Apakah kebutuhan gizi di Indonesia terpenuhi untuk adanya hari gizi nasional?, siapa yang memprakarsai hari gizi nasional?, bagaimana kejadiannya?, kapan Marasmus menurun, terutama di pelosok Indonesia?, dimana Marasmus menyebar?.
nutrisi atau gizi merupakan bahan organik yang dibutuhkan setiap orang, khususnya anak-anak, di Indonesia. Perayaan Hari Pangan Nasional dimulai pada tahun 1950 ketika Dr. J. Leimena kemudian menjadi Menteri Kesehatan. Dia adalah pahlawan nasional Ambon. Setelah lulus dari sekolah kedokteran STOVIA Surabaya yang sekarang dikenal dengan UNAIR, Universitas Airlangga, ia melanjutkan pendidikannya di Geneeskunde Hogeschool atau Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, tamat pada tahun 1939.
Pada awal 1950-an, Dr. J. Leiman menugaskan Prof. dr. Poorwo Soedarmo menjadi direktur LMR atau Lembaga Pangan Rakyat. Ia adalah seorang profesor dari  daerah malang yang lulus dari STOVIA pada tahun 1927. Setahun setelah penugasannya, LMR mendirikan sekolah Juru Penerang Makanan.
Prof. Poorwo Soedarmo, membuat  beberapa artikel ilmiah antara lain Ilmu Ekonomi Rumah Tangga, yang sekarang dikenal dengan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, beliau juga mencanangkan konsep empat sehat lima sempurna, yang diharapkan dapat mengurangi Marasmus di pelosok Indonesia namun menjadi kendala terbesar Ini adalah ekonomi yang tidak stabil untuk membeli bahan makanan saat ini karena tumbuh di negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.  Pada tahun 1969 ia bergabung dengan Perhimpunan Ahli Gizi Nasional dan menjadi bapak gizi Indonesia.Â
Marasmus di pelosok Indonesia merupakan pemandangan alam bagi masyarakat umum di Indonesia. Marasmus sendiri merupakan salah satu bentuk malnutrisi berat, paling sering terjadi pada anak kecil antara usia 0 sampai dengan 2 tahun. Penyebab utama marasmus adalah malnutrisi, infeksi, penyakit bawaan, prematur, dan kesehatan lingkungan.
Ciri bayi dengan Marasmus biasanya terlihat kurang dari 60% berat badan menurut usia, suhu tubuh mungkin rendah karena hilangnya lapisan penahan panas, dinding perut hipotonik, dan kulit kendur sehingga tampak tulang  terbungkus kulit.
Cara mencegah Marasmus dengan mengonsumsi makanan berkalori tinggi dan berprotein tinggi seperti buah-buahan, sayuran, telur, ikan, dan kacang-kacangan. Namun, kesejahteraan pangan protein hewani dan nabati tidak dapat terwujud karena ekonomi yang tidak stabil, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur, NTT. jadi bagaimana kita bisa mengatasi rawa ini?.
Maraknya Marasmus di NTT
Pada tahun 2010 menempati urutan kedua dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Proporsi buruk dan gizi yang buruk pula pada tahun itu mencapai 29,4% terdiri dari 9% balita atau 53.580 balita yang mengalami gizi buruk dan 20,4% atau 121.448 balita yang mngalami gizi kurang, terdapat 175.028 kasus balita yang mengalami gizi buruk dan kurang dari 595.331 balita pada tahun 2010 di NTT.
Dari 361.696 anak, 23.963 anak (6,6%) di antaranya kurang gizi dan 3.351 anak (0,9) mengalami gizi buruk tanpa ada gejala. Maraknya Marasmus ini dipengaruhi faktor penghasilan para orang tua yang jauh dari standar UMR, yang kurang dari Rp 234.141 per bulan dan itu meningkatkan frekuensi balita terserang gizi buruk.
Pendapatan dibawah UMR dan kematian balita
Keluarga dengan pendapatan yang dibawah UMR memiliki resiko 15 kali lebih besar terhadap anaknya yang terserang gizi kurang maupun buruk, dikarenakan kurangnya pasokan pangan yang dibutuhkan oleh balita maupun anak-anak. Frekuensi penyakit dikarenakan infeksi penyakit dan gizi yang buruk bisa jadi bumerang untuk generasi yang akan datang jika tidak ada penanggulangan yang baik.
UNICEF melapor bahwa proporsi balita yang mengalami wasting, ( berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan), indonesia menduduki peringkat kelima setelah India, Nigeria, Pakistan, dan Bangladesh. Gizi buruk dan kurang gizi merupakan dampak yang memicu kematian pada balita selain itu mengganggu perkembangan kecerdasan pada anak yang mengalami gizi buruk.
Upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi marasmus antara lain dengan meningkatkan pendapatan keluarga agar tercukupi pasokan pangan sang anak dan pengetahuan sang ibu untuk menangani atau mencegah anaknya yang terkena Marasmus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H