Segenap anak Indonesia di bulan Juli ini memiliki hari istimewa yang harus disambut dengan gembira.  Setiap tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati "Hari Anak Nasional (HAN)". Perayaan puncak HAN pada 23 Juli 2018 berlokasi di Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur.
Tema HAN tahun 2018 ini adalah "Anak Indonesia GENIUS (Gesit, Empati, Berani, Unggul, Sehat)". Untuk menghasilkan anak-anak yang genius dalam suatu keluarga, pola pengasuhan yang berkualitas menjadi kunci utama. Tentunya pengasuhan seorang anak dimulai sejak masih dalam kandungan, saat lahir dan semakin intensif ketika anak masih balita (sebelum memasuki sekolah).
Siapapun yang pernah mengasuh anak balita pasti menyadari, menjaga balita memang perlu kesabaran yang luar biasa. Â Pengalaman saya dengan anak balita dari keluarga dan juga teman berulangkali membuat saya tersadar tentang pentingnya kesabaran ekstra saat bersama mereka.
Usia balita juga merupakan periode emas perkembangan seorang manusia, terutama ketika anak berusia 1 sampai 3 tahun. Â Di usia itulah, perkembangan syaraf otak seorang balita sedang berkembang dengan luar biasa optimalnya. Â Otak balita mirip spons atau busa yang dapat menyerap segala hal yang diajarkan kepadanya sehingga memudahkannya belajar bicara kepada orang lain di sekitarnya.
Anak yang sejak balita sudah memiliki pola komunikasi yang baik serta terbuka dengan orang tua dalam keluarganya akan tumbuh berkembang secara utuh, terutama kecerdasan emosionalnya. Â Maka itulah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA-RI) menyelenggarakan HAN 2018 ini dengan mendengarkan suara para anak Indonesia yang tergabung dalam "Forum Anak Nasional" dan menyertakan mereka sebagai pelaku utama puncak acara HAN atau bukan sebatas peserta seperti perayaan puncak HAN di tahun-tahun sebelumnya. Â Â Â
Maka inilah tiga tips sederhana dalam mengasuh anak balita. Â Selamat membaca dan mempraktekkannya sehari-hari. Â Semoga bermanfaat dan menginspirasi setiap orang tua dan keluarga yang memiliki balita.
1. Mengetahui tingkat tumbuh-kembang balita sesuai usianya
Setiap usia anak jelas memiliki karakteristik tumbuh-kembang yang unik. Â Contohnya usia bayi hingga 1 tahun ditandai dengan pertumbuhan fisik yang pesat. Â Lalu usia 2 hingga 3 tahun, anak balita sedang aktif secara fisik dan juga berkembang kemampuan bicaranya karena umumnya sudah lancar berjalan dan mulai bicara. Â Di masa ini, balita sangat ideal dikenalkan dengan alam terbuka.Â
Saat memasuki TK, usia 4 sampai 5 tahun, anak akan lebih kritis dan mengerti konsep berbagi dengan orang lain.  Pastinya, anak balita harus selalu didampingi orang dewasa ketika berada di luar rumah agar dirinya dapat membedakan antara orang asing dan orang yang telah dikenalnya.
2. Memahami karakteristik pribadi setiap anak balita
Bahkan dari bayi pun, seorang anak sudah memiliki kecenderungan menjadi pribadi yang kalem dan tenang atau aktif dan periang. Â Kunci pengasuhannya adalah menerima anak balita sesuai apa adanya mereka sambil mengoptimalkan kelebihannya. Â Patut diingat, setiap anak memiliki karakter masing-masing yang unik, bahkan anak kembar identik sekalipun memiliki kepribadian yang khas.Â
Anak balita pendiam dapat diajarkan bicara dengan membacakannya buku dan menggambar bersama. Â Bagi anak energik, mengajarkannya bicara lebih efektif dengan cara mengajaknya menyanyi sambil menggerakkan badan agar lebih menyenangkan dan tidak terasa membosankan. Â Orang tua juga sebaiknya tidak membanding-bandingkan anak karena perbedaan karakter bawaannya sejak lahir.
3. Menyikapi dengan hati-hati kesukaan dan pantangan anak balita
Ini penting diketahui agar anak balita tidak sampai terganggu kesehatannya. Â Orang tua dan pengasuh balita idealnya membiasakan anak balita memakan gula alami seperti yang terdapat dalam buah serta bukannya diberi permen dan sebagainya. Â Begitu pula dengan kebiasaan memakan sayur dengan cara mengolahnya menjadi hidangan yang lezat, seperti omelet (telur dadar) berisi sayuran.
Kebiasaan makan seseorang umumnya terbentuk sejak masih balita. Â Ini karena indera perasa pada lidah seseorang memiliki sel-sel syaraf yang sangat sensitif dan berhubungan langsung dengan memori di otak. Â Jika dari balita seorang anak memiliki kenangan indah saat mengonsumsi sayur dan buah, maka kenangan manis itu akan terus terkenang hingga dirinya lebih memilih pola makan bergizi saat dewasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H