Sebagai blogger dan juga Kompasianer, manakah yang lebih sering Anda tayangkan? Artikel di blog atau konten (microblogging: foto, video) di media sosial?
Idealnya sih, jumlah artikel blog dan konten media sosial itu seimbang karena tautan artikel blog dapat kita bagikan di media sosial. Tapi, seringnya salah satu lebih dominan karena urusan cuan hehehe...
Selama hampir 10 tahun, tepatnya sembilan tahun menjadi blogger, saya mendapati langsung tren blogging yang dinamis. Dulu, blog identik dengan tulisan (curhat) sang blogger dan tak terlalu dipusingkan dengan urusan infografis artikel ataupun konten sponsor berbayar.
Kini, banyak blog pribadi tak ubahnya mirip situs promosi dari berbagai klien. Hal itu memang tergantung pilihan pribadi para blogger dalam mengelola blognya.
Itulah yang membuat Hari Blogger Nasional pada setiap 27 Oktober ini membuat saya mempertanyakan, "Apakah blogger itu sejatinya writer ataukah influencer/marketer?"Â
Nah, selamat membaca penjelasan ketiga poin ini ya, Kompasianer.
Isi artikel blog vs desain grafis blog
Bagi blogger yang rajin mengikuti lomba blog, pasti paham deh ya kini semakin banyak panitia lomba blog itu tak hanya menilai dari isi, tapi juga tampilan infografis.Â
Untuk Kompasianer, bolehlah menarik nafas lega karena Kompasiana masih lebih mengutamakan isi saat menilai artikel peserta lomba blog. Â
Boleh dicek, untuk lomba blog selain Kompasiana, tak sedikit kita jumpai pemenangnya adalah yang jago untuk desain grafisnya tapi isi artikelnya boleh dibilang ya...biasa saja.Â
Positifnya, blogger jelas harus menambah keahlian menulis mereka dengan kemampuan dasar multimedia via sejumlah aplikasi.
Di sisi lain, umumnya blogger itu memang lebih kuat sisi menulisnya (writing skill) daripada kemampuan desainnya. Jadi, kalau ada blogger plus desainer grafis, wah itu boleh dibilang sangat langka jumlahnya dan berharga skill-nya sehingga pasti mahal bayarannya hahaha...
Jalan tengahnya yang saya lihat selama ini, fokus pada satu topik tertentu untuk artikel blog lebih mendukung seorang blogger untuk memiliki ciri khasnya (branding) tersendiri.Â
Kalau sudah begitu, nama blogger tersebut langsung akan teringat (top of mind) ketika baik klien maupun pembaca umum mengetikkan kata kunci di Google saat mencari informasi spesifik.
Menulis organik vs konten sponsor
Jujur, saya pribadi lebih senang membaca blog yang sudah memiliki niche khusus sehingga akan lebih mudah dalam memahami isi artikelnya yang bersifat organik.Â
Namun, saat seorang blogger lebih memilih segala macam topik di blognya atau blog 'gado-gado', tentu saja itu adalah hak pribadi untuk dihormati.
Blogger jelas harus bersikap idealis sekaligus realistis ketika menerima tawaran konten sponsor yang berbayar (sponsored contents) dari para klien.
 Beberapa Kompasianer senior mengungkapkan pada saya secara pribadi, mereka lebih memilih untuk mempertahankan reputasi baik sebagai blogger daripada menulis tentang sesuatu produk atau jasa (service) yang mereka masih asing alias tak yakin tentang kualitasnya sehingga reviewnya nanti malah membuat blunder untuk citra sang blogger.
Saya sampai menyesal setelah mengetahui lomba blog pribadi yang saya ikuti dan bahkan menjadi juara harapan, ternyata diadakan oleh perusahaan yang merusak hutan tropis di Indonesia selama bertahun-tahun, hiks!Â
Sejak saat itu, saya rutin memeriksa detil profil penyelenggara lomba blog agar tak ada penyesalan di kemudian hari. Â
Syukurlah di Kompasiana selama ini, para admin dan juga pengurus komunitas telah memilih sponsor lomba blog dengan selektif. Saat menang, kita pun lega, dan jika  kalah, itu hal yang lumrah, setuju?
Fokus blogging vs hybrid vlogging
Sejak menjamurnya vlogging, tak dapat dipungkiri bahwa banyak  blogger yang lalu lebih menekuni profesi vlogger. Ada pula yang menjalani hybrid content creator sebagai blogger plus vlogger.
Tentu saja, blogging dan vlogging memiliki tantangannya masing-masing. Menurut saya, blogging itu lebih cocok bagi para penulis yang termasuk introvert, sedangkan vlogging sesuai untuk para extrovert yang nyaman bicara dan beraksi di depan kamera.
Jadi, bagi para ambivert (seimbang antara sisi introvert dan ekstrovert), melakoni profesi sebagai blogger dan juga vlogger itu tentu sangat menyenangkan. Saya pribadi hingga saat ini (dan sepertinya untuk seterusnya) memang lebih menikmati dunia blogging hihihi...
Solusinya, para blogger dan vlogger dapat saling bekerja sama saat menghasilkan konten multimedia  yang berkualitas. Kemampuan menulis blogger yang oke dapat dioptimalkan untuk membuat skrip materi vlog yang kreatif untuk lalu ditampilkan oleh para vlogger dengan penuh rasa percaya diri.
Sejatinya, sebagai blogger, tulisan kita dapat membawa pengaruh baik (positive influence) bagi para pembaca blog. Kalau sudah begitu, bonus materi dan reputasi terpercaya pun akan mengikuti, InsyaAllah. Selamat Hari Blogger dan tetap semangat menulis ya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H