Nisrina Sri Susilaningrum, No. 02.
Kesempatan!
Mumpung konsentrasinya melemah karena berbicara, kusodok ulu hatinya hingga ia berjengit, yang kususul dengan hajaran lututku pada selangkangannya dengan sekuat tenaga, membuat tubuhnya berkelojotan ke samping dan membentuk lengkung udang yang sangat bungkuk menahan sakit tak terhingga.
Secepat kilat aku bangkit, dan langsung meraih tongkat besi yang tadi dilemparnya, untuk kemudian kutambahkan hantaman keras di kedua lutut kepala desa biadab itu.
“Dasar jalang, aku tak akan melepaskanmu!” erangnya.
“Kalimat itu harusnya milikku, bajingan! Karena gara-gara kau, Bapak tak lagi bersamaku. Dasar lelaki biadab!” murkaku.
“Hahaha....kau ternyata cantik tapi bodoh, Sukma,” ucap Pak Sadikin di sela tawanya yang tetap liar, membuatku langsung meningkatkan kewaspadaan sebab hanya manusia-manusia super busuklah yang masih mampu tertawa di saat dirinya sudah sangat terdesak.
“Apa maksudmu?”
“Baiklah, sebelum kita bersenang-senang, aku akan menceritakan sebuah rahasia tentang bapakmu.” ucapnya sambil kembali tertawa mengejek.
“Asal kamu tahu, bapakmulah yang menjualmu padaku. Kaukira darimana bapakmu bisa mendapatkan uang banyak dan rumah besar di ujung jalan itu? Hahaha... Sudah jelas itu uang dariku. Uang yang didapatnya dari menjual gadis-gadis perawan di desa ini: Untukku! Untukku, Sukma... Hahaha!”