Relakan Kucing yang Dicintai 'Pergi'
Saat menonton adegan Yamamoto dan Gin’ougo melewati hari di kamar apartemen, mau tak mau saya pun teringat masa-masa bersama Wawan saat dirinya masih sehat.Â
Bagi para orang tua anabul alias anak bulu, kehadiran mereka adalah teman yang menyenangkan karena tanpa harus berkata-kata (atau berpura-pura?) layaknya manusia, kita dapat merasakan tulusnya cinta dari para anabul itu.
Gin’ougo pun menjadi penyemangat untuk Yamamoto yang jatuh bangun meniti karir sebagai mangaka dengan begitu ketatnya persaingan di dunia manga. Untuk menutupi biaya hidup sehari-hari mereka berdua, Yamamoto juga bekerja sebagai kasir supermarket.
Tanpa terasa, Gin’ougo pun menjadi kucing tua. Setelah menguburkan Wawan karena sakit di usia tuanya, saya akhirnya paham bahwa kematian hewan peliharaan itu jelas tak terelakkan, namun hal itu tetap menyakitkan dan menyesakkan.
Adegan saat Yamamoto membawa Gin’ougo berobat ke vet juga membuat saya kembali terkenang dengan pengalaman yang sama dengan Wawan saat di dokter hewan. Keputusan dilematis antara 'menidurkan (euthanasia)' atau membiarkan Gin’ougo meninggal secara alami pun sempat dialami Yamamoto setelah mendengar hasil diagnosis di klinik hewan.
Jiwa Kucing Selalu di Sekitar Kita
Jika kita belum pernah merawat hewan, pasti melihat seseorang yang menangisi anabul tercintanya setelah mereka meninggal maupun hilang tanpa kabar itu mungkin terasa absurd dan berlebihan serta tak masuk akal. Itu pulalah yang dilihat teman Yamamoto ketika melihatnya terpuruk setelah hanya foto-foto Gin’ougo yang kini tersisa.
Tapi, percayalah, seperti halnya manusia yang terdiri atas jiwa dan raga, kucing pun juga memiliki ruh selain bentuk fisiknya. Yamamoto masih merasakan Gin’ougo ada di sekitarnya sekalipun dunia mereka berdua kini telah beda dimensinya.
Hal serupa juga saya rasakan usai Wawan raganya tak lagi bersama saya serta Buban, yaitu kucing betina berusia dua tahun yang juga hasil rescue dan selama dua tahun ini tinggal bersama Wawan di lantai dua rumah.Â
Kenangan tentang Gin’ougo ternyata juga memotivasi Yamamoto untuk tak lama-lama bersedih dan terus melanjutkan hidup karena (jiwa) hewan yang telah kita rawat itu ternyata tetap ingin pemiliknya bahagia meskipun raga mereka tak lagi ada di dunia.