Wajar saja jika tak hanya anak-anak sang profesor yang mampu berkuliah hingga S3, namun juga buah hati para PRT tersebut dapat lulus kuliah dari gaji orang tuanya yang bukan sarjana.
Kita akui, memang tak semua keluarga dapat menggaji PRT mereka dengan berlebihan. Namun, minimal gaji PRT tersebut dapat menutupi biaya hidup sehari-hari mereka sehingga para PRT dan keluarganya dapat hidup layak sepanjang waktu.
Masalah 2: Jam kerja panjang
Solusi: Pekerjakan Sesuai dengan Kemampuan
Beberapa waktu lalu, saya menyaksikan tayangan di televisi tentang pengakuan seorang PRT pria di rumah salah seorang pemimpin daerah di Pulau Jawa.
Pria yang telah bekerja selama 15 tahun pada keluarga pemimpin daerah tersebut menyampaikan bahwa dirinya, yang tinggal bersama keluarga pejabat tersebut sejak atasannya masih menjadi praktisi hingga kini menjadi politisi, memiliki jam kerja selama 12 jam setiap harinya sebagai PRT.
Saat dirinya dimintai bantuan di luar waktu jam resmi kerjanya dari pukul 5.00 pagi hingga 17.00 sore, maka PRT laki-laki yang berusia sekitar pertengahan 30-an tahun tersebut mendapatkan upah lembur yang dihitung per jam dan dibayarkan saat gajian di bulan berikutnya.
Bagaimanapun juga, PRT adalah manusia yang bernyawa dan bukannya mesin robot yang dapat diperintahkan kapan saja. Robot saja tetap perlu diistirahatkan mesinnya secara berkala agar tak lekas rusak, apalagi badan dan pikiran manusia.
Usia dan kondisi kesehatan PRT juga harus menjadi pertimbangan kita saat menugaskannya untuk melakukan suatu pekerjaan sehingga kondisi kesehatan PRT tetap terjaga. Ketika PRT sampai jatuh sakit karena kelelahan, maka lancarnya kegiatan suatu keluarga sehari-harinya pun dapat terganggu, sayang kan?
Masalah 3: Pelecehan fisik maupun mental
Solusi: Perlakukan dengan Penuh KehormatanÂ