Mohon tunggu...
Khumairotun Nisa
Khumairotun Nisa Mohon Tunggu... Jurnalis - Current student in University of Jember

Faculty of engineering, Urban and Regional Planning

Selanjutnya

Tutup

Money

Negara Tinggi Pajak Vs Negara Tax Havens

13 April 2020   06:12 Diperbarui: 13 April 2020   06:16 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak memainkan peran yang sangat penting sebagai sumber utama pendapatan Negara Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara dan  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sedangkan menurut Leroy Beaulieu, pajak adalah bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.

Bisa disimpulkan bahwa pajak adalah pungutan yang dibayar oleh orang yang wajib membayar pajak (wajib pajak) kepada pemerintah berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dengan atau tanpa balas jasa yang ditunjukkan secara langsung.

Pajak memiliki empat fungsi. Fungsi yang pertama yaitu Fungsi anggaran atau fungsi fiskal karena pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang terbesar. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yaitu penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. 

Fungsi yang kedua adalah fungsi mengatur (regulerend), maksudnya pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. 

Fungsi selanjutnya adalah fungsi stabilitas dimana pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga dan stabilitas ekonomi dikarenakan adanya pajak sehingga inflasi dapat dikendalikan. 

Dan fungsi yang terakhir adalah fungsi retribusi pendapatan yaitu pajak yang telah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.

Pajak terdiri tiga jenis, yang salah satunya adalah pajak penghasilan (PPh) dan pajak orang pribadi (OP). PPh dan OP merupakan pajak yang dibebankan terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diperoleh dalam tahun pajak.

Daftar tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) periode 2019 yang dirilis oleh KPMG (kantor akuntan yang berbasis di Amstelveen, Belanda) menunjukkan bahwa negara dengan tarif pajak penghasilan tertinggi di dunia adalah Swedia.

Sebagai negara terluas ketiga di Uni Eropa, Swedia memiliki luas wilayah sebesar 450.295 km2 dan dihuni oleh sekitar 9,8 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk rendah yaitu 21 penduduk/km2.

Di Swedia penduduk dengan pendapatan tertinggi dikenai tarif pajak mencapai 57,19% dari penghasilannya tersebut. Angka tersebut merupakan tertinggi di dunia. 

Besaran pungutan pajak tersebut juga lebih besar dibandingkan dari rata-rata tarif PPh maksimal negara-negara yang menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yakni sebesar 41,65%.

Pajak penghasilan dan orang pribadi di negara-negara kawasan Nordik atau negara yang berada di wilayah Eropa Timur dan Atlantik Utara tercatat memungut pajak penghasilan dan orang pribadi yang terbilang tinggi untuk penduduknya, hal ini dikemukakan oleh peneliti dari Statistika Brigitte Van de Pas.

Seperti tarif pajak penghasilan dan orang pribadi maksimal di Denmark sebesar 55,89%, Finlandia sebesar 53,75%, dan Islandia sebesar 46,24%.

Jika Swedia merupakan negara dengan pungutan PPh dan OP terbesar di dunia, lalu bagaimana dengan negara-negara di kawasan ASEAN?

Melalui sumber data yang sama, diketahui bahwa di kawasan ASEAN terdapat tiga negara yang memiliki besar pungutan yang sama dan menduduki tarif PPh dan OP maksimal tertinggi. Ketiga negara tersebut adalah Vietnam, Thailand, dan Filipina dengan tarif PPh sebesar 35%. Lalu disusul oleh Indonesia dan Malaysia dengan pungutan PPh sebesar 30%.

Meskipun pajak pada beberapa negara merupakan sumber anggaran terbesar yang dapat menutupi pembiayaan dalam pembangunan. Namun demikian, beberapa negara tidak memungut pajak penghasilan dari penduduknya. 

Contohnya negara-negara yang kaya akan minyak seperti Arab Saudi, Qatar, dan Kuwait, dimana negara-negara tersebut menggunakan pendapatan minyak sebagai pemenuh kebutuhan warganya.

Lalu apa keuntungan yang didapatkan oleh penduduk yang tinggal di negara yang membebaskan pajak pada rakyatnya?

Negara yang menawarkan pajak rendah bahkan sampai 0% atau tidak sama sekali dan memberikan jaminan kerahasiaan atas asset yang disimpannya disebut dengan tax havens country atau negara tax havens. 

OECD memberi tiga ciri negara tax havens yaitu menerapkan tarif pajak yang rendah atau bebas pajak, lack of transparency, dan lack of effective exchange of information.

Menurut pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Ruston Tambunan, negara tax havens meraup keuntungan besar dari maraknya pendirian perusahaan cangkang atau perusahaan dengan tujuan tertentu (Special Purposed Vehicle/SPV). 

Karena negara tax havens pada umumnya menawarkan peluang diversifikasi investasi, strategi menangguhkan pajak, perlindungan asset yang kuat, hasil investasi bebas pajak, offshore banding dengan keleluasaan dan privasi, imbal hasil yang lebih besar, menghindari restriksi uang, dan peluang mengembangkan bisnis yang besar.

Meskipun memiliki banyak keuntungan bagi investor, namun penggunaan tax havens juga terbilang cukup berbahaya karena dapat menyebabkan money laundry, penyalahgunaan perusahaan cangkang (shell companies), pendanaan yang keliru, penggelapan pajak, dan ancaman pada stabilitas sistem keuangan.

Menurut IMF, setidaknya teridentifikasi 60 teritori tax havens. Dan tujuh negara tax havens terbaik (Hoyt:2007) adalah Switzerland. Liechtenstein, Austria, Panama, Saint Kitts and Nevis, Belize, dan Hong Kong. Dan fakta yang mengejutkan adalah sebanyak 33% Modal Asing Langsung atau FDI berasal dari tax havens.

Lalu apakah ada masyarakat Indonesia yang juga memanfaatkan negara tax havens sebagai tempat persembunyian pajak?

Menurut penelitian Tax Justice Network (2010), lebih dari 331 miliar dollar AS orang Indonesia berada di tax havens. Dan menurut Global Financial Integrity (2014), sedikitnya terdapat Rp 200 triliun aliran dana illegal keluar Indonesia setiap tahunnya.

Pengamat ekonomi dari Indef, Dradjad Wibowo mengatakan selama ini pemerintah tidak berani mengambil tindakan tegas terhadap wajib pajak nakal yang menggunakan negara tax havens sebagai tempat penghindaran pajak (tax avoidance).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun