Remaja jelas menjadi target potensial dari pemasaran rokok. Â Secara psikologis, mereka sedang menjalani masa transisi dari seorang anak menuju dewasa.
Menurut delapan tahap perkembangan psikososial menurut psikolog, Erik H. Erikson (1950/1963, dan 1968), remaja usia 13 sampai 19 tahun berada pada tahap pencarian identitas dan peran dirinya (Identity Versus Role Confusion).
Keinginan remaja agar bisa diterima teman-temannya membuatnya beradaptasi, sekalipun dengan cara merokok.
Di sinilah taktik pemasaran rokok berperan penting dalam menginisiasi remaja untuk merokok.
Tayangan dan bahasa iklan rokok yang kreatif, gencar, sistematis, serta mudah diingat jelas menggugah rasa penasaran remaja.
Produsen rokok konsisten mencitrakan perokok sebagai "pria yang jantan, keren, dan maskulin (cool and macho)".Â
Remaja pria yang tidak merokok kerap diejek sebagai 'sissy atau banci'. Â Menurut WHO (2008), di Indonesia 24,1% perokok adalah remaja laki-laki, 4% dari remaja perempuan dan jumlah perokok remaja mencapai 13,5%.
Semakin muda dan besar frekuensi seseorang merokok, semakin mudah untuk mencandu rokok, dan semakin sulit pula untuk berhenti merokok.
Iklan rokok juga mengesankan bahwa rokok  dapat membuat pikiran dan emosi seseorang menjadi lebih tenang.