Peliknya situasi Laut China Selatan menyoroti negara-negara Asia Tenggara untuk ikut serta mengatasi ketegangan yang terjadi. Pasalnya, kawasan Laut China Selatan memegang kendali penting aktivitas perairan dunia, khususnya dalam aspek perdagangan internasional. Apalagi dengan sandangan status aktivitas perairan paling sibuk dengan posisi paling strategis di dunia. Selain itu, wilayahnya tergolong perairan tertutup (semi-enclosed) yang kaya akan potensi Sumber Daya Alam, dimana dimungkinkan tetap berpotensi menjadi sasaran kepentingan Tiongkok dan negara-negara batas Laut China Selatan.
Melalui ASEAN (Association of Southeast Asian Nation), banyak kajian penelitian oleh akademis yang memperkirakan seberapa besar kemungkinan solusi dapat dimunculkan oleh negara anggota ASEAN dalam mengatasi konflik kawasan. Negara-negara ASEAN dinilai mampu menyelesaikan konflik internal dan regional tanpa menimbulkan konflik lanjutan yang lebih buruk. Kesuksesan ASEAN dalam menjaga keamanan dan stabilitas wilayah dicapai melalui prinsip-prinsip yang dianutnya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya prinsip non-intervensi konflik negara anggota, prinsip tanpa kekerasan dengan memperhatikan norma-norma ASEAN, dan prinsip pertemuan informal yang telah diakui menjadi salah satu manajemen konflik oleh pengamat ahli. Lalu, bagaimana tantangan ASEAN dan prinsip ASEAN Way dalam menangani konflik Laut China Selatan di masa sekarang?
ASEAN dan Prinsip ASEAN Way
ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) merupakan organisasi regional negara penduduk kawasan Asia Tenggara. ASEAN dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan tujuan utama menjaga stabilitas regional keamanan kawasan Asia Tenggara. Dalam mewujudkan impian perdamaian, ASEAN pertama kali menyusun prinsipnya melalui penandatanganan deklarasi keamanan regional ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality). Dengan mengedepankan komitmen perdamaian, kebebasan, dan netralitas, ASEAN menekankan negara pada sikap sepakat saling menerima dan saling menahan diri satu sama lain.
Selanjutnya, dalam membangun kedamaian dan keamanan kawasan Asia Tenggara, ASEAN merumuskan prinsip-prinsipnya secara eksplisit ke dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) pada tahun 1976. TAC merupakan perjanjian ASEAN yang menjadi tolak ukur awal ikatan persahabatan negara anggota ASEAN. Terdapat enam prinsip fundamental yang tercantum di dalamnya. Ke-enam prinsip tersebut diantaranya: penghormatan terhadap kedaulatan, kemerdekaan, persamaan, integritas territorial, dan identitas nasional semua negara; hak setiap negara untuk hidup bebas dari intervensi, subversi, dan koersi eksternal; prinsip non-intervensi hubungan internal antar anggota negara; penyelesaian perselisihan melalui cara-cara perdamaian; penolakan ancaman dan penggunaan kekerasan; serta kerja sama yang efektif oleh negara-negara anggota ASEAN.
Muncul istilah ASEAN Way ketika kita membahas prinsip-prinsip fundamental ASEAN. ASEAN Way merupakan prinsip implisit ASEAN dalam melanggengkan perdamaian dan hubungan baik antar negara anggota. Â Menurut Acharya dalam bukunya Constructing a Security Community, prinsip ASEAN Way tercermin dalam beberapa perilaku diantaranya memecah permasalahan tanpa adanya intervensi negara lain dan penolakan terhadap segala bentuk pakta militer multilateral. Namun, sampai saat ini keefektivitasan ASEAN Way dalam mengatasi konflik masih menjadi tanda tanya oleh aktor-aktor negara. ASEAN Way dinilai mampu menangani masalah regional tetapi masih minim akan penyelesaian konflik secara gamblang dan terbuka. Â
Tantangan ASEAN
Kondisi yang saat ini terjadi adalah munculnya kekuatan baru, yang dikatakan oleh para ahli "upaya mengimbangi" intensitas dominasi kekuatan Tiongkok di Laut China Selatan. Terlebih konflik kawasan ini tidak lagi melibatkan Tiongkok beserta negara-negara batas laut yang berkonflik. Kecemasan dominasi Tiongkok di kawasan Laut China Selatan, telah mengundang Amerika Serikat lantas tidak ingin ketinggalan langkah dari Tiongkok. Amerika Serikat bersama Inggris dan Australia meresmikan pakta pertahanan trilateral AUKUS (Australia, United Kingdom, United States) yang berwujud kapal selam bertenaga nuklir. Pakta multilateral ini diresmikan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada 13 Maret 2023.
Kerja sama ini tentunya memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kawasan Laut China Selatan. Keuntungan jangka panjang yang luar biasa didapatkan Australia dalam pengembangan teknologi militernya. AUKUS juga menjadi titik balas Australia terhadap Tiongkok yang beberapa tempo waktu lalu menjatuhkan sanksi perdagangan bagi Australia. Namun, AUKUS juga menimbulkan peningkatan kekhawatiran kawasan perdamaian sekitar dan sikap Tiongkok yang mungkin menjadi lebih agresif. Seperti yang telah terjadi sebelumnya, Tiongkok biasa mengancam suatu negara dengan sanksi ekonomi yang merugikan pihak negara terdampak. Situasi yang semakin mencekam dengan munculnya AUKUS dapat menumpuk amarah Tiongkok yang berakibat buruk pada aspek perekonomian negara sekitar bahkan dunia
Diresmikannya AUKUS juga mengundang beragam respons dunia internasional. Berbagai perspektif pro dan kontra hadir mengiringi ketegangan yang terjadi. Konflik Laut China Selatan kini diperkirakan telah meningkat pada status security dilemma dua kekuatan besar dunia, yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok. Tiongkok memperingatkan bahwa AUKUS hanya akan menimbulkan stabilitas keamanan dan perdamaian regional kawasan Indo-Pasifik yang semakin memburuk. Negara anggota ASEAN memberikan respons yang berbeda-beda. Malaysia dan Indonesia memberikan respons gamang terhadap kebijakan AUKUS. Keberadaannya dapat membahayakan kawasan non-intervensi ASEAN. Di sisi lain, Vietnam, Filipina, dan Singapur lebih menunjukkan dukungan tindakan Amerika Serikat atas pakta AUKUS. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kolektivitas negara anggota ASEAN berkenaan dengan prinsipnya dalam mensukseskan perdamaian kawasan wilayah.
Harapan Masa Depan
Sebagai organisasi regional, ASEAN telah sejak lama menjalin kerja sama dengan organisasi-organisasi internasional lainnya. ASEAN diharapkan mampu memberikan tempat bagi Amerika Serikat beserta sekutunya untuk lebih mengkoordinasikan proyek lanjutan AUKUS. Berdasar sikap kooperatif, ASEAN dapat mengajak Amerika Serikat beserta sekutu AUKUS untuk ikut bergabung dalam ASEAN Regional Forum (ARF). Hal ini bertujuan untuk mengedepankan hubungan komunikasi yang baik antara ASEAN dengan pemilik rencana proyek AUKUS. Sebelumnya, Tiongkok lebih dahulu bergabung dalam ARF kaitannya dengan resolusi konflik Laut China Selatan pada 1977. Dengan bertemunya Amerika Serikat dan Tiongkok, diharapkan juga mampu mengurangi tensi ketegangan antara dua kekuatan besar tersebut. Di samping itu, ASEAN perlu menekankan kembali pengembangan konsep ASEAN Way yang lebih komprehensif, berani, dan solutif dalam mengatasi kemungkinan konflik di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H