Ramadan adalah bulan kesabaran. Seseorang berlatih untuk menahan lapar dan hawa nafsu dari pagi hingga petang. Tapi, seringkali yang lapar itu bukan hanya perut, tapi juga mata saat berbelanja.Â
Tak heran saat akan berbuka, kita akan mudah tergoda untuk membeli makanan dan minuman. Bahkan tak jarang, bahan baku menu berbuka itu dari satu jenis namun diolah menjadi berbagai variasi.
Contohnya, sudah membeli kolak pisang, masih ditambah pisang goreng. Lalu, melihat es pisang palu butung, jadi tertarik. Saat ada promo nugget pisang via online food, sayang juga nih kalau dilewatkan. Waktu di meja makan, baru deh sadar: "Ini kenapa pisang semuanya ya?" Namun, tidak mungkin kan dibuang.
Godaan kalap berbelanja tambah terasa saat isi dompet menebal. Â Dalih (sekali-kali) memanjakan diri pun jadi senjata utama. "Ah kan Ramadan enggak setiap hari ini," begitu kilah banyak orang saat membeli ini-itu menjelang waktu berbuka.
Sebenarnya sih tidak (terlalu) jadi masalah  jika semua makanan dan minuman itu ada yang menghabiskan. Kalaupun tidak habis dimakan sendiri, makanan dan minuman tersebut masih bisa disumbangkan ke orang-orang yang lebih membutuhkan.
Masalah terjadi ketika lapar mata saat belanja namun tak selera menghabiskannya. Â Tambah parah ketika dari awal, makanan sudah dicicipi di sana-sini. Makanan sisa itu pun kurang pantas untuk diberikan ke orang lain karena tak dipisahkan dahulu sebelum dicicipi.
Nah, untuk menghindari membuang-buang makanan setelah kalap berbelanja sebelum berbuka, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan. Meskipun seseorang memiliki dana lebih untuk berbelanja saat Ramadan, idealnya dana yang ada tidak semuanya dihabiskan untuk makanan.
Daftar belanja makanan per minggu juga membuat seseorang dapat (lebih cermat) menghitung dana yang diperlukan. Misalnya, dana untuk berbuka setiap sore yaitu sekitar Rp.50.000. Saat dikalikan 30 hari, totalnya sudah 1.5 juta rupiah lho.
Jika membeli makanan (lumayan) menyedot isi dompet, memasak pun bisa jadi pilihan. Â Memasak memang memerlukan waktu ekstra dan tenaga. Namun, porsinya bisa lebih banyak sesuai selera dan kebersihannya pun terjamin.
Saat sudah menyusun daftar belanja makanan per minggu, baik membeli matang maupun masih mentah, kita juga bisa melihat pola dan kebiasaan makan. Hal itu sekaligus pengingat apakah kita sudah cukup mengonsumsi pangan bergizi, termasuk buah dan sayur.
Kedua, beli atau masak makanan dalam porsi kecil yang terpisah-pisah saat dihidangkan. Strategi ini penting agar jika satu jenis masakan tidak habis, porsi lainnya yang belum dicicipi masih pantas untuk diberikan kepada orang lain.
Penjual makanan takjil selama Ramadan umumnya sudah membungkus makanan dalam ukuran tertentu. Sebelum berbuka, bagi makanan menjadi dua bagian. Satu bagian untuk langsung dimakan dan satu lagi untuk tambahan jika masih lapar.
Kalau kita sudah kenyang setelah mengonsumsi bagian yang dihidangkan, porsi tambahan itu bisa disimpan di kulkas. Jadi, buka shaum esoknya, porsi itu masih enak dan layak dikonsumsi.
Ramadan juga mengajarkan semangat berbagi kebaikan. Â Porsi yang belum dimakan itu bisa diberikan ke tetangga atau lingkungan terdekat. Â Selama Ramadan di tengah pandemi ini, tak tertutup kemungkinan ada banyak keluarga yang mengalami kesulitan keuangan karena terbatasnya aktifitas ekonomi. Sumbangan makanan pun akan terasa sangat meringankan beban mereka.
Ketiga, minta seseorang untuk mengingatkan kita saat berbelanja. Â Saat pergi sendirian, apalagi dengan membawa banyak uang, seringkali seseorang sulit mengontrol nafsu belanjanya karena tidak ada yang menegur. Â
Saat ada yang menemani belanja, minimal orang tersebut bisa bertanya ketika belanja kita sudah berlebihan. Â Pastikan juga orang yang menemani belanja itu termasuk orang yang hemat dan bisa bicara jujur apa adanya. Â Kalau dua orang yang boros belanja bersama, bisa gawat!
Tak ada salahnya juga orang tersebut bisa berbagi porsi belanja dengan kita. Misalnya, kita membeli atau memasak makanan dan orang tersebut bertugas untuk menyediakan minuman. Â Menu bisa lebih bervariasi namun tidak harus boros.
Kehadiran orang lain juga dapat mengingatkan kita untuk berbelanja atau memasak yang sehat. Terlebih jika orang tersebut juga mengetahui riwayat kesehatan kita. Contohnya, es teler memang menggoda. Tapi jika tak tahan, setidaknya orang yang menemani belanja dan tahu kita pernah dirawat karena diabetes, bisa mengingatkan gula darah bisa naik drastis setelah meminumnya.
Sejatinya, Ramadan bukan hanya bulan untuk menahan nafsu makan dan amarah, namun juga meningkatkan kontrol diri setiap hari. Â Perut jelas lapar dan meronta, tetapi mata (dan kepala) harus tetap bisa menyikapinya dengan bijaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H