Dalam Islam, semua yang diciptakan oleh ALLAH SWT berdasarkan kodratnya. "Sungguh, kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran", kata Al-Qamar (49). Menurut para pemikir Islam, qadar berarti ukuran yang sifat-sifatnya telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk segala sesuatu, sehingga itu disebut kudrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan memiliki kudratnya sendiri sebagai makhluk dengan jenis kelamin yang berbeda. Menurut Syeikh Mahmud Syaltut, "dapat dipastikan bahwa Allah Swt menganugerahkan kemampuan kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan kepada laki-laki karena tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan berbeda dan tidak sama."
Karena masing-masing manusia memiliki kodratnya sendiri, perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak dapat disangkal, dan Al-Quran mengingatkan, "Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari apa yang dikaruniakan Allah kepada yang lain." Anatomi dan kebiasaan wanita berbeda dari yang diciptakan oleh Allah. Allah SWT memberi kaum pria kelebihan fisik dan mental daripada kaum wanita, sehingga adil bagi kaum laki-laki untuk menjadi pemimpin atas kaum wanita, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran dalam surat An-Nisa ayat 3.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَاِ نْ خِفْتُمْ اَ لَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَا نْكِحُوْا مَا طَا بَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِ نْ خِفْتُمْ اَ لَّا تَعْدِلُوْا فَوَا حِدَةً اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَلَّا تَعُوْلُوْا
"Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 3)
"Islam menetapkan masing-masing dari suami istri itu memiliki kewajiban khusus agar keduanya menjalankan perannya hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah," kata Asy Syaikh Ibnu Baaz. Jadi, suami harus mencari nafkah dan istri harus mendidik anak.
Berikut yang berkaitan dengan kesetaraan gender:
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
"Sesungguhnya wanita itu saudara kandung laki-laki." (HR. Abu Dawud, no. 236, dan Ibnu Majah, no. 1850)
Hadits ini menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, bahwa keduanya adalah saudara yang sejajar dan memiliki hak serta kewajiban yang serupa dalam berbagai aspek kehidupan.Hadits ini mengandung makna yang sangat dalam, yang menegaskan bahwa dalam pandangan Islam, perempuan dan laki-laki bukanlah makhluk yang berbeda derajatnya, melainkan memiliki kedudukan yang sejajar dalam banyak hal. Konsep ini sangat relevan dengan prinsip kesetaraan yang diajarkan dalam Islam, yang mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti hak-hak sosial, ekonomi, dan keluarga.
Kesetaraan gender dalam penciptaan dalam Islam, laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah dengan tujuan yang sama, yakni untuk menjadi hamba-Nya yang beribadah dan mengelola bumi. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَا لْاِ نْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Ini menunjukkan bahwa tujuan hidup keduanya adalah sama, yaitu untuk menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Allah.
Kesetaraan gender dalam hak dan kewajiban Meskipun dalam beberapa aspek terdapat perbedaan peran biologis dan sosial antara laki-laki dan perempuan, Islam tidak menganggap salah satu jenis kelamin lebih tinggi daripada yang lain. Misalnya, dalam hal mendapatkan pahala, keduanya berkesempatan yang sama untuk meraih kebaikan melalui ibadah, amal shaleh, dan perjuangan hidup. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُ ولٰٓئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَـنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا
"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun." (QS. An-Nisa: 124)
Kesetaraan gender dalam Pendidikan. Hadits ini juga mencerminkan pentingnya pendidikan bagi perempuan, karena perempuan adalah "saudara kandung" dari laki-laki yang harus mendapatkan hak yang sama dalam hal pengetahuan dan pembelajaran. Nabi Muhammad SAW sangat menekankan pentingnya ilmu untuk setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini tercermin dalam hadits: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim (laki-laki dan perempuan)." (HR. Ibn Majah)
Kesetaraan gender dalam kepemimpinan dan peran social. Dalam sejarah Islam, terdapat contoh-contoh perempuan yang memegang posisi penting, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Contoh yang paling terkenal adalah Khadijah binti Khuwaylid, istri pertama Nabi Muhammad SAW, yang merupakan seorang pengusaha sukses dan berperan aktif dalam dakwah. Begitu juga dengan Aisyah r.a. yang dikenal sebagai seorang ulama dan cendekiawan.
إِنَّكُمْ سَتَجِدُونَ بَعْدِي أُمَرَاءَ يُؤْتُونَكُمْ فِي مَا لَا تَعْرِفُونَ، فَإِنْ رَأَيْتُمْ أَمْرِي قَدْ ضَاعَ فَأَعِينُوهُ
"Sesungguhnya kalian akan mendapati setelahku para pemimpin yang memberikan keputusan yang kalian tidak kenal. Jika kalian melihat pemerintahanku telah terabaikan, maka bantulah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini bukan hanya mengacu pada kepemimpinan laki-laki, tetapi juga mengingatkan pentingnya masyarakat untuk menjaga kepemimpinan yang adil dan berlandaskan pada prinsip-prinsip yang benar. Dalam konteks perempuan, meskipun tidak secara langsung menyebutkan peran perempuan dalam kepemimpinan, hadits ini menegaskan bahwa setiap orang, baik laki-laki atau perempuan, yang mampu mengemban tugas kepemimpinan yang adil dan bijaksana, harus diberikan kesempatan dan dukungan.
إِنَّ اللّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَىٰ أَجْسَامِكُمْ وَسُورَكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَىٰ قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian." (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa dalam hal kepemimpinan dan peran sosial, yang lebih penting adalah kualitas hati, niat, dan amal perbuatan, bukan jenis kelamin atau penampilan fisik. Oleh karena itu, perempuan yang memiliki hati yang ikhlas dan amal yang baik juga berhak untuk memimpin dan berperan dalam masyarakat.
Kesetaraan gender dalam pendidikan dapat dicapai melalui tiga hal, yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan (right to education), hak dalam proses pendidikan di dalam lingkungan yang mendukung kesetaraan gender (right within education), dan hak akan hasil pendidikan yang mendukung pencapaian berkeadilan (rights trough education) (EFA GMR 2003/2004). Hak untuk mendapatkan pendidikan saat ini mungkin sudah mulai dicapai dengan tingginya partisipasi pendidikan oleh perempuan.
Kesetaraan gender adalah keadaan di mana individu dari semua gender memiliki hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, politik, dan sosial. Dalam kesetaraan gender, baik laki-laki maupun perempuan, serta individu dari gender lainnya, diperlakukan secara adil dan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin atau identitas gender mereka.Kesetaraan gender bertujuan untuk menghapus stereotip,norma, dan praktik diskriminatif yang membatasi potensi seseorang hanya karena gender mereka. Dengan kesetaraan gender, diharapkan tercipta masyarakat yang inklusif, adil, dan mendukung perkembangan semua individu secara optimal.
1. Stereotip
Stereotip adalah pandangan atau asumsi umum tentang suatu kelompok tertentu yang seringkali tidak akurat atau berlebihan. Dalam konteks gender, stereotip mencakup anggapan seperti:
•Perempuan lebih lemah daripada laki-laki.
•Laki-laki harus menjadi pencari nafkah utama. Stereotip ini dapat membatasi peran dan potensi seseorang berdasarkan gender mereka.
2. Norma
Norma adalah aturan atau ekspektasi sosial yang mengatur perilaku individu dalam masyarakat. Norma gender sering kali mendikte bagaimana laki-laki dan perempuan "seharusnya" berperilaku, seperti:
•Perempuan diharapkan lebih fokus pada pekerjaan domestik.
•Laki-laki dianggap harus dominan dalam pengambilan keputusan.
Norma ini dapat memperkuat ketidakadilan dalam berbagai aspek kehidupan.
3. Praktik Diskriminatif
Praktik diskriminatif adalah tindakan atau kebijakan yang secara langsung atau tidak langsung memperlakukan individu atau kelompok tertentu secara tidak adil berdasarkan gender. Contohnya:
• Memberikan upah lebih rendah kepada perempuan untuk pekerjaan yang sama.
•Melarang perempuan mengakses posisi tertentu di tempat kerja atau pemerintahan.
• Mengabaikan hak-hak individu berdasarkan identitas gender nonbiner.
Ketiganya saling berkaitan dan sering menjadi penghalang bagi terciptanya masyarakat yang adil dan setara. Upaya untuk menghilangkan stereotip, norma, dan praktik diskriminatif diperlukan untuk mencapai kesetaraan gender.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI