Syukur Alhamdulillah, Ramadhan 1437 H ini diawali secara bersamaan di seluruh Indonesia sejak Senin 6 Juni 2016. Maka segala hal yang rutin hadir saat Ramadhan dapat dijumpai kembali. Contohnya, menu buka shaum dan sahur, bukber alias buka bersama, acara TV, iklan sirup dan sarung yang berulang kali, persiapan mudik Lebaran, dan sebagainya.
Hmm, lalu apa ya kesamaannya semua hal yang telah disebutkan tadi? Yup, benar sekali! Semuanya memerlukan dana yang berwujud pengeluaran keuangan. Wajarlah saat Idul Fitri menjelang, kalimat ini yang selalu ditunggu banyak orang : “Wah, THR sudah turun nih!” Ramadhan dan Lebaran memang belum lengkap tanpa hadirnya dana Tunjangan Hari Raya. Ramadhan dan Lebaran juga identik dengan naiknya harga barang, terutama sembako. Tak terkecuali harga sandang alias pakaian. Jadi, berapapun besar THR yang diterima, sepertinya akan tersedot semua untuk konsumsi.Eh, apakah semua dana THR langsung habis untuk berbelanja?
Padahal, setelah Ramadhan dan Lebaran, masih panjang lho hari yang harus dijalani sampai gajian lagi di akhir Juli 2016 nanti. Ramadhan dan Lebaran tahun ini juga bersamaan waktunya dengan tahun ajaran baru atau kenaikan kelas seperti halnya tahun 2015 lalu. Bagi para orang tua di Indonesia, bulan Juni dan Juli adalah bulan untuk membayar dana ekstra bagi pendidikan anak, khususnya untuk buah hati yang memasuki sekolah baru atau kuliah. Terbayang kan, jumlah dana yang harus disiapkan untuk biaya pendidikan dan konsumsi Lebaran.
Belakangan ini, saya tambah menyadari, jauh lebih menyenangkan ketika dana untuk semua macam pengeluaran keuangan sudah disiapkan jauh-jauh hari. Sebut saja untuk dana jangka panjang seperti dana pensiun, dana pendidikan anak, dana beribadah (pergi haji bagi kaum muslim), dan sebagainya. Untuk kebutuhan jangka pendek dan menengah pun tetap perlu dana yang sudah dicicil dari sekarang misalnya dana liburan, dana umroh, dan lainnya. Bahkan pembayaran tagihan bulanan di bulan berikutnya juga sudah harus dialokasikan dari gajian di bulan sebelumnya. Kalau tidak, bisa saat gajian datang, semua penghasilan otomatis melayang.
Memang benar “hemat dengan cara menabung adalah pangkal kaya.” Tapi zaman sekarang, ketika kondisi ekonomi terus bergejolak seperti pasang surutnya air laut, menabung saja tidak cukup. Ingat lho,nilai tukar uang itu menurun sepanjang waktu. Paling sederhananya bisa dilihat dari sangat signifikannya peningkatan biaya sekolah sepuluh tahun lalu dengan saat ini. Harus ada sumber dana masa depan lainnya yang nilainya bisa terus bertambah karena mengalami perputaran asset. Maka investasi reksadana dapat menjadi pilihan investasi yang terbaik, terutama untuk dana jangka panjang dan menengah.
Lalu, kenapa harus investasi reksadana? Ditilik dari definisinya, reksadana adalah media investasi kolektif yang berasal dari kumpulan uang masyarakat yang kemudian dikelola oleh manajer investasi (MI) dalam bentuk unit penyertaan (UP) saham pada perusahaan swasta maupun badan pemerintahan. Secara resiko, reksadana merupakan investasi terbaik karena memiliki beragam tingkat resiko dari konservatif (jangka pendek), moderat (jangka menengah), dan agresif (jangka panjang).
Berikut ini beberapa panduan yang harus diperhatikan ketika seseorang akan memulai investasi reksadana yang paling tepat. Jikalau sudah melek literasi keuangan, maka urusan keuangan akan lebih menyenangkan sehingga kesejahteraan masa depan pun akan menjadi kenyataan.
Pertama,Tujuan keuangan yang ingin diwujudkan
Pastikan sebelum memulai investasi apapun, tak terkecuali investasi reksadana, seseorang sudah mengetahui tujuan yang ingin dicapainya. Ibaratnya seseorang yang sedang melakukan perjalanan, dia harus mengetahui tempat yang akan ditujunya. Tujuan keuangan tersebut bisa yang bersifat produktif seperti dana untuk modal bisnis dan pendidikan maupun yang konsumtif seperti membiayai liburan atau pembelian kendaraan pribadi.