Di Sidoarjo, Jawa Timur, petani baru saja memanen garam dan memindakannya ke sentra produksi garam. Namun ternyata pemerintah malah berencana mengimpor garam. Bagi petani, kebijakan mengimpor garam membuat nasib mereka terpuruk serta merasa cemas, sebab berpeluang garam-garam mereka terserap pasar semakin kecil. Tidak haya sampai disini, impor garam juga dapat menjatuhkan harga garam lokal.Â
Kecemasan para petani pun bertambah, terlebih lagi dengan adanya wabah pandemi Covid-19 yang melengkapi penderitaan petani. Berbicara mengenai harga garam yang diterima beberapa perusahaan tidak mencukupi kesejahteraan hidup. Petani sudah berupaya keras untuk meningkatkan kualitas garam produksi mereka. Sayangnya, upaya tersebut belum membuahkan hasil. Walaupun kualitas garam meningkat, bila dihitung dari biaya produksi hingga tahap akhir, hanya dihargai Rp 50.000,00 per ton.
Pada akhirnya, Sumber Daya Alam (SDA) yang Indonesia miliki belum mampu memenuhi standar kualitas dan kuantitas produksi garam nasional. Faktor lainnya terjadi penyusutan lahan garam, teknologi yang masih minim, prosesnya masih mengandalkan sinar matahari, dan faktor lingkungan lainnya. Sebab, luasnya lautan Indonesia tidak menjadi jaminan bahwa Indonesia memiliki hasil produksi garam yang melimpah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H