Maka itulah, saya bertekad untuk bisa berhaji antara usia 40 hingga 50 tahun, Aamin YRA. Di usia tersebut, umumnya seseorang telah matang dan tenang secara personal, profesional, dan sosial, sehingga siap lahir batin untuk berhaji. Â Â Â
InsyaAllah, seizin Allah swt, dengan ibadah haji sebagai prioritas utama, ke Tanah Suci tak lagi mimpi karena dipersiapkan sedini mungkin. Â Inilah persiapan yang saya lakukan untuk menyambut Saatnya Berhaji nanti.
Setahun sebelum berhaji, orang tua saya rutin berjalan kaki di sekitar komplek rumah. Â 'Pemanasan' tersebut membantu selama berhaji, terutama ketika melakukan nafar awal pada 12 Zulhijjah yang menempuh jarak sekitar 11 km.
Orang tua kini sering berpesan agar saya (lebih) sering berjalan kaki dan berolahraga, terutama jogging. Mereka mendapati, jemaah haji di bawah 60 tahun relatif lebih kuat ketika harus berjalan jauh selama berhaji.
Data Kementerian Agama (Kemenag) RI tahun 2017 dan 2018 menunjukkan, di atas 50% jemaah haji Indonesia berusia 51 - 75 tahun. Â Padahal, usia 60 tahun ke atas tergolong beresiko tinggi (risti), terutama karena faktor kelelahan dan penyakit.
Seiring persiapan fisik, mental calon jemaah haji wajib pula untuk ditata jauh-jauh hari. Â Kesabaran dan keikhlasan adalah kunci utamanya. Â Menurut orang tua saya, di Tanah Suci Mekkah dan Madinah, jemaah haji dari seluruh dunia berkumpul.
Perbedaan budaya antar bangsa pun akan ditemui. Â Ayah dan Ibu bertutur, jemaah haji dari Cina dan Jepang bertutur-kata lemah lembut. Â Jemaah haji dari Turki dan Bangladesh kerap bergandengan tangan dengan kelompoknya.
Senantiasa berzikir dan beristighfar menjadi obat yang mujarab, khususnya ketika berhaji. Â Ketika niat berhaji adalah ikhlas karena Allah swt (lillahi ta'ala) dan memenuhi panggilanNya, ketangguhan fisik dan mental akan optimal. Â Â Â