*Nisrina Sri Susilaningrum
Pesta demokrasi untuk memilih orang nomor satu negeri ini masih satu tahun lagi. Namun gaungnya sudah amat bising di telinga.
Banyak pendapat saling bersipanggung. Bahkan hingga ada salah satu platform media yang secara cukup  serius sampai menyelenggarakan sayembara menulis cawapres terbaik pilihan rakyat.
Namun segala keriuhan tersebut lantas saja berbuah keterkejutan massal. Apa pasal? Cawapres yang dipilih oleh petahana ternyata sama sekali di luar dugaan. Demikian pula yang terjadi pada kubu penantang. Salah satu sebab mengapa nama cawapres yang muncul berbeda dengan prediksi para pemerhati politik adalah karena Anies Baswedan. Â
Saat begitu banyak tokoh berlomba ingin menjadi capres-cawapres, Anies Baswedan justru menolaknya. Padahal, kurang apa? Namanya selalu muncul dalam berbagai survei dengan tingka telektabilitas paling tinggi, baik dipasangkan dengan petahana Jokowi maupun penantangnya, Prabowo.Subianto.
Tak berhenti sampai di situ. Data dan analisis hampir seluruh lembaga survey menyimpulkan Gubernur DKI Jakarta ini memiliki kans besar jika maju dan akan menjadi kuda hitam di Pilpres 2019. Jika politik adalah tentang kesempatan, mengapa Anies menolak kesempatan yang ada? Â
Awal mula mendengar nama Anies Baswedan ketika beliau menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina. Sebagai seseorang yang memulai karir sebagai akademisi maka lazimnya akan melakukan segala hal sesuai dengan teori serta aturan, yang biasanya bersifat kaku.
Namun Anies Baswedan sepertinya berbeda. Program "Indonesia Mengajar" menjadi salah satu dari sekian banyak contoh nyata betapa amat luwes serta kreatifnya beliau dalam menyiasati kesenjangan pendidikan yang terjadi di negeri ini, yang dapat pula dipandang sebagai totalitas bagi dedikasinya yang amat tinggi terhadap dunia pendidikan.
Berdasarkan kontribusinya yang memang amat beragam di dunia pendidikan tersebut, maka bukan sesuatu yang amat membuat heran bila beliau didapuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namun ketika beliau kemudian dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, tidak dapat dipungkiri cukup membuat kening berkerut. Yang menjadi pertanyaan, bisakah, seorang akademisi, berubah menjadi seorang birokrat?
Setelah memasuki satu tahun masa pemerintahan, pada akhirnya pertanyaan tersebut bertemu jawab, melalui gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh Anies Baswedan, antara lain:
- Penutupan tempat hiburan malam yang menyalahi aturan
- Penghentian ijin reklamasi
- Pembangunan rumahdengan DP Rp. 0,-
- KJP Plus
- Pelican Crossing
Penghentian ijin reklamasi termasuk salah satu kebijakan yang paling popular, karena Anies menghadapi para taipan besar. Sedangkan pembangunan rumah dengan DP Rp. 0,-sangat bermanfaat bagi pekerja yang mempunyai gaji di bawah Rp 7 juta. Begitu pula KJP Plus yang dianggap mempunyai beberapa kemudahan, serta pelican crossing yang ramah difabel.