Mohon tunggu...
Nuni Saraswati
Nuni Saraswati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Sejarah UPI Bandung. Angkatan 2022

Saya hanyalah seorang awam yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Organisasi-Organisasi Pergerakan Nasional yang Ada di Indonesia

16 Desember 2023   11:00 Diperbarui: 16 Desember 2023   11:02 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gramedia.com/

 Perjuangan para pemuda Indonesia dimulai sejak Pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi kaum bumiputra dalam rangka melaksanakan kebijakan politik etis. Melihat keadaan bangsanya yang tertindas dan dieksploitasi dalam segala hal, para elit pribumi yang terpelajar kemudian tergerak untuk melawan pemerintahan Kolonial Belanda. Perlawanan tersebut dilatarbelakangi atas hasrat ingin maju, meningkatkan taraf hidup, mengikuti perubahan zaman, dan memperluas kesempatan dalam memperoleh pendidikan. Meskipun telah didirikan sekolah-sekolah, namun tidak semua golongan masyarakat memiliki kesempatan yang sama. Pada saat itu hanya golongan tertentu saja yang dapat menjangkaunya, pun mereka tidak lepas dari diskriminasi yang ada (Kartodirdjo, 2014, hlm. 115-116). Gagasan  untuk mengemansipasi diri tersebut diawali dengan pembentukan organisasi-organisasi pergerakan nasional, seperti Budi Utomo, Serikat Islam (SI), Indische Partij (IP) yang kemudian diikuti dengan terbentuknya beberapa organisasi pergerakan nasional lainnya (Susilo, 2018, hlm. 410).

 1. Budi Utomo 

Budi Utomo merupakan suatu organisasi yang terlahir dari pertemuan-pertemuan dan diskusi beberapa pelajar STOVIA  yang dilakukan di Perpustakaan STOVIA (Susilo, 2018, hlm. 411). Mereka adalah Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Soeradji, R.T. Ario Tirtokusumo, dan sebagainya. Dilihat dari latar belakang masyarakat pribumi yang masih bersifat tradisional, bernasib buruk, dan dipandang tidak bermartabat oleh bangsa lain, maka apa yang dilakukan sekelompok pelajar  STOVIA itu merupakan suatu langkah inovatif dengan membentuk Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, sebagai suatu lembaga modern pertama dalam jenisnya dan bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan, serta tidak bersifat politik. 

Istilah Budi Utomo berasal dari kata “Budi” yang berarti perangai atau tabiat dan “Utama” yang berarti baik atau luhur. Budi Utomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan keluhuran budi dan kebaikan perangai atau tabiat (Sudiyo, 2002, hlm. 21). Semboyan yang dikumandangkan Budi Utomo ialah Indie Vooruit (Hindia Maju) dan bukan Java Vooruit (Jawa Maju). 

Adapun tujuan Budi Utomo menurut Panyarikan (1993: 20-21) adalah: Pertama, Mengadakan studiefonds (beasiswa) untuk menolong anak-anak Indonesia di tanah Jawa yang akan melanjutkan belajar tetapi tidak memiliki biaya. Kedua, Mengusahakan supaya bumiputera di tanah Jawa mengetahui adat istiadatnya dan tidak terpengaruh kebudayaan Eropa.

Pada kongres Jong Java yang dilaksanakan tanggal 5 Oktober 1908, terjadi konfrontasi antara dua golongan intelektual dengan orientasi yang berbeda dalam menghadapi westernisasi, yaitu golongan tradisional (konservatif) seperti Dr Radjiman Wedyodiningrat dan golongan progresif seperti Dr Cipto Mangunkusumo (Kartodirdjo, 2014, hlm. 119-120). Cipto Mangunkusumo (dalam Kartodirdjo, 2014, hlm. 20) berpendapat bahwa bangsa Indonesia perlu memanfaatkan pengetahuan barat dan unsur kultural mereka sehingga dapat meningkatkan taraf hidup pribumi. Namun, para pemimpin Budi Utomo pada umumnya terlalu terikat pada lokasi sosial serta budayanya sehingga Cipto Mangunkusumo yang kalah suara memutuskan hengkang dari Budi Utomo. 

Meskipun kehilangan kekuatan progresif, Budi Utomo tetap mampu tumbuh sebagai organisasi yang moderat serta kooperatif terhadap Belanda dan evolusioner. Disini, Budi Utomo mengalami keterbatasan dalam memobilisasi anggotanya, sehingga terbentuklah organisasi baru yang serupa dengan Jong Java seperti Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Minahasa, dan sebagainya. 

Usaha-usaha yang akan dilakukan oleh Budi Utomo adalah sebagai berikut, yaitu: (a) Memajukan pengajaran sesuai dengan yang dicita-citakan Dr. Wahidin; (b) Memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan; (c) Memajukan teknik dan industri; dan (d) Menghidupkan kembali kebudayaan (Susilo, 2018, hlm. 411-412). Selain memiliki fungsi dan tujuan seperti yang sudah dijelaskan dimuka, organisasi ini juga menjadi wadah bagi kaum priyayi dan terpelajar untuk memupuk kesadaran berpolitik, berpartisipasi aktif, menghayati identitas golongan dan memperkuat solidaritas atas dasar senasib sepenanggungan (Kartodirdjo, 2014, hlm. 122).

 2. Serikat Islam 

https://www.inews.id/
https://www.inews.id/

Sarekat Islam merupakan organisasi politik Indonesia yang merupakan transformasi dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan di Solo pada 11 November 1911 oleh H. Samanhudi, seorang pedagang muslim kaya di Surakarta, Jawa Tengah. Adapun beberapa tokoh SI yang banyak menyumbangkan gagasan dan perubahan, yaitu H.O.S Tjokroaminoto, R.M Tirtoadisuryo, R. Gunawan, dan H. Agus Salim. 

Tujuan pendirian SDI antara lain sebagai bentuk perlawanan tidak langsung kepada Belanda yang memberikan perlindungan kepada usahawan Tionghoa yang agresif dalam perdagangan dan industri (Usman, 2017, hlm. 47). Dalam Pringgodigdo ( 1997, hlm. 4), pertumbuhan organisasi ini pula disebabkan oleh kemajuan penyebaran agama Kristen disertai ucapan-ucapan menghina dalam parlemen Belanda tentang tipisnya kepercayaan agama bangsa Indonesia dan semakin tidak sesuainya adat yang gunakan kerajaan-kerajaan di Jawa. 

Pada 10 September 1912 SDI menjadi Sarekat Islam (SI) dan mendapatkan pemimpin baru yang kompeten, H O S Tjokroaminoto (1883-1934) (Maarif, 1996, hlm. 79). Perubahan ini memiliki tujuan politis dan strategis dengan harapan agar organisasi ini tidak hanya berkiprah dalam bidang ekonomi saja, akan mencakup berbagai bidang aktivitas lainnya seperti sosial, politik dan kultural. Dalam gerakan ini, agama Islam berfungsi sebagai ideologi, sehingga menjadi bentuk kebangkitan kepercayaan dengan jiwa dan semangat religius yang memobilisasi banyak orang (Kartodirdjo, 2014, hlm. 124)

SI dengan program nya yang jelas mendapatkan suara khususnya dari pedesaan. Namun, masa yang banyak belum sepenuhnya memiliki kesadaran akan tujuan gerakan ini sehingga menimbulkan penyimpangan yang mengatasnamakan SI. Terutama gerakan anti-Cina pada 1918 di Surakarta, Tuban, Cirebon dan Kudus (Kartodirdjo, 2014, hlm. 124).

Dalam bidang politik, Sarekat Islam menuntut perluasan hak Volksraad (dewan rakyat) dengan tujuan transformasi lembaga legislatif. Dalam bidang pendidikan, menuntut penghapusan diskriminasi di sekolah-sekolah dan peningkatan sarana prasarana pendidikan. Dan dalam bidang agama, menuntut subsidi dan dihapuskannya kebijakan yang menghambat penyebaran Islam (Usman, 2017, hlm. 52). 

Perpecahan SI mulai terlihat saat beberapa tokoh SI memiliki ideologi komunis menyusup dalam tubuh SI seperti Sema'un dan Darsono. Mereka merupakan hasil didikan H.J.F.Sneevliet salah seorang Marxis Belanda yang datang ke Nusantara dengan maksud menyebarkan paham komunis. Usaha pembersihan orang kiri dilakukan oleh Salim, Moeis dan juga Surjopranoto. Akhirnya, pada 1921 orang orang kiri (komunis) kalah suara dan dikeluarkan dari Sarekat Islam.

3. Indische Partij (IP) 

https://voi.id/memori/151820/
https://voi.id/memori/151820/

Indische Partij merupakan organisasi politik pertama di Indonesia yang merupakan pendukung gagasan nasionalisme politik yang secara resmi dibentuk oleh tiga serangkai yaitu Douwes Dekker, Suwardi Suryaningrat, dan Cipto Mangunkusumo pada 25 Desember 1912 (Susilo, 2018, hlm. 412). Yang mana, latar belakang perjuangan IP adalah adanya diskriminasi yang diterima oleh kalangan pribumi. Hal ini terus berlangsung bahkan setelah Politik Etis diumumkan oleh Ratu Wilhelmina. 

Dalam bidang ekonomi, pendidikan, bahkan kesempatan untuk berserikat dan memperjuangkan nasib sendiri dihambat oleh Pemerintah Kolonial. Tokoh-tokoh IP berpendapat bahwa Belanda sebagai Pemerintah Hindia Belanda berkewajiban untuk memperjuangkan kesetaraan dan kesejahteraan bagi penduduk Hindia. Terlepas dari mereka orang Eropa, Asia Timur, maupun pribumi. Lebih jauh lagi, partai ini memperjuangkan kemerdekaan Hindia Belanda sebagai salah satu solusi untuk mencapai kesetaraan bagi penduduknya. 

IP memiliki tujuan “Indie Merdeka” dasarnya adalah Nasionalis Indische, selanjutnya dengan semboyan “Indier untuk Indes” organisasi baru ini berusaha membangun rasa cinta tanah air dari semua “Indiere” dan berusaha mewujudkan kerja sama yang erat untuk kemajuan tanah air dan menyiapkan kemerdekaan. Adapun usaha-usaha yang menjadi tujuan organisasi ini adalah:

  • Menghimpun cita-cita nasional penduduk Hindia Belanda; 
  • Memberantas diskriminasi terhadap kaum pribumi;
  • Memberantas pemantik kebencian antar umat beragama;
  • Pengajuan kegiatan pro-Hindia dalam pemerintah;
  • Mendapatkan kembali hak yang sudah dirampas;
  • Memfokuskan pendidikan untuk pengentasan kemiskinan

Dalam menjalankan visi misinya, IP melaksanakan kampanye progresif dengan menerbitkan artikel “Als Ik een Nederlander Was” melalui harian De Express dan merancang Komite Bumi Putera yang menyoroti perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda yang dianggap kontradiktif dengan aktivitasnya di Hindia. 

Aktivitas IP yang sangat radikal tersebut mendapatkan respon dari pemerintah kolonial Hindia Belanda dan dibubarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg tiga bulan setelah pendiriannya. IP kehilangan basis massanya dan tiga serangkai selaku pendiri IP menjalani suatu pengucilan di negeri Belanda pada 1913 (Kartodirdjo, 2014, hlm. 154).

REFERENSI

Kartodirdjo, S. (2014). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional. Ombak. Yogyakarta 

Maarif, A. S. (1996). Islam dan Masalah Kenegaraan. Pustaka LP3S. Jakarta 

Panyarikan, K. S. (1993). Sejarah Indonesia Baru Dari Pergerakan Nasional Sampai Dekrit Presiden. IKIP Malang. Malang 

Pringgodigdo, A. K. (1997). Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta 

Sudiyo. (2002). Pergerakan Nasional Mencapai & Mempertahankan Kemerdekaan. Rineka Cipta. Jakarta 

Susilo, A. (2018). POLITIK ETIS DAN PENGARUHNYA BAGI LAHIRNYA PERGERAKAN BANGSA INDONESIA. Jurnal HISTORIA, 6(2), 403-416. 

Usman, I. (2017). Sarekat Islam (SI) Gerakan Pembaharuan Politik Islam. Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam, 21(1), 46-54

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun