Mohon tunggu...
nisrina puteri
nisrina puteri Mohon Tunggu... Penulis - uin malang

menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Korupsi di Indonesia Begitu Masif Terjadi?

26 November 2023   18:00 Diperbarui: 26 November 2023   18:00 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seringkali yang namanya korupsi itu tidak sesimple yang kita kira.

Katakanlah jika kita lulus SMA dan ingin masuk PTN favorit

Tapi sayangnya nilai- nilai kita rendah. Mungkin kita kurang pandai dalam segala hal, mulai matematika sampai penjaskes. Kita berusaha keras belajar, tapi ya memang segitu- segitu aja mentoknya.

Disini kita mengerti bahwa kursi di PTN terbaik terbatas . Maka mereka mensyaratkan kita harus juga mendapatkan nialia setinggi mungkin. Disini kita merasa aturan itu nggak fair. Mengapa mensyaratkan nilai?

Otak anda segitu segitu saja bukan salah anda. Memang Tuhan ngasihnya segitu. Anda juga nggak malas belajar. Anda menyisihkan uang jajan untuk ikut les. Anda rajin baca buku. Tapi kalau sepuluh menit kemudian lupa apa yang sudah anda baca, salah siapa? Apa anda salah? Anda tidak sengaja melupakan materi buku yang barusan anda baca. Tapi entah mengapa anda selalu lupa. Orang bilang karena DNA.

Bukan salah anda donkk.. kalau mau salah- salahan, ya salah nenek moyang anda. Mereka yang menurunkan DNA pelupa pada anda. Koq kayak anda yang menanggung kesalahan mereka ketika anda semangat untuk terus sekolah?

Tapi universitas tetap keukeuh mensyaratkan nilai. Dimana letak keadilan? Apa orang bodoh ga boleh sekolah tinggi? Apa yang mesti anda lakukan? Diam meratapi nasib?

Atau anda bisa "melobby" seseorang untuk memasukkan anda?

See? ada persaingan asimetris disini

Sekarang topik korupsi.

Katakanlah tahun ini ada anggaran sekian milyar untuk pembangunan gedung sekolah. Pembangunan gedung sekolah ini hanya contoh ya, bisa saja itemnya pengerukan sungai untuk mengatasi banjir, penghijauan hutan, irigasi, jalan raya, listrik, de el el.

Pertanyaannya: Karena anggaran terbatas, dari semua daerah yang butuh gedung sekolah, daerah mana yang harus didahulukan? Apa kriteria yang fair? Banyak- banyakan jumlah penduduk? Cantik- cantikan? Miskin- miskinan? Jauh- jauhan?

Apa kriteria paling adil yang bisa diterima semua pihak?

Setiap daerah mau dong didahulukan. Masing- masing walikota, bupati, gubernur akan berusaha keras untuk membuat anak- anak daerahnya bisa sekolah. Sesuai janji kampanye mereka. Tapi kan dananya tidak cukup kalau semuanya mesti sekarang. Jadi apa yang mesti dilakukan supaya daerahnya didahulukan? Menunggu sambil berdoa tanpa ada usaha?

Tentu tidak. Kepala daerah- kepala daerah tersebut kemudian melakukan apa yang disebut lobby politik. Datang ke DPR, sowan ke pejabat A, B, C, supaya daerahnya dapat dana duluan. Lobby ini akan tambah berat kalau anda beda partai sama partai yang berkuasa, karena bisa jadi daerah anda bukan prioritas. Beda ya sama harusnya nggak dapat, jadi dapat. Ini pasti dapat, tapi kapan?

Karena semua kepala daerah bersaing, hasilnya di meja para pejabat decision maker akan banyak proposal pembangunan gedung sekolah di daerah A, B,C, sampai Z. Daaaann.. ini loopholenya... supaya "menang", mereka menjanjikan sesuatu. A small fee yang dibayarkan di depan dengan uang mereka sendiri, dan nanti gantinya bisa diambil dari dana pembangunan gedung sekolah ketika udah cair.

Small fee ini buat apa? Buat nraktir makan, beli hadiah, tongkat golf, jam tangan, sepeda, apapun untuk meluluhkan hati decision maker. Anda pikir cuman wanita yang perlu diluluhkan hatinya?

Kita menyebutnya korupsi. Kalau zakat malah ada amil zakat. Ini bukan zakat.

Kalau ga ada small fee nya? Ya daerah lu bakal dapat gedung sekolah paling akhir. Dapat jalan bagus paling akhir. Banjir paling lama. Irigasi paling akhir yang membuat daerah lu selalu gagal panen.

Itupun kalau akhirnya dapat. Kalau tiba- tiba lima tahun kemudian ganti angin politik, beda lagi urusannya.

You see, kepentingan rakyat akan bisa dipenuhi dengan cepat kalau ada pelicinnya. Ada korupsinya. Kalau nggak ada, daerah anda akan selalu tertinggal. Ironis, no?

Apakah rakyat bisa sabar jalannya bolong- bolong yang penting kepala daerahnya bebas korupsi? Sementara daerah tetangga jalannya mulus? Rakyat bisa mengerti kepala daerahnya keliatan santai- santai bae sementara banjir dan tanah longsor membuat rakyat sengsara?

Ya jangan setelah anggaran diketok lah bang...

Lu pikir proses penyusunan anggaran nggak ada lobby politik..?

Pointnya, proses terjadinya korupsi nggak sesimple kata Matio Reguh. Kenapa korupsi lazim terjadi di negara berkembang? Ya karena negaranya berkembang, sedang membangun, dan uangnya terbatas. Kalau negara maju yang dibangun nggak se-critical negara berkembang.

Irigasi udah ada, jalan udah ada, jembatan ada. Tinggal yang nggak kritikal misal museum, patung pahlawan, atau kebun binatang, bisa di pending lah..tahun depan juga masih bisa, tinggal kocok dadu aja siapa yang duluan

Apa yang harus dan dapat dilakukan untuk menghilangkan budaya korupsi di Indonesia?

Untuk menjawabnya kita perlu tahu mengapa budaya korupsi terbentuk.

Ini mirip apa yang terjadi di kelas ujian. Semua berlangsung aman hingga ada 1 orang berusaha berbuat curang.

Apabila 1 orang ini langsung dipanggil dan dikeluarkan, sangat kecil kemungkinan kasus terulang.

Tetapi kalau dibiarkan dan orang disekitarnya melihat, besar kemungkinan beberapa orang mencobanya juga, seakan tidak mau kalah.

Budaya korupsi di instansi manapun terjadi dengan logika yang mirip dengan kecurangan ujian, yaitu adanya pembiaran terhadap 1 kasus.

Efeknya seperti bola salju hingga tahu sama tahu.

Nah, untuk memberantasnya, solusi sederhana yang bisa dicoba adalah menempatkan 1 orang super sebagai pimpinan.

Solusi inilah yang mungkin dipikirkan banyak orang.

Orang super ini mesti berintegritas dan aktif mengancam serta menindak pelaku korupsi yang muncul. Bisa dengan cara dimutasi atau dipecat.

Selain itu orang ybs tidak boleh punya kroni atau orang yang ia lindungi sehingga institusi tidak keropos dari dalam.

Nah, permasalahannya adalah pemimpin yang tidak menaruh rasa percaya cenderung punya komunikasi yang buruk dengan bawahannya.

Akibatnya, terjadi inefisiensi yang mungkin lebih buruk ketimbang korupsi.

Sistem seperti ini juga tidak berkelanjutan di lingkungan demokratis di mana pemimpin seperti ini bisa dengan mudah didepak dan tidak dipilih lagi.

Oleh karena itu, solusi baru terpikirkan, yaitu menempatkan 1 atau lebih orang tidak berkepentingan untuk memberantas korupsi.

Dengan ia/mereka harus tidak rugi sama sekali (dan kalau bisa untung) jika mengungkap tindakan korupsi.

Grup tersebut harus diberikan berbagai keistimewaan serta target untuk mengetahui internal instansi dengan harapan korupsi tidak jadi budaya lagi.

Bisa dikatakan, solusi ini lebih baik.

Untuk kasus pemerintahan Indonesia, kita punya KPK.

Cara yang paling realistis untuk menghilangkan budaya korupsi di sana adalah dengan memperkuat KPK itu sendiri...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun