"Kita perlu orang yang tegas, orang yang berani, orang yang jujur, orang yang memiliki rekam jejak dalam mengelola Bulog," demikian pertimbangan Bapak Presiden RI Joko Widodo mengenai pengangkatan Komjen (Purnawirawan) Budi Waseso menjadi Direktur Utama Perum Bulog menggantikan Djarot Kusumayakti yang telah menjabat sebagai pimpinan Bulog sejak 2015.
Dan seperti sebelumnya, pilihan Bapak Presiden RI Joko Widodo kembali menuai keberhasilan. Dibawah kepemimpinan Komjen (Purnawirawan) Budi Waseso, Bulog langsung menunjukkan taringnya melalui gebrakan-gebrakan spektakuler yang lebih membumi serta penuh manfaat, langsung kepada masyarakat.
Menyadari bahwa dirinya tak lagi memiliki kewenangan hukum untuk menindak mafia pangan secara langsung, menjadikan Komjen Buwas bersikap jauh lebih tenang tanpa gembar-gembor lontaran pernyataan yang memancing kontroversi seperti saat menjabat sebagai Kepala BNN.
Alih-alih meributkan temuan di lapangan tentang adanya tengkulak yang melakukan kecurangan di pasar, beliau justru mengambil langkah cerdas dengan langsung meluncurkan produk pangan "KITA" ke tengah masyarakat.
Mengapa langkah ini dianggap cerdas?
Ada beberapa benefit yang diperoleh dari peluncuran produk pangan KITA di masyarakat. Yang pertama, permasalahan mengenai penyimpanan stok beras Bulog langsung memperoleh solusi yang amat bagus.Â
Seperti yang telah diketahui secara umum, kendala utama yang berhubungan dengan beras pada Bulog yaitu melekatnya kesan buruk dalam pikiran masyarakat akan kualitas beras yang dikeluarkan Bulog. Hal ini dapat saja terjadi mengingat waktu penyimpanan ideal beras biasanya tak lebih dari tiga bulan. Bila melampaui batas waktu tersebut maka beras akan mengalami penurunan kualitas, dengan keluhan-keluhan beras berbau dan berkutu. Dengan dibuatnya produk KITA, maka beras yang biasanya tertahan hingga tahunan di gudang penyimpanan Bulog, menjadi langsung terdistribusi ke masyarakat dalam bentuk beras kemasan yang memiliki kualitas lebih segar.
Adapun benefit kedua dari langkah cerdas yang dilakukan Bulog ini, yaitu masyarakat langsung memperoleh manfaat dalam bentuk kemudahan memperoleh bahan paling pokok bagi kebutuhan hidupnya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa penjualan beras biasanya dilakukan dalam satuan per-karung isi 50 kg, per- 25 kg, per-satu kemasan isi 5 kg, hingga yang paling rendah yaitu penjualan beras curah dengan satuan minimal per-kilogram.
Sering kali terjadi, bahkan untuk memperoleh beras ukuran minimal satu kilogrampun masyarakat -dalam hal ini terutama sekali masyarakat menengah ke bawah- merasa amat terbebani secara finansial. Maka peluncuran produk "BerasKITA" oleh Bulog dirasa amat meringankan beban masyarakat dimana mereka dapat membeli beras ukuran 200 gram cukup dengan uang sebesar Rp. 2.500,00 saja. Dengan demikian, sisa uang yang dimiliki dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
Hal tersebut mengingatkan kepada ucapan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada masa awal peralihan penggunaan bahan bakar minyak tanah menuju bahan bakar gas. Saat itu beliau menyatakan bahwa negara ada baiknya lebih memiliki kearifan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan masyarakat umum secara langsung. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa masyarakat menengah ke bawah yang umumnya memiliki finansial amat terbatas, hanya mampu membeli bahan bakar minyak tanah secara ketengan, lalu tiba-tiba dipaksa mengeluarkan biaya jauh lebih besar untuk membeli bahan bakar gas tabung langsung per- 3 kg, berdampak tak terbelinya beberapa kebutuhan yang terhitung pokok pula karena uangnya tidak mencukupi.
Pada titik inilah langkah Bulog mengeluarkan produk "BerasKITA" kemasan 200 gram menjadi terlihat amat cerdas, penuh kearifan serta dirasakan amat pro kepada masyarakat, membuat merek Bulog di mata masyarakat menjadi amat bagus. Hal tersebut tentu saja kemudian menjadi keuntungan yang tidak kecil bagi perkembangan Bulog di masa mendatang mengingat luasnya dukungan yang diperoleh dari masyarakat.
Benefit ketiga, dengan harga Rp. 2.500,00 per kemasan 200 gram, ketika dikalkulasi akan diperoleh harga jual produksi sebesar Rp.12.500,00 per kilogram. Nilai jual sejumlah tersebut tentu saja telah jauh melampaui HPP yang dikeluarkan Bulog, sehingga perolehan laba yang dihasilkan cukup besar, yang kemudian memberi sumbangsih amat berarti bagi pembiayaan terobosan-terobosan baru penuh manfaat bagi masyarakat.
Itu semua hanya baru dari satu produk saja yang dikeluarkan oleh Bulog, belum lagi produk-produk lainnya seperti "Manis KITA", 'Kedelai KITA" dan yang lainnya.
Berdasarkan semua hal tersebut di atas, potensi Bulog untuk menjadi perusahaan negara yang mampu berkembang lebih profesional serta profitable di bawah kepemimpinan yang baru dikemudian hari bukanlah sebuah utopia belaka, dengan terobosan-terobosan yang jauh lebih cerdas waktu ke waktu.
Referensi:
- http://bali.tribunnews.com/2018/04/30/komjen-buwas-jadi-dirut-bulog-jokowi-beberkan-pertimbangannya
- https://katadata.co.id/berita/2018/04/27/menteri-rini-angkat-budi-waseso-jadi-dirut-bulog
- https://nasional.kompas.com/read/2018/04/24/21500051/dikabarkan-akan-pimpin-bulog-budi-waseso-dapat-pujian-jusuf-kalla
- https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/14/140500426/buwas-mengaku-tak-ingin-buat-kegaduhan-di-bulog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H