Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah proses penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Sistem ini menentukan distribusi siswa ke sekolah-sekolah, yang pada gilirannya memengaruhi kualitas pendidikan dan pemerataan kesempatan belajar.Â
Salah satu perubahan signifikan dalam PPDB beberapa tahun terakhir adalah implementasi sistem zonasi. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan distribusi siswa yang lebih merata, mengurangi disparitas kualitas antar sekolah, dan meningkatkan akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.
Sistem zonasi diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2017. Kebijakan ini berupaya mengatasi ketimpangan akses pendidikan dan mendorong pemerataan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Sebelum adanya sistem zonasi, penerimaan siswa sering kali didasarkan pada prestasi akademik atau kemampuan finansial, yang menyebabkan konsentrasi siswa berprestasi di sekolah-sekolah favorit dan mengabaikan sekolah-sekolah di wilayah terpencil atau kurang berkembang.
Adapun tujuan dari sistem zonasi, yakni:
1. Pemerataan Akses Pendidikan
Sistem zonasi bertujuan untuk memastikan semua anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas, tanpa terhalang oleh jarak atau kemampuan finansial.
 Â
2. Peningkatan Kualitas Pendidikan
Dengan menyebarkan siswa berprestasi secara merata, diharapkan sekolah-sekolah yang sebelumnya kurang diminati akan mendapatkan siswa-siswa berkualitas yang dapat meningkatkan standar pendidikan di sekolah tersebut.
 Â
3. Mengurangi Segregasi Sosial
Sistem ini juga berusaha mengurangi segregasi sosial yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan finansial, dengan memungkinkan anak-anak dari berbagai latar belakang untuk bersekolah di sekolah yang sama.
Dalam sistem zonasi, penerimaan siswa baru dibagi menjadi beberapa jalur, yaitu:
1. Jalur ZonasiÂ
Sebagian besar kuota penerimaan siswa dialokasikan untuk siswa yang tinggal di zona terdekat dengan sekolah. Persentase yang ditetapkan oleh pemerintah bervariasi, namun biasanya sekitar 50-90% dari total kapasitas sekolah.
2. Jalur PrestasiÂ
Jalur ini diperuntukkan bagi siswa yang memiliki prestasi akademik atau non-akademik. Kuotanya berkisar antara 5-30%, tergantung kebijakan daerah setempat.
3. Jalur Afirmasi
Dialokasikan untuk siswa dari keluarga kurang mampu atau memiliki kebutuhan khusus. Kuotanya biasanya sekitar 5-15%.
4. Jalur Perpindahan Orang Tua
Kuota ini untuk anak-anak yang orang tuanya pindah tugas. Biasanya, kuota ini tidak terlalu besar, sekitar 2-5%.
Dampak Positif Sistem Zonasi
1. Pemerataan Pendidikan
Dengan sistem zonasi, sekolah-sekolah di daerah yang sebelumnya kurang diminati mendapatkan siswa-siswa dari berbagai latar belakang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas dan reputasi sekolah tersebut.
2. Dekatnya Sekolah dengan Tempat Tinggal
Siswa tidak perlu melakukan perjalanan jauh untuk pergi ke sekolah, sehingga mengurangi beban transportasi dan meningkatkan waktu belajar serta kesejahteraan siswa.
3. Interaksi Sosial yang Beragam
Siswa dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi bersekolah di tempat yang sama, yang dapat mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kohesi sosial di masyarakat.
Tantangan dan Kritik
1. Kualitas Guru dan Sarana Prasarana
Salah satu kritik utama terhadap sistem zonasi adalah bahwa pemerataan siswa tidak otomatis menghasilkan pemerataan kualitas pendidikan. Banyak sekolah di daerah terpencil yang masih kekurangan guru berkualitas dan fasilitas pendidikan yang memadai.
2. Proses Transisi
Implementasi sistem zonasi memerlukan waktu dan adaptasi, baik dari pihak sekolah maupun orang tua. Beberapa orang tua merasa khawatir anak-anak mereka tidak mendapatkan pendidikan yang maksimal jika tidak diterima di sekolah favorit.
3. Pengaruh Terhadap Prestasi Akademik
Ada kekhawatiran bahwa siswa berprestasi yang tersebar di berbagai sekolah mungkin tidak mendapatkan lingkungan yang cukup kompetitif untuk mendorong prestasi mereka lebih tinggi.
Beberapa studi menunjukkan bahwa sistem zonasi memiliki dampak yang beragam di berbagai daerah. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, implementasi sistem ini terlihat lebih berhasil dalam pemerataan akses pendidikan. Namun, di daerah terpencil, tantangan dalam hal infrastruktur dan kualitas pendidikan masih menjadi hambatan besar.
Di Surabaya, misalnya, pemerintah kota telah berusaha keras untuk meningkatkan kualitas semua sekolah sebelum implementasi sistem zonasi. Hasilnya, banyak sekolah yang dulunya kurang diminati kini mulai dilirik oleh para orang tua dan siswa. Program peningkatan kualitas guru, renovasi fasilitas sekolah, dan dukungan tambahan untuk siswa berprestasi telah membantu mengurangi kesenjangan antar sekolah.
Untuk mendukung sistem zonasi, pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan tambahan, seperti:
1. Peningkatan Kualitas Guru
Melalui program pelatihan dan sertifikasi, diharapkan semua guru memiliki kompetensi yang memadai untuk mengajar di berbagai kondisi dan lingkungan.
2. Peningkatan Infrastruktur Sekolah
Pemerintah berupaya meningkatkan fasilitas sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil, agar setara dengan sekolah-sekolah di perkotaan.
3. Bantuan Pendidikan
Melalui program bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), pemerintah membantu siswa dari keluarga kurang mampu untuk tetap mendapatkan pendidikan yang layak.
Keberhasilan sistem zonasi sangat bergantung pada komitmen pemerintah dan semua pemangku kepentingan dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara merata. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, kebijakan ini memiliki potensi besar untuk mengurangi kesenjangan pendidikan dan memberikan kesempatan yang lebih adil bagi semua siswa.Â
Dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan, sistem zonasi dapat menjadi fondasi yang kuat untuk sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H