Memang sih, kita tak memungkiri bahwa hewan tersebut dirawat dengan baik, bahkan banyak pula anjing dan kucing milik para influencer yang menjadi model untuk iklan pakan hewan maupun klinik hewan. Unsur edukasi plus hiburan membuat konten gemoy dari para selebriti berbentuk anak berbulu (anabul) yaitu celebcat & celebdog tersebut ramai diserbu para animal lovers.
Tapi, apa kontennya tetap membuat gumush saat ditunjukkan tutorial memandikan ular piton segede gaban bersama para keponakan berusia TK dan SD dari seorang YouTuber lainnya yang rumahnya (hampir) mirip kebun binatang tersebut? Meskipun di awal vlog disebutkan ular albino itu telah jinak, tetep aja kan ular itu bukan hewan domestik layaknya anjing dan kucing, auto tepok jidat deh!
Ada lagi konten dari YouTuber tersebut yang bernama 'the cage challenge' yaitu tantangan masuk kandang macan milik orang lain bersama anjingnya. Okay, proses syutingnya memang dalam pengawasan penuh para pawang sehingga resiko dicakar si macan dewasa itu dapat diminimalisir sehingga si vlogger (terlihat) menjadi keren dan pemberani bersama anjingnya.
Namun, bagaimana dengan para penonton video tersebut, terutama yang belum dewasa yaitu usia sekolah dan remaja? Tak tertutup kemungkinan, mayoritas penonton di bawah umur tersebut hanya fokus pada aksi kerennya tanpa jauh memikirkan faktor resikonya.
Saya pernah mendengar langsung komentar anak-anak tetangga berusia SD yang ingin memelihara macan karena terlihat keren seperti sejumlah video YouTube saat saya memberi makan sore sejumlah kucing jalanan di depan rumah.Â
"Kalian sanggup enggak memelihara kucing sebelum pingin mengurus harimau? Macan itu badannya berkali-kali lipat besarnya dari kucing-kucing ini lho dan rumahnya seharusnya di hutan!" ujar saya.
Mereka pun langsung ternganga setelah mendengar kalimat saya tersebut.Â
"Lebih baik kalian rajin belajar supaya besarnya nanti dokter hewan jika memang sayang binatang supaya banyak satwa dapat ditolong dan bukan cuma untuk dibuat video," tambah saya.
Maka itulah, "kritik sosial" dari netizen dan "peraturan legal" dari pemerintah mutlak ada secara terus-menerus agar materi konten tak hanya viral, namun juga memiliki nilai moral. Jangan sampai terjadi 'The Broken Window Theory' yaitu saat ketidakteraturan di masyarakat dianggap perkara kecil sehingga memicu kasus kriminal yang lebih parah nantinya.
Teori Jendela Pecah (The Broken Window Theory) menyatakan bahwa saat kejahatan ataupun ketidakteraturan kecil, seperti vandalisme dan merusak kaca rumah kosong, dibiarkan tanpa ditindaklanjuti, maka akan lebih banyak orang melakukan hal serupa karena dianggap wajar dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan dalam skala yang lebih besar. Teori kriminologi tersebut dirumuskan bersama oleh Profesor James Q. Wilson dan George L. Keliling dari ilmu sosial di Harvard University pada tahun 1982.