu, negara dan pemerintah wajib membantu dan menjamin bahwa  setiap orang, termasuk perempuan dan anak, akan merasa aman, nyaman, sehat, adil, dan sejahtera selama mudik Lebaran.
Ironisnya, sistem yang ada memberikan layanan publik yang mahal, seperti dalam bidang transportasi, yang justru menciptakan kelas pelayanan yang berbeda. Dalam hal mudik, hanya orang-orang dari kelas menengah ke atas dan memiliki cukup uang yang bisa merasakan perjalanan dengan nyaman. Sedangkan bagi yang tidak memiliki cukup uang, maka tidak akan bisa memilih transportasi yang nyaman saat mudik.
Di sisi lain, uang hanya dapat membeli kenyamanan, sedangkan masyarakat tidak hanya butuh kenyamanan. Hal yang lebih dibutuhkan masyarakat ialah keamanan dan kesehatan dalam perjalanan. Transportasi publik yang ramah perempuan dan anak belum tentu bisa dipenuhi oleh individu yang memiliki kekayaan besar. Mengapa demikian? Karena hanya negaralah yang memiliki kemampuan untuk menyediakan infrastruktur publik yang aman dan nyaman. Buktinya, kendaraan mahal tidak secara otomatis bisa menghindarkan penumpangnya dari kecelakaan, kekerasan seksual, kemacetan, dan polusi.
Oleh karenanya, tuntutan KPAI dan Save the Children kepada pemerintah Indonesia untuk menyediakan transportasi publik dan rest area yang ramah anak selama mudik lebaran sebenarnya hanyalah tuntutan teknis administratif yang belum mencapai akar masalah.
Nilai-nilai kebebasan yang diterapkan di negeri ini menciptakan interaksi yang kuat dan menindas yang lemah. Akibatnya, penyelesaian kasus kekerasan menjadi sulit. Penerapan nilai ini juga memunculkan sistem hukum dengan pelaksanaan yang tebang pilih dan berbasis laporan, serta pengabaian hak-hak komunitas dalam penanganan hukum. Hal ini terjadi karena sistem hukum sekuler terus mengatur masyarakat sehingga seluruh permasalahan ini sulit untuk diselesaikan.
Contoh lain ialah kecelakaan Tol Jakarta-Cikampek yang baru-baru ini terjadi, yang terkait erat dengan kebijakan contraflow. Kecelakaan ini telah menewaskan banyak korban, termasuk perempuan dan remaja perempuan. Sejatinya, penyebab utama kecelakaan ini ialah negara yang pelit. Penguasa negeri ini tidak menyediakan anggaran yang cukup untuk membangun infrastruktur jalan dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Akibatnya, munculah kebijakan yang kurang dalam mitigasi bencana, serampangan, dan mengabaikan keselamatan rakyat.
Artinya, masyarakat tidak hanya membutuhkan peraturan baru yang menambah atau merevisi peraturan yang sudah ada, lalu membuat kebijakan tambal sulam. Yang masyarakat butuhkan ialah perubahan paradigma kepemimpinan politik di semua tingkat, baik di pusat maupun di daerah. Masyarakat harus beralih dari sistem kepemimpinan kapitalistik sekuler ke sistem kepemimpinan yang sempurna, yakni sistem kepemimpinan Islam.
Menurut paradigma kepemimpinan dalam sistem Islam, penguasa (hukkam) dianggap sebagai raa'in wal junnah, bukannya majikan, pedagang, atau hanya sebagai regulator. Selanjutnya, masyarakat membutuhkan sistem kehidupan yang berasal dari wahyu dan tidak didasarkan pada akal manusia yang sangat terbatas dan penuh bias dalam memenuhi kepentingan individu, kelompok, maupun wakil rakyat. Penerapan politik kebijakan yang sesuai dengan hukum Islam sangat diperlukan oleh masyarakat.
Pemerintah dan beberapa masyarakat saat ini belum memahami bahwa pelayanan publik yang buruk adalah hasil dari kesalahan dalam memilih sistem kehidupan dan paradigma kepemimpinan. Buah dari kesalahan penerapan sistem tersebut ialah berbagai kebijakan buruk yang mengabaikan keselamatan, keamanan, kesehatan, keadilan, dan kesejahteraan perempuan dan anak. Siapa pun pemimpin yang berkuasa, jika sistem yang digunakan tidak berbubah, maka output yang dihasilkan akan tetap buruk.
Kegagalan untuk memahami akar masalah ini hanya akan memperpanjang dan menambah jenis masalah yang dihadapi perempuan dan anak Indonesia, baik selama mudik Lebaran maupun di luar masa mudik. Â Keselamatan mudik, khususnya bagi perempuan dan anak, hanya dapat dicapai melalui tatanan syariat yang memungkinkan layanan publik yang aman dan nyaman, interaksi sosial yang baik yang menumbuhkan rasa saling tolong-menolong dan menghormati, serta penegakan hukum yang menyeluruh untuk kelompok maupun individu.Â
Oleh karena itu, momen Idulfitri tahun 1445 H harus mendorong masyarakat dan negara untuk kembali ke sistem Islam yang dapat melindungi anak dan perempuan, serta menjaga fitrah generasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H