"The Grand Old Man" itulah panggilan, Agus Salim. Agus Salim merupakan salah seorang bapak bangsa. dia adalah diplomat yang cerdik dan pendebat ulung, santri yang kritis dan ulama yang moderat. Berbagai peristiwa yang dialaminya dari masa penjajahan Belanda hingga Indonesia merdeka itu menepanya menjadi Haji Agus Salim.
Agus Salim juga pernah kehilangan iman dan susah payah merebutnya kembali hingga menemukan islam untuk Indonesia. Islam yang tidak terikat adat kebiasaan, tapi dapat menggerakan bangsa untuk menentukan nasib sendiri.
Ketika masih muda, dia pernah bertanya kepada seorang ulama, "apakah Adam dan Hawa memiliki pusar?". Ulama itu menjawab,"ada, karena mereka juga manusia." "kalau punya pusar, sebagaimana halnya kita, itu tandanya mereka dilahirkan oleh seorang ibu." Ulama itu tiada dapat menimpali.
Sebaian dari kata - kata itu, tentu saja, berupa deskripsi tentang "adegan" didalamnya. Pak tua yang lahir di KOto Gadang, Sumatra Barat, 8 oktober 1884. Profesor Willem "Wim" Schermerhorn, ketua delegasi Belanda dalam Perundingan Linggarjati, tentang Salim yaitu, sebagai pemimpin, salah seorang pendiri negara, dia "selama hidupnya selalu melarat dan miskin"
Pada masa itu, jabatan tertinggi Salim hanya Mentri Luar Negri. sebelumnya dia menjadi penasehat Mentri Luar Negri Achmad Soebarjo. Pada tahun 1947, ia ikut delegasi Indonesia ke Lake Success, New York, untuk membela pendirian dan kedudukan Indonesia terhadap Belanda di forum perserikatan bangsa - bangsa. Dan dia juga mengunjungi negara - negara Arab menggalang pengakuan de jure atas kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Serekat Islam (SI), dan berkenalan langsung dengan pemimpinya, Haji Omar Said Tjokroaminoto, dan kemudian ikut menjadi ahli strategi organisasi.
Pada tanggal 10 juni 1947, di gedung kementrian luar negri Mesir. Agus Salim bersama A. R. Basweden (mentri muda penerangan), Nazir Pamuntjak (pejabat di kementria luar negri), H. M. Abdulkadir (pejabat di kementrian pertahanan). Agenda hari itu adalah penandatanganan perjanjian persahabatan Indonesia - Mesir dibidang sosial - ekonomi.
Pada tanggal 27 agustus 1947, agus Salim dipanggil pulang oleh pemerintah Indonesia. Tiga bulan kemudian, pria yang dijuluki "The Grand Old Man" olah presiden Sukarno ini memberikan laporan tentang hasil - hasil misi diplomatik yang dipiminya dalam sidang kabinet. Menilik kiprahnya Solichin Salam, sejarawan dan penulis sejumlah biografi tokoh Indonesia, menilai Salim bukan hanya diplomat ulung,melainkan juga diplomat Indonesia yang pertama. "Dia merintis jalan bagi Indonesia dalam hubungan maupun kegiatan - kegiatan dengan dunia Internasional.
Pada tahun 1906 sampai dengan 1911, Agus Salim bekerja di konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi, sekaligus memperdalam islam dan berhaji. Pada tahun 1912 sampai dengan 1915, Agus Salim mendirikan Hollandsch - Inlandsche School (HIS) swasta di Koto Gadang. Dan pada sekitar tahun 1915, Agus Salim menjadi pengurus besar Central Serekat Islam.
Pada tahun 1921 sampai dengan 1924, Agus Salim menjadi anggota Volksraad (dewan rakyat) sebagai wakil Serekat Islam. Pada tanggal 19 desember 1948, agus Salim ditawan Belanda bersama Sukarno dan Hatta, disingkan ke Berastagi, Parapat, Bangka, dan baru kembali ke ibu kota Yogyakarta pada tanggal 6 juli 1949.
Di Volksraad, Salim berpidato dalam bahasa Melayu. Ia ditegur ketua parlemen dan diminta berpidato dalam bahasa Belanda. Tapi Salim, yang sebenarnya lancar bahasa Belanda, berpendapat ia berhak memakai bahasa Melayu. Dalam pidatonya, dia menyebutkan kata "ekonomi". Lawanya Bergmeyer, mengejeknya, "apa kata 'ekonomi' dalam bahasa Melayu?", Salim menjawab, "coba, tuan sebutkan dulu apa kata 'ekonomi' dalalam bahasa Belanda, nanti saya sebutkan dalam bahasa Melayu." Bergmeyer terdiam karena kata "ekonomi" tidak ada dalam bahasa Belanda.
Dalam suatu pertemuan Serekat Islam, Muso mengejek Agus Salim dan H. O. S. Tjokroaminoto dari tas podium. Dia bertanya kepada peserta, "orang yang berjenggot itu seperti apa, saudara?", hadirin menjawab, "kambing". Muso bertanya lagi, "orang yang berkumis itu seperti apa, saudara?", hadirin menjawab, "kucing". Tiba giliran Salim naik mimbar. Ia berkata "tadi kurang lengkap, saudara. Yang tidak berkumis dan tidak berjenggot itu seperti apa?" Salim menjawab sendiri, "anjing". Muso memang tidak berjenggot dan tidak berkumis.
Dalam suatu jamuan makan, semua orang memakai sendok dan garpu. Hanya Agus Salim yang memakai tangan. Sewaktu ditanya mengapa demikian, Salim menjawab, "karena saya tahu bahwa tangan saya bersih, sedangkan saya tidak tahu apakah sendok dan garpu itu bersih."
Pada tanggal 4 november 1954, Agus Salim wafat pada pukul 14.42 di rumah sakit umum Jakarta Selatan, setelah sakit beberapa hari. Ia dimakamkan keesokan harinya di taman makam pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada tanggal 27 desember 1961, ditetapkan sebagai hari pahlawan kemerdekaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H