Mohon tunggu...
Nisa NurSabila
Nisa NurSabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa yang senang membaca buku, tertarik dalam bidang olahraga badminton, serta ingin mempelajari hal;hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Zakat Profesi

31 Desember 2024   19:18 Diperbarui: 31 Desember 2024   19:18 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pemahaman yang cukup untuk menyadarkan bahwa kewajiban zakat bukan hanya sekadar amaliah ritual mahdhah, tetapi juga memiliki makna kewajiban sosial. Zakat adalah kesalehan diri melalui usaha sosial. Agar sampai pada kesadaran seperti itu, diperlukan penyadaran yang diiringi dengan tindakan amal sosial, termasuk mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah. Karena dalam ajaran zakat ini, pandangan dan komitmen sosialnya sangat jelas, bahkan dari aspek yang paling menyentuh kebutuhan banyak orang, yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi. Secara umum, zakat profesi menurut putusan Tarjih Muhammadiyah adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat menghasilkan uang dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Disi lain, menurut Zamzami Ahmad, zakat profesi adalah zakat yang diambil dari penghasilan yang diperoleh dengan cara yang halal dalam bentuk upah, honor, atau gaji.

Mungkin bentuk penghasilan yang paling mencolok pada zaman sekarang adalah yang diperoleh dari pekerjaan dan profesi. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua jenis. Yang pertama adalah pekerjaan yang dilakukan sendiri tanpa bergantung pada orang lain, berkat keterampilan tangan atau kecerdasan. Pendapatan yang dihasilkan dengan cara ini adalah pendapatan profesional, seperti pendapatan seorang dokter, insinyur, pengacara, artis, penjahit, tukang kayu, dan lainnya. (Daradjat, 1996: 56).

Yang kedua adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang untuk pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun individu dengan menerima upah yang diberikan, baik dengan tangan, otak, atau keduanya. Pendapatan dari pekerjaan yang dilakukan untuk orang atau pihak lain dengan imbalan upah atau honorarium seperti pegawai negeri atau swasta. (Hasan, 2001: 204).

Pendapatan dan profesi dapat dikenakan zakatnya jika sudah setahun dan mencapai nisab. Jika kita mengikuti pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu dicapai sepanjang tahun, tetapi cukup tercapai antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah, kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil pendapatan setiap tahun, karena pendapatan itu jarang terhenti sepanjang tahun dan sering kali mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasarkan hal itu, kita dapat menetapkan hasil pendapatan sebagai sumber zakat, karena adanya illat (penyebab) yang menurut ulama fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan kewajiban zakat.

Karena Islam memiliki standar bagi seseorang untuk dianggap kaya, yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama, maka standar ini harus dipenuhi oleh seseorang agar terkena kewajiban zakat, sehingga nampak perbedaan antara individu kaya yang wajib membayar zakat dan individu miskin yang berhak menerima zakat.

Dalam hal ini, pandangan mazhab Hanafi lebih tegas, yaitu bahwa jumlah nisab cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus ada di pertengahan tahun. Ketentuan ini harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil penghasilan dan profesi, supaya jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin. Seorang pekerja profesi sesekali tidak memenuhi ketentuan tersebut. (Juhairi, 1995:45).

Terkait besaran zakat, penghasilan, dan profesi dalam fiqih masalah spesifik mengenai penyewaan. Seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan uang sewa yang cukup nisab, wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Secara esensial, hal ini mirip dengan sumber pendapatan, dan harus dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai satu nisab

Hal ini sesuai dengan yang telah kita tegaskan sebelumnya, bahwa jarang seorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah ditetapkan, meskipun tidak cukup di tengah tahun tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah mencapai setahun.

Hasil dari penafsiran tersebut, kecuali yang menentang, adalah bahwa zakat harus diambil dari gaji atau sejenisnya satu bulan dari dua belas bulan. Karena syarat wajib zakat adalah cukup nisab penuh di awal tahun atau akhir tahun.

Pendapat para ulama besar tentang hasil pendapatan dan profesi serta pendapatan dari gaji atau lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi, pandangan fiqih tentang bentuk pendapatan tersebut adalah, bahwa ia adalah "harta pendapatan." Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat atas kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun.

Yang dibutuhkan pada masa sekarang adalah menetapkan hukum pasti "harta pendapatan" tersebut, karena terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil pendapatan, profesi, dan kekayaan non-komersial dapat dikategorikan sebagai "harta pendapatan." Jika kekayaan dari suatu kekayaan yang telah dikeluarkan zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta pendapatan" itu, berkembang, misalnya laba perdagangan dan produksi ternak, maka perhitungan tahunnya disamakan dengan perhitungan tahun induknya. Hal ini karena hubungan keuntungan dengan induknya sangat erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun