Wajah Hyena itu pucat sesaat. Kemudian ketenangan kembali berkuasa.
“Kau sendirian?” Tanya Hyena
“Ya. Bukankah itu bagus? Mempermudah paman membunuhku. Mengambil alih kerajaan setelah semua kandidat paman bunuh,” Jawab Leo.
“Hahaha...kau bodoh, Leo.” Hyena tertawa.
“Aku tak akan membunuhmu. Aku lebih suka menjadikanmu bonekaku. Dengan kepemimpinanmu, aku akan bisa melakukan apa saja sesuai kehendakku. Aku tahu, kau amat mempercayaiku. Dan ayahmu tahu itu, karena itulah dia membuat peraturan baru pergantian pemimpin negeri melalui pemilihan umum secara langsung. Karena itu juga dia harus mati.”
“Mengapa paman melakukan ini semua? Bukankah paman bersahabat dengan ayah?”
“Tak semua yang tampak oleh mata itu benar adanya, Leo,” Ucap Hyena dengan mata menerawang.
“Sejak beberapa dekade lalu kaumku dan kaummu selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik di negeri ini, namun kaummu selalu memenangkannya. Hatiku penuh dendam mendengar cerita itu. Dan ternyata ayahmu sudah tahu itu sejak awal, tapi dia diam. Dia masih berharap aku sadar.”
“Namun sepertinya, jalanku kini tlah benar-benar tertutup,” Ujar Hyena lelah.
“Maksud, paman?”
“Aku tahu, di balik rimbun pohon itu, penghuni rimba mulai berdatangan. Mungkin inilah saatnya pamit.”