Startup yang sukses di satu negara belum tentu akan mengalami hal yang sama saat diterapkan di negara lain. Detil ini yang kadang terlewat oleh para founder startup yang lama tinggal ataupun sekolah di luar negeri saat membangun startup di negara asalnya.
Seorang mantan pegawai startup yang bergerak di bidang handmade accessories, kita panggil saja dia Kak Hayati, merasakan langsung beratnya bertugas sebagai staf marketing selama setahun.Â
Di luar negeri, terutama negara-negara Barat, kerajinan tangan khas daerah di Indonesia, jelas memiliki daya tarik dan keunikan khusus sehingga pangsa pasarnya lebih luas.
Kondisi sebaliknya terjadi di Indonesia yang belum (terlalu) menghargai hasil karya seniman, tak terkecuali kerajinan tangan hasil buatan pengrajin lokal. Kak Hayati menemukan bahwa memasarkan produk tersebut sulitnya sudah mirip dengan mencari jarum dalam setumpuk jerami karena konsumen dan pasarnya sangat spesifik.
Tak heran, startup ini pun gulung tikar sebelum menginjak usianya yang kelima padahal sebelumnya telah menerima sejumlah penghargaan sebagai startup yang inovatif. Jika ditilik ke belakang, ide bisnis startup ini memang menarik namun ternyata tidak atau belum dapat berkembang di Indonesia.
Startup memang bukanlah (satu-satunya) 'obat ajaib' untuk masalah ekonomi maupun pengangguran di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Meskipun begitu, semakin banyaknya startup yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka kemajuan ekonomi suatu negara pun akan meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H