Selain batik, kain tradisional Indonesia apalagi yang Anda ketahui? Kita patut berbangga karena memiliki kain endek (Bali), ulos (Sumatera Utara), songket, tapis, dan tenun (Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara), Lipa Sabbe (Sulawesi) serta masih banyak lagi kain adat Indonesia.
Tahun 2017 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 33 jenis kain tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, mulai kain Kerawang Gayo dari Aceh hingga kain Tais Pet dari Maluku sebagai warisan budaya tak benda. Nah, jika kita belum bisa mengunjungi langsung ke-33 daerah tersebut, kunjungan ke Museum Tekstil di Tanah Abang Jakarta Pusat dapat mewakili lho!
Saya mengunjungi Museum Tekstil, yang berdiri sejak 28 Juni 1976, tak lama sebelum pandemi pada awal  2020. Saat itu, saya ke sana dalam rangka study tour dan bertugas sebagai pendamping untuk para mahasiswa ekonomi di semester 1.
Tujuan study tour kami waktu itu adalah untuk mengetahui seberapa banyak dan jenis kain tradisional yang dijual di Pasar Tanah Abang sebagai pusat grosir terbesar di Indonesia serta nilai ekonominya bagi para pelaku UMKM kain dan tenun. Tentu saja, kain batik Jawa yang dominan ditemui di Pasar Tanah Abang sedangkan kain adat lainnya baru tersedia jika dipesan.
Selama kunjungan di Museum Tekstil itulah, saya (dan juga para mahasiswa) baru menyadari betapa kayanya wastra Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas karena selama ini, kami lebih mengenal kain batik yang terutama dari Jawa. Padahal, ada pula lho kain Batik Betawi yang khas dengan warna-warni cerahnya.
Nah, selama musim liburan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 (Nataru) ini, Museum Tekstil Jakarta ini bisa menjadi rekomendasi wisata museum yang mudah akses transportasinya dan juga murah tiket masuknya. Pastikan pula Anda memotret kain-kain estetik di sana dan langsung dibagikan di media sosial agar lebih terjaga dokumennya kelak.
Jujur, saya menyesal tak sempat mem-back up foto-foto di Museum Tekstil tersebut karena laptop saya rusak tak lama setelah dari sana dan data berupa foto banyak yang tak dapat terselamatkan, hiks! Tapi, meskipun mayoritas sumber foto di artikel ini bukan koleksi pribadi saya (hanya tersisa satu foto dari arsip smartphone), namun InsyaAllah kenangan selama di Museum Tekstil yang asri itu tentu saja asli pengalaman pribadi saya. Â
Dekat dari stasiun dan pusat grosir
Museum Tekstil Jakarta ini dapat dicapai cukup dengan berjalan kaki dari Stasiun Tanah Abang selama 10-15 menit (tergantung kecepatan jalan seseorang). Bagi para audiens museum, mudahnya akses menuju suatu museum jelas menjadi salah satu faktor pertimbangan selain isi museum yang memang diminati.
Definisi audiens museum menurut seorang ahli museum dari Inggris yaitu Eilian Hooper-Greenhill (2006) menyebutkan bahwa audiens museum terdiri atas 3 kategori:
(1) Pengunjung museum/museum visitors yaitu mereka yang sebelumnya telah datang berkunjung ke museum apapun,
(2) Calon pengunjung museum/potential visitors yaitu mereka yang belum menjadi pengunjung museum atau belum pernah mengunjungi museum apapun, dan
(3) Calon pengunjung situs daring/website dan media sosial museum (virtual visitor).
Menurut saya, Museum Tekstil Jakarta termasuk museum dengan situs:
https://museumtekstiljakarta.org/
dan media sosialnya, terutama akun Instagram resmi: @museum_tekstiljkt yang aktif dan responsif. Jadi, kita bisa mendapat info penting sebelum berkunjung.
Museum Tekstil ini juga cocok untuk segala usia dan (relatif) ramah anak karena (cukup) terbuka desainnya serta hanya terdiri atas satu lantai di setiap gedungnya. Bagi para pecinta belanja, setelah dari Museum Tekstil ini juga dapat menuju Pasar Tanah Abang untuk membeli kain adat, terutama batik.
Jika Anda tertarik dengan tata cara pembuatan batik, boleh lho ikutan kelas membatik (Batik Workshop) di Museum Tekstil yang berlokasi di Jalan Aipda K.S. Tubun ini yang dibuka saat jumlah pesertanya minimal 10 orang waktu itu. Saat saya dan rombongan di sana, kami sempat menyaksikan Batik Workshop yang berlangsung di Pendopo Museum Tekstil untuk para murid SMU dari sebuah sekolah internasional di Bogor.
Harga tiket tak sampai sepuluh ribu
Harga tiket masuk (HTM) Museum Tekstil ini sangat terjangkau yaitu hanya Rp. 5,000 (umum), Rp. 3,000 (mahasiswa) dan Rp. 2,000 (pelajar). Namun, kita tentu harus membayar ekstra jika ingin mengikuti kelas membatik dan jumputan sebesar Rp. 40,000.
Saat memasuki gedung utama Museum Tekstil, kita akan melihat sejumlah kain yang dipajang di tengah ruangan maupun yang disandarkan di tembok. Menurut staf museum, kain tersebut rutin dibersihkan dengan teknik khusus sehingga terus awet dan terutama tetap berkilau permukaan kainnya karena saya perhatikan, banyak kain adat di sana yang bercorak keemasan maupun berwarna cerah.
Di Museum Tekstil yang kembali dibuka untuk umum ini pada Selasa, 26 Desember 2023 lalu untuk proses maintenance (perawatan) sejak bulan Oktober lalu, ada 7 lokasi  yang dapat kita kunjungi antara lain:
1. Pameran Temporer
2. Kids Zone
3. Galeri Batik
4. Taman Pewarna Alam
5. Ruang Pengenalan Wastra
6. Perpustakaan
7. Pendopo Batik
Jadi, bermodalkan di bawah Rp. 10,000, kita dapat melihat langsung koleksi batik dari Jawa dan wastra tenun dari Sumatera, antara lain kain tenun Tampan dan Tatibin dari Lampung yang cerah nan elegan.
Setelah dari Museum Tekstil, saya pun berpikir, sudah saatnya kain tenun untuk sama populer dan mudah didapat seperti halnya batik selama ini. Jadi, wastra tenun tak hanya untuk prosesi upacara adat, namun juga untuk baju sehari-hari.
Gedung terbuka dan taman rindang
Saat memasuki kawasan Museum Tekstil, kesan sejuk langsung menyapa kita dengan deretan pohon yang rindang. Saya dan para mahasiswa pun sempat makan siang di sana dengan menggelar tikar di dekat Pendopo Batik.
Pihak museum telah mengizinkan selama para pengunjung museum tetap menjaga kebersihan dan ketertiban di area taman. Tetapi, kita tentu saja dilarang untuk makan dan minum di dalam gedung museum agar tak mengotori ruangan, tak terkecuali kain adat yang berada di dalamnya.
Per April 2023, Museum Tekstil telah memiliki koleksi tekstil sekitar 2.500 yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jumlah koleksi tersebut jelas akan terus bertambah ke depannya sehingga perawatan kain pun makin intensif.
Ohya, Museum Tekstil ini buka dari hari Selasa hingga Minggu (Senin libur) pada pukul 09.00-16.00. Jika kita ingin lebih leluasa mengamati satu per satu koleksi wastra di sana, sebaiknya kita datang antara pukul 9.00-11.00 karena setelah itu, pengunjung museum akan banyak berdatangan, terutama saat liburan.
Bagaimana, semakin tertarik kan untuk mengunjungi Museum Tekstil Jakarta? Yuk, mari terus populerkan kain adat Indonesia ke seluruh dunia dengan bangga memakainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H