Mohon tunggu...
Nissa Meiliana
Nissa Meiliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

UU SISDIKNAS 2003 Direvisi, Pasal Bahasa Pengantar Hilang?

3 Oktober 2022   07:52 Diperbarui: 3 Oktober 2022   07:59 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembaharuan Undang-Undang dalam kurun waktu tertentu lazim terjadi. Perubahan dan tuntutan zaman mendesak agar pemerintah terus update. Tidak terkecuali di dunia pendidikan. Perubahan kurikulum baru-baru ini memberi dampak yang signifikan bagi guru maupun siswa.

Tidak hanya kurikulum, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional  kini turut diperbaharui. Pembaharuan tersebut bukan tanpa alasan. UU SISDIKNAS 2003 direvisi untuk mengatasi dampak kemunduran belajar (learning loss) dalam proses belajar siswa akibat pandemi Covid-19 yang telah menjajah Indonesia selama lebih kurang dua tahun. 

Hasil revisi UU SISDIKNAS 2003 ialah RUU SISDIKNAS tahun 2022. Terdapat perubahan pasal dalam RUU SISDIKNAS terbaru. Termasuk hilangnya pasal khusus mengenai bahasa pengantar untuk pendidikan.

Sebelumnya pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan nasional tertuang dalam Bab VII pasal 33.

Sedangkan pada RUU SISDIKNAS versi Agustus 2022 tidak mencantumkan pasal atau ayat tentang bahasa pengantar pendidikan. Namun, bahasa Indonesia tetap ada dalam bentuk muatan wajib yang dituangkan dalam mata pelajaran.

Hal tersebut mengundang diskusi pihak tertentu seperti pengurus IKAPROBSI (Ikatan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) mengenai hilangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan.

Selama ini bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar pendidikan sebelum munculnya sekolah yang mewajibkan menggunakan bahasa asing.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah diikrarkan pada 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda melalui berbagai perjuangan dan juga diatur dalam UUD 1945 Bab IV pasal 36.

Bahkan pada masa penjajahan Jepang tahun 1945, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari karena bahasa Belanda sudah tidak boleh digunakan.  

Apabila bahasa Indonesia tidak diatur dalam RUU SISDIKNAS 2022 sebagai bahasa pengantar pendidikan, guru dan siswa bebas menggunakan bahasa asing atau bahasa daerah di sekolah.

Artinya, guru dan siswa dari daerah Sunda dapat menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar pendidikan. Begitupun dengan guru dan siswa di Jawa. Meski hal tersebut dapat dicap sebagai pelestarian bahasa daerah, bukankah hal itu menghilangkan eksistensi bahasa Indonesia di bidang pendidikan?

Jika guru dan siswa berkelanjutan menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing sebagai bahasa pengantar pendidikan, kemungkinan yang akan terjadi adalah kecenderungan masyarakat untuk berkelompok atas dasar kesamaan bahasa. 

Bahasa Indonesia bisa hilang karena bahasa daerah pasti akan digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari di rumah, lingkungan pertemanan, dan lingkungan pendidikan.

Menghilangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar memberi kesan bahwa tidak ada bahasa pemersatu dalam pendidikan dan memudarkan nilai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.  

Adanya konflik berbahasa juga rawan terjadi dan menimbulkan sifat etnosentrisme. Jika sudah begitu, individu akan berpandangan bahwa bahasa dan kebudayaannya lebih baik dari yang lain.

Padahal bahasa Indonesia dalam ranah pendidikan berperan sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien, bukti rasa cinta terhadap bangsa, sekaligus menjadi identitas negara.

Bahkan dalam rumusan kompetensi dasar di sekolah yang dikembangkan pada mata pelajaran bahasa Indonesia terdiri atas tiga hal penting yang berkesinambungan dengan bahasa. Tiga hal tersebut adalah bahasa, sastra, dan literasi.

Sebelum RUU SISDIKNAS 2022 terealisasi, pemerintah perlu mengkaji ulang dan menimbang pentingnya aturan mengenai bahasa pengantar pendidikan karena keputusan pemerintah akan berdampak terhadap keberlangsungan proses pendidikan di Indonesia.

Jangan sampai disebabkan satu pasal yang hilang, menimbulkan berbagai permasalahan. Sudah seyogianya sebagai warga negara Indonesia menjunjung tinggi bahasa Indonesia dan tidak melupakan perjuangan serta upaya para pemuda mengutuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dalam sejarah Sumpah Pemuda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun