Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia (Ulfa, 2017).
Untuk lebih memahaminya kita lihat utang dari sisi pengertian. Utang atau dalam konteks ini utang negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah.
Utang luar negeri merupakan bentuk hubungan kerjasama antara negara debitur dengan negara kreditur dan merupakan cara yang efektif dalam menutupi defisit anggaran pemerintah dimana risiko kebangkrutan ekonomi yang ditimbulkan dari utang luar negeri relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan pencetakan uang (seignorage) yang dapat menimbulkan inflasi (Mulyani, 1994).
Negara berkembang seperti Indonesia yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang terhambat pada faktor pendanaan. Untuk mempercepat gerak pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka sumber pendanaan yang digunakan oleh Indonesia adalah salah satunya bersumber dari utang. Penggunaan utang sebagai salah satu sumber pendanaan dalam mempercepat pembangunan nasional digunakan karena sumber pendanaan dari tabungan dalam negeri jumlahnya sangat terbatas, sehingga sebagai sumber pendanaan, utang khususnya utang dari luar negeri sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah pembiayaan dalam pembangunan. Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Utang adalah suatu hal yang sangat normal dan wajar sebagai sumber modal bagi suatu negara tak terkecuali Indonesia. Utang luar negeri itu memperhatikan 2 aspek, yaitu : utang tersebut dapat dilunasi ketika jatuh tempo. Dan utang tersebut dapat mewujudkan pembangunan yang menumbuhkan ekonomi Negara Indonesia.
Pemerintah akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit APBN sesuai aturan perundang-undangan. Oleh karena itu pengelolaan utang selalu dilakukan secara prudent dan profesional.
Dalam jangka pendek utang luar negeri sangat membantu Indonesia dalam upaya menutup defisit APBN, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang besar. Laju pertumbuhan ekonomi dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun dalam jangka panjang, utang luar negeri dapat menimbulkan persoalan ekonomi di Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan alternative kebijakan dalam pengentasan utang luar negeri. Yaitu salah satunya dengan dilakukannya kebijakan pembatasan pinjaman baru, yaitu hanya diperbolehkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif, seperti pembangunan infrastruktur serta pengembangan pendidikan, dan kesehatan. Pembatasan tersebut dilakukan untuk mengurangi pinjaman yang bersifat program/ hanya menghasilkan produk kebijakan, sehingga output pinjaman baru diharapkan dapat berpotensi memberikan multiplier effect yang tinggi di masa mendatang dan meningkatkan devisa negara.
Selain pembatasan sifat pinjaman, perlu pembatasan terhadap utang yang bersumber dari multilateral dan bilateral. Walaupun utang yang berasal dari multilateral dan bilateral tergolong murah, namun kerugian ekonomi yang ditimbulkan lebih besar karena persyaratan yang mengikat dan yang tidak berhubungan dengan utang serta sering sekali digunakan oleh kelompok tertentu sebagai alat guna mempertahankan kekuasaannya.
Alternative selanjutnya yang dapat diberlakukan untuk mengatasi utang luar negeri adalah peningkatan penerimaan pajak (Tax Ratio). Peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak dapat mengurangi ketergantungan utang luar negeri Indonesia. Adapun tax ratio Indonesia saat ini hanya sebesar 12-13 persen terhadap rasio PDB, jauh di bawah Filipina dan negara tetangga lainnya. Untuk itu, diperlukan pengembangan inovasi pendukung seperti inovasi dalam instrumen perpajakan, skema insentif-disinsentif dalam investasi, serta peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung kebijakan di bidang perpajakan.
Salah satu alternative lain dalam mengurangi utang luar negeri adalah dengan menggandeng BUMN dalam pengadaan infrastruktur tanpa mengandalkan investasi asing atau pinjaman dari luar negeri. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan sumber daya dalam negeri yang dimiliki oleh BUMN, sehingga akan dapat meningkatkan kontribusi pajak dan deviden BUMN terhadap penerimaan negara. Untuk itu, diperlukan penataan kembali kinerja BUMN sehingga BUMN Indonesia dapat berkontribusi terhadap pembiayaan pembangunan negara.
Beberapa alternatif yang lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi beban utang luar negerti adalah sebagai berikut: Pertama, penundaan pembayaran angsuran pokok utang (debt rescheduling) dengan menjadwalkan kembali jatuh tempo pembayaran utang dan bunga. Kedua, pengalihan kewajiban membayar angsuran pokok utang menjadi kewajiban melaksanakan suatu program/ proyek tertentu seperti misalnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat serta pemeliharaan lingkungan (debt swap). Terakhir adalah pembebasan atas seluruh atau sebagian utang (hair cut)
Lalu bagaimana dengan negara lain? Bagaimana negara lain terutama negara yang memiliki utang besar dalam menyelesaikan permasalahan utang tersebut?
Salah satu contoh kasus yaitu enam negara pengutang terbesar di Amerika Latin, masing-masing Argentina, Brazil, Cile, Meksiko, Peru, dan Venezuela, dasawarsa tahun 1980-an adalah sebuah dekade yang mengerikan. Pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi tidak terjadi dan tidak menyebar hampir ke seluruh negara.
Keadaan sosial-ekonomi negara-negara tersebut stagnan dan untuk beberapa kasus bahkan terjebak utang (debt trap). Akibat krisis utang tersebut, salah satu di antaranya yaitu Meksiko, pada Agustus 1982, menyatakan negaranya bangkrut, sehingga menimbulkan guncangan (shock) keuangan internasional.
Setelah dipelajari lebih lanjut, secara garis besar terdapat dua cara untuk menyelesaikan krisis utang luar negeri negara-negara di Amerika Latin, yakni bekerja sama (cooperative)Â dan konfrontasi (confrontation).
Bentuk penyelesaian utang luar negeri melalui cara konfrontasi seperti (1) penolakan permanen secara radikal dari utang (radical unilateral permanent repudiation of debts) atau penolakan total atas pembayaran baik pokok maupun cicilan utang luar negeri (total refusal to service debts), dan (2) penempatan batasan atas pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri yang dikaitkan dengan. Misalnya, persentase pendapatan ekspor (unilateral linkage of debt service to export earnings), dan yang terakhir, menyatakan kebangkrutan sebagai instrumen untuk menyelesaikan negosiasi (responsible unilateral action atau conciliatory default).
Sedangkan, model cooperative terakhir adalah International Debt Conference. Dalam model ini diasumsikan para kreditor dan debitor duduk bersama-sama dalam satu meja untuk menyelesaikan atau bernegosiasi dalam mencari jalan keluar terbaik, untuk menyelesaikan krisis utang luar negeri yang dialami suatu negara.
Setiap negara memiliki cara dan alternative masing-masing dalam mengatasi permasalahan utang luar negeri. Tidak mudah memang dalam menganagi hal ini, karena pembangunan pada setiap negara pasti akan terus berlanjut dan berkembang yang tentunya membutuhkan pendanaan. Namun, dapat dikurangi dengan alternative yang bijak dan matang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H