Mohon tunggu...
Annisa muliani
Annisa muliani Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Penengah spekulasi masa kini ; Semangat juang pembangun kejayaan bangsa dan selalu mencoba menjadi yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hold Up, Masih Adakah Kesempatan?

15 November 2018   16:16 Diperbarui: 16 November 2018   01:34 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keributan tak terbendung  di depan kelas Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tengah melihat kharisma anak pindahan dari Riau, entah bagaimana kejadian ini bisa sampai di telinga tiap siswa- siswi, ia sangat apik dibicarakan. Pemuda berkulit kuning langsat dengan mata cerah kecoklatannya membius tiap remaja putri yang memandangnya.

Permulaan proses belajar saja, pemuda yang tampak seperti artis negara ginseng itupun mampu mematahkan rating pelajar- pelajar terpintar dan terpopuler di sana. Postus tubuh tinggih semampai, dan penampilannya yang manly membahana hingga tiap murid yang menyaksikan berhenti sejenak tuk melihat ketampanannya. Tak hanya itu, lesung pipit yang tertancap di pipinya juga memberikan kejutan tersendiri bagi orang- orang yang memandangnya. Ia memang idaman sempurna setiap wanita.

"Saya Fir, dan saya hanya ingin diperlakukan sama dengan yang lain, bukan bermaksud sombong. Tapi, perlakuan kalian terlalu banyak kepada saya." Pemuda itu kembali duduk, di pojok kelas yang berdekatan dengan jendela, Ia duduk tampak menikmati suasana kelas yang baru saja sunyi karena kata- katanya. Menghela nafas sembari melihat pemandangan taman di balik bingkaian kaca jendela. Tapi, di kelas yang sama. Seorang gadis  yang sedang sibuk dengan buku catatan sejarahnya terasa tertantang,  untuk pertama kalinya ia terbakar atas perkataan seseorang. kata- kata yang dituturkan Fir tadi mulai bersarang di benak Choi.

Memangnya dia siapa betul? Belagu amat tuh anak pindahan, sok ganteng walau emang ganteng dikit. Tapi? What? Emangnya Loe siapa yang lagi diperlakuan berbeda? Iiiih.. PD amat sih! Awas aja loe y, gue kasih perhitungan! Ocehannya terus mengalir dalam hati sedari memandangi papan tulis yang kian berseni akibat siklus sejarah  yang berlalu lalang diatasnya. Sejak itulah, berawal pemikiran gadis berbola mata besar hitam pekat dan dikenal sadis dengan perlakuan kasar dan kurang sopannya terhadap Fir.

Tiap paginya, meja pemuda tampan itu tak pernah bersih, ada saja coretan yang tak karuan. Di dalam loker Fir selalu ada sampah, bola- bola bercoretan "I'm best than you! Me! Choi Ardina" Tapi, ia masih mencoba memahami hal tersebut. Ketika menjadi seorang idola yang pintar, tentu juga banyak Plagiatnya bukan?. Dilain sisi memang benar, Choi selalu menganggap Fir adalah orang yang akan mengancam ketenarannya dan kepintarannya di sekolah adiwiyata itu.

"Dia itu kenapa sih?" gadis itu masih mengabuk di meja bundar kantin sekolah ditemani sahabat baiknya. Seila.

"Sudahlah girl, lagian dia ngak bermaksud ngambil posisi loe kali. Dia kan masih status anak baru pindah. So, memang agak banyak yang peduli." Mencoba menenangkan emosi.

"Tapi...! Iiiih!" gadis itu dengan cepat menghabiskan Milkshake pesanannya. Sekali sedotan saja, kini susu kocok itu tinggal separuh dari yang terlihat.

Sudah 5 bulan, tapi ketenaran Fir semakin tak terkendali. Ia terlalu pintar, cerdik, dan sempurna dari segi apapun. Ia selalu berdebat dengan Choi. Tapi, ia selalu bisa membuat Choi ciut. Ketika lomba antar sekolahpun, mereka sempat berdebat dalam diskusi kelompok. Ia tetap saja tidak mau mengalah, apalagi minta maaf jikalau perkataannya memang terbukti salah. Untung saja Fir masih tetap mencoba sabar dan tak pernah menampakkan rasa kesal terhadap gadis yang senang sekali memakai jepitan rambut di sebelah kanannya.

"Choi, lo kenapa sih musuhi gue mulu? Ngak ada kerjaan lain apa? Sebaiknya loe belajar buat ujian semester aja, Choi." matanya tampak agak kesal dengan kekalahan mereka yang berulang kali kalah.

"So what? Lo ngak nyadar ya, gara- gara lo reputasi gue menurun. Lo anak baru, tapi masih bisa menggapai perhatian para guru. Tampil bagai artis di sekolah, lo kira ini fashion week? Otak lo aja sebenarnya masih dangkal! Dasar njr*t lo!" ejeknya dengan nada kesal.

"Gue juga ngak mau hidup di sini. Lo ngerti? Gue ngak suka tiap hari harus menerima kekasaran lo, keegoisan, dan kesok-an lo. Kalau lo ngak mau reputasi lo turun, makanya lebih giat dong!" tegas Fir. Lontaran tersebut adalah boomerang yang kian menusuk Choi yang juga begitu bigung dengan keadaannya yang harus dibawa Fir.

            Suasana mulai hening, gadis itu mulai layu untuk mengerjai dan memberikan peringatan kepada Fir, walau tak pernah mengucapkan maaf dan rasa bersalah. Forgive? Hal itu mustahil saja, bukannya Fir juga sangat kasar padanya? Namun kini, Choi mengakui di hatinya kini ditanami benih- benih asing. Matanya mulai senang melirik pemuda berjaket putih yang sering melamun di pojok kelas. Pipinya kadang- kadang memerah tanpa sadar ketika berdiskusi dengan pemuda asal Indo itu.Melihat situasi ini, Choi hanya bisa bertukar masalah kepada Seila yang terkenal sebagai motivator tiap remaja di sekolahnya. Mereka mulai menyusuri jalan yang sempit menuju ke parkiran sambil menceritakan kehebohan di hati Choi. Akan tetapi, Seila malah terkekeh mendengar hal tersebut. Karena, mereka.

"Lalu gimana nih Choi? Loe udah ngak mau berurusan lagi dengan cowok pindahan itu? Cie yang sekarang kemakan omongan sendiri? Terus kamu mau minta maaf gitu atas perlakuan kamu berbulan- bulan bully dia?" Seila yang sedari tadi usil mempertanyakan hal yang sama kepada Choi

"Isssttt.. No lady, aku masih gengsi.  Eh lo-e kenapa sih Sei?"

"Choi! Itu bukannya Fir? Ada apa tuh Choi? Kenapa orangtuanya juga ada? Tumben?" Seila merujuk kearah ruang kepala sekolah. Keluarga Fir mulai meninggalkan tempat itu. Terhenti sejenak. Choi yang panik dan penasaran kini tengah mencari persegi panjang berlogo Apple di tasnya. Menghubungi Fir hingga beberapa kali. Keringat dinginnya pun bercucuran.

Ada apa lagi, Choi? Gue lagi sibuk. Sorry

Loe mau kemana? Pakai orangtua segala?

Gue pindah, lo mau itukan dari dulu?

Pindah? Loe gila ya? Temuin gue di caf, di tempat biasa sekarang! Harus!

Tap...

Sambungan mereka langsung diputuskan Choi tanpa jawaban pasti dari Fir. Tanpa basa- basi ia bergegas menuju Caf Hoveso yang biasa disinggahi anak sekolahannya ketika Sabtu dan Minggu.

"Mbak, mau pesan apa?" Tanya pelayan memakai baju seragam pelayan bewarna abu- abu yang dilintasi putih pada lengan- lengannya.

"Kopi susu hangat dua ya, Mbak" jawab Choi yang tak henti melihat kearah pintu caf.

Telah 3 jam rasanya Choi menunggu tanpa reaksi, mungkin karena rintik- rintik tangisan sang awan mendengar Fir akan meninggalkannya terlanjut banyak berserak di jalanan, ataukah ini pertanda mereka tidak akan pernah bisa bersatu? Akankah pemuda itu telah pergi tanpa berpamitan resmi padanya? Layar smartphonenya seakan juga ingin menangis melihat keadaan gadis cantik yang ditemani kopi susu yang kini tak terasa lagi kehangatannya itu.

Ia mulai melangkah pergi, tanpa pertemuannya dengan Fir. Kini sosok lelaki yang biasa dapat ia ganggu hilang sudah. Walau tak mampu untuk move on kehati cowok- cowok yang mengantri untuknya dan sekarang mendapatkan pekerjaan sebagai seorang pekerja tim kreatif Line Indonesia, gadis itu masih mengingat sosok yang membuat hatinya blak- blakkan dan dag-dig-dug tujuh keliling. Masih di caf yang sama, tempat yang sama dan nomor meja yang sama.

Penantian ini memang sangat sia- sia, hampir 4 tahun sudah. Choi telah menduduki bangku SMA dengan masa- masa yang diketenggelamkan oleh kenangan yang dibuai rindu. Gadis itu menghela nafas atau pikirannya yang terus memutar waktu tentang Fir. Hujan. Kini, ia kembali menerobos Kristal- Kristal bening itu, biarlah kini basah, karena memang susah terbiasa basah. Dengan kepiluan, penderitaan, kerinduan, penantian, dan hampa. Bisakah waktu ini kembali berputar? Ia sangat merindukan sosok pria itu, sang bermata cerah? Tidakkah pernah sesekali pemuda tersebut mencari tahu tentangnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun