Sekitar 10 menit sebelum acara dimulai, para panitia mengingatkan para undangan untuk segera masuk ke tempat acara. Para Kompasianer sempat berbisik-bisik : “Penentuan tempat duduk penonton juga ada kastanya toh….”
Jelas kursi penonton VIP dan VVIP untuk para tamu seperti pejabat negara dan penerima penghargaan. Setahu saya, ada warna kuning dan oranye di undangan yang membedakan lokasi duduk saat acara. Intinya, warna kuning – seperti yang dimiliki Kompasianer – duduk di barisan paling belakang, oranye di tengah, lalu VIP dan VVIP. Namun, panitia meminta agar kursi di depan yang masih kosong – kecuali kursi VIP – unruk diisi dulu. Asyik, jadinya enggak duduk terlalu belakang hahahaha…
Acara diawali dengan penampilan lagu rap dari komika Panji dan komedian Cak Lontong. Bagus lho suara mereka berdua ternyata. Ditambah liriknya yang berupa kritik sosial, maka tambah panaslah suasana malam itu. Kami – para penonton di belakang, terutama Kompasianer – heboh bertepuk tangan setiap kali pengisi acara naik dan turun panggung. Kompasianer gitu lho hehehehe….
Lucunya, di barisan depan, suara tepukan bisa dibilang sangat sunyi bahkan hampir tidak ada gaungnya. Kenapa bisa begitu ya? Usut-diusut, itu adalah tempat duduk para pejabat! Pantesan…. Para Kompasianer di sekitar saya sibuk berkomentar : “Memang kalau sudah jadi pejabat, harus jaga image terus ya?” Hiaah….
Penampilan Iwan Fals tambah membuat seru acara. Tapi, ya mungkin karena lirik lagunya ‘menyentil’ para wakil rakyat, barisan tamu terhormat pun hanya bisa senyam-senyum sepanjang acara berlangsung. Semoga sepulang acara, mereka mendapat pencerahan agar selalu ingat rakyatnya – bukan hanya partainya – saat bekerja, Amin.
Selain lirik, saya juga salut dengan kualitas suara Bang Iwan yang tetap prima sekalipun sudah tak muda lagi usianya. Saya juga terkesima dengan suara Glenn Fredly dari Trio Lestari yang ternyata suara aslinya memang luar biasa merdu dan jernih. Selama ini, saya hanya baru mendengarnya via rekaman.
[caption caption="Wapres RI, Muhammad Jusuf Kalla, turut meresmikan KompasTV sebagai TV berita bersama Pimpinan Redaksi KompasTV, Rosiana Silalahi (Sumber Ilustrasi 2)"]
Satu waktu, saya pernah membaca tulisan. Lupa dengan nama penulisnya, tapi saya ingat betul isinya. Tulisan itu mengingatkan pembacanya bahwa masyarakat Indonesia itu memang termasuk pelupa. Saat seseorang di puncak kejayaannya, dia dipuja tanpa cela. Lain ceritanya saat roda berputar dan sang idola tak lagi ternama, maka dia pun bisa dilupakan begitu saja. Tragis ya?
Syukurlah, seperti penuturan Bapak Jusuf Kalla, KompasTV mantap memposisikan dirinya sebagai stasiun berita terpercaya di Indonesia. “Ya, kalau mendengar kata ‘Kompas’ di Indonesia, orang pasti langsung teringat berita.” Saya dan Kompasianer Riap Windhu pun sepakat dengan kalimat bapak wapres RI yang dulu pernah menjadi host acara “Jalan Keluar” selama 3 tahun di KompasTV.
Sepulang dari acara tersebut, saya berharap kelak langkah idealis KompasTV dalam membangun kepercayaan para penonton (setia) acara termasuk beritanya akan diikuti pula oleh stasiun TV lainnya di Indonesia. Tujuannya agar suara Indonesia yang positif dan inspiratif dapat terdengar ke seluruh dunia. Salam perubahan. Salam Suara Indonesia.