Mohon tunggu...
Nisa NurSabila
Nisa NurSabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang senang membaca buku, tertarik dalam bidang olahraga badminton, serta ingin mempelajari hal;hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Zakat Profesi

31 Desember 2024   19:18 Diperbarui: 31 Desember 2024   19:18 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Memahami Zakat Profesi

 

Pendahuluan

Zakat merupakan rukun islam yang ketiga, oleh karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pemeluk agama islam. Zakat juga membawa misi untuk saling membantu antara sesama manusia, sehingga pada akhirnya mampu mengurangi kesenjangan dalam hidup mereka yang mungkin mengalami kekurangan. Selain itu, zakat juga dapat memperkuat hubungan manusia dengan Allah, karena Islam menyatakan bahwa zakat merupakan bentuk pengabdian (ibadah) kepada Yang maha Kuasa. Tak dapat disangkal bahwa zakat sangat memiliki kemampuan sebagai sebuah sarana yang efisien untuk menggerakkan ekonomi umat. Potensi itu bila dieksplorasi secara maksimal dari seluruh masyarakat Islam dan dioperasikan dengan baik serta pengelolaan yang amanah dan profesionalitas yang tinggi, akan mewujudkan sejumlah dana yang besar sehingga bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan memberdayakan ekonomi umat.

Zakat adalah inti keuangan negara Islam. Zakat meliputi bidang moral, sosial, dan ekonomi. Dalam bidang moral zakat menghapus ketamakan dan keserakahan orang yang ekonominya lebih baik dan hartanya lebih banyak atau bisa dibilang mampu (kaya). Dalam bidang sosial, zakat berperan sebagai sarana yang diajarkan dalam Islam untuk memberantas kemiskinan di masyarakat dengan mengingatkan mereka yang memiliki kekayaan berlebih tentang tanggung jawab sosial mereka. Zakat juga berguna agar kita senantiasa bersyukur atas harta yang telah diberikan serta menumbuhkan perasaan bahagia setelah berbagi dengan yang membutuhkan.

Badan-badan konsultasi zakat yang tersedia belum sepenuhnya berkapasitas

mengenalkan pengetahuan tentang zakat kepada masyarakat. Disisi lain, perkembangan sistem ekonomi setiap hari terus maju dan beragam. Zakat, sebagai pilar ekonomi Islam yang telah lama diabaikan, seharusnya kembali mendapat perhatian. Karena, zakat adalah suatu kekuatan besar yang bisa dijadikan sumber pendanaan pembangunan negara seperti yang pernah diterapkan oleh leluhur-leluhur Islam. Seandainya konsep zakat diterapkan baik di tingkat nasional maupun internasional, maka masalah kemiskinan di Dunia Islam bisa teratasi. Saat ini, sumber zakat tidak hanya mencakup zakat pertanian, peternakan, perdagangan emas, dan harta terpendam. Akan tetapi mencakup zakat perusahaan, surat berharga, perdagangan mata uang, serta profesi

 

Pengertian Zakat dan Zakat Profesi

Menurut bahasa, zakat berasal dari kata "zaka" yang berarti keberkahan, berkembang, bersih, dan baik. Sedangkan dalam bahasa Arab, makna dasar dari kata zakat, dilihat dari segi bahasa, adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semua makna dari zakat tersebut telah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadits. Dalam istilah fiqih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diserahkan kepada mereka yang berhak.

Menurut istilah, zakat adalah kewajiban yang harus dikeluarkan dari harta. Mazhab Maliki menafsirkan zakat sebagai "mengeluarkan dengan khusus dari harta tertentu, yang telah mencapai nisab (batas kuantitas yang wajib dizakatkan) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahik), dengan syarat bahwa kepemilikan harta tersebut penuh dan telah mencapai haul (satu tahun), bukan dari barang tambang atau hasil pertanian". Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat sebagai menjadikan sebagian harta tertentu dari harta yang spesifik sebagai milik bagi orang yang khusus, yaitu orang-orang yang telah ditentukan oleh syariat, karena Allah. Meskipun para ulama mendefinisikan zakat dengan cara yang berbeda-beda, intinya tetap sama, bahwa zakat terikat dengan batasan haul, yaitu batasan waktu yang mewajibkan zakat, serta batasan jumlah yang telah ditetapkan (nisab). Selain itu, zakat juga telah menetapkan siapa saja yang berhak menerima pemberiannya, yaitu delapan golongan yang telah ditentukan dalam surah at-Taubah ayat 60. Menurut Yusuf Qardhawi, zakat dalam istilah fiqih berarti "sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada mereka yang berhak," di samping juga berarti "mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri." Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan tersebut menambah banyak, membuatnya lebih bernilai, dan melindungi kekayaan itu dari kehancuran.

Zakat profesi adalah zakat yang diambil dari hasil yang diperoleh dari pekerjaan dan profesi seseorang. Misalnya, pekerjaan yang menghasilkan uang, baik itu pekerjaan yang dilakukan sendiri tanpa bergantung pada orang lain, berkat keterampilan tangan ataupun kecerdasan (profesional). Pekerjaan yang dilakukan seseorang untuk pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun individu dengan menerima upah yang diberikan, baik dengan tangan, otak, atau keduanya. Pendapatan dari pekerjaan semacam itu berupa gaji, upah, atau honorarium. Jika pendapatan tersebut telah mencapai nisab dan haul, zakat harus dikeluarkan. (Qardawi, 2007:459).

Menurut Wikipedia, zakat profesi adalah zakat yang diambil dari penghasilan profesi (guru, dokter, aparat, dan lain-lain) atau hasil profesi jika telah mencapai nisabnya. Berlainan dengan asal penghasilan dari pertanian, peternakan, dan perdagangan, asal pendapatan dari profesi kurang banyak dikenal di masa generasi sebelumnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pemahaman yang cukup untuk menyadarkan bahwa kewajiban zakat bukan hanya sekadar amaliah ritual mahdhah, tetapi juga memiliki makna kewajiban sosial. Zakat adalah kesalehan diri melalui usaha sosial. Agar sampai pada kesadaran seperti itu, diperlukan penyadaran yang diiringi dengan tindakan amal sosial, termasuk mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah. Karena dalam ajaran zakat ini, pandangan dan komitmen sosialnya sangat jelas, bahkan dari aspek yang paling menyentuh kebutuhan banyak orang, yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi. Secara umum, zakat profesi menurut putusan Tarjih Muhammadiyah adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat menghasilkan uang dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Disi lain, menurut Zamzami Ahmad, zakat profesi adalah zakat yang diambil dari penghasilan yang diperoleh dengan cara yang halal dalam bentuk upah, honor, atau gaji.

Mungkin bentuk penghasilan yang paling mencolok pada zaman sekarang adalah yang diperoleh dari pekerjaan dan profesi. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua jenis. Yang pertama adalah pekerjaan yang dilakukan sendiri tanpa bergantung pada orang lain, berkat keterampilan tangan atau kecerdasan. Pendapatan yang dihasilkan dengan cara ini adalah pendapatan profesional, seperti pendapatan seorang dokter, insinyur, pengacara, artis, penjahit, tukang kayu, dan lainnya. (Daradjat, 1996: 56).

Yang kedua adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang untuk pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun individu dengan menerima upah yang diberikan, baik dengan tangan, otak, atau keduanya. Pendapatan dari pekerjaan yang dilakukan untuk orang atau pihak lain dengan imbalan upah atau honorarium seperti pegawai negeri atau swasta. (Hasan, 2001: 204).

Pendapatan dan profesi dapat dikenakan zakatnya jika sudah setahun dan mencapai nisab. Jika kita mengikuti pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu dicapai sepanjang tahun, tetapi cukup tercapai antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil pendapatan setiap tahun, karena pendapatan itu jarang terhenti sepanjang tahun dan sering kali mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasarkan hal itu, kita dapat menetapkan hasil pendapatan sebagai sumber zakat, karena adanya illat (penyebab) yang menurut ulama fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan kewajiban zakat.

Karena Islam memiliki standar bagi seseorang untuk dianggap kaya, yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama, maka standar ini harus dipenuhi oleh seseorang agar terkena kewajiban zakat, sehingga nampak perbedaan antara individu kaya yang wajib membayar zakat dan individu miskin yang berhak menerima zakat.

Dalam hal ini, pandangan mazhab Hanafi lebih tegas, yaitu bahwa jumlah nisab cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus ada di pertengahan tahun. Ketentuan ini harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil penghasilan dan profesi, supaya jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin. Seorang pekerja profesi sesekali tidak memenuhi ketentuan tersebut. (Juhairi, 1995:45).

Terkait besaran zakat, penghasilan, dan profesi dalam fiqih masalah spesifik mengenai penyewaan. Seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan uang sewa yang cukup nisab, wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Secara esensial, hal ini mirip dengan sumber pendapatan, dan harus dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai satu nisab

Hal ini sesuai dengan yang telah kita tegaskan sebelumnya, bahwa jarang seorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah ditetapkan, meskipun tidak cukup di tengah tahun tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah mencapai setahun.

Hasil dari penafsiran tersebut, kecuali yang menentang, adalah bahwa zakat harus diambil dari gaji atau sejenisnya satu bulan dari dua belas bulan. Karena syarat wajib zakat adalah cukup nisab penuh di awal tahun atau akhir tahun.

Pendapat para ulama besar tentang hasil pendapatan dan profesi serta pendapatan dari gaji atau lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi, pandangan fiqih tentang bentuk pendapatan tersebut adalah, bahwa ia adalah "harta pendapatan." Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat atas kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun.

Yang dibutuhkan pada masa sekarang adalah menetapkan hukum pasti "harta pendapatan" tersebut, karena terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil pendapatan, profesi, dan kekayaan non-komersial dapat dikategorikan sebagai "harta pendapatan." Jika kekayaan dari suatu kekayaan yang telah dikeluarkan zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta pendapatan" itu, berkembang, misalnya laba perdagangan dan produksi ternak, maka perhitungan tahunnya disamakan dengan perhitungan tahun induknya. Hal ini karena hubungan keuntungan dengan induknya sangat erat.

Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu nisab ternak atau harta dagang, maka pokok dan keuntungannya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun. Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta pendapatan" dalam bentuk uang dari kekayaan yang wajib zakat tetapi belum mencapai waktu setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20, begitu juga seseorang yang menjual produksi ternak yang sudah dikeluarkan zakatnya, maka uang yang diperoleh dari hasil penjualan tersebut tidak dikeluarkan zakatnya saat itu juga. Hal ini untuk menghindari adanya zakat ganda, yang dalam perpajakan dikenal sebagai "Tumpang Tindih Pajak."

Pendapat tersebut di atas adalah pendapat ulama fiqih meskipun yang terkenal di kalangan ulama fiqih adalah bahwa masa setahun merupakan syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, baik harta benda yang diperoleh maupun bukan. Hal ini berdasarkan hadis-hadis mengenai ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa hadis-hadis tersebut berlaku bagi semua kekayaan termasuk harta hasil usaha.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun