Mohon tunggu...
Nirmala Ayu Diana
Nirmala Ayu Diana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Telkom University

Ribuan mil perjalanan dimulai dari satu langkah pertama.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sleep Paralysis

25 Februari 2022   20:32 Diperbarui: 25 Februari 2022   20:51 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian besar orang, tidur merupakan kebutuhan. Waktu dimana kita mengistirahatkan tubuh maupun pikiran dari penatnya persoalan hidup sehari-hari. Namun, hal tersebut tidak berlaku untuk seorang Hades Katendra. Remaja laki-laki berusia 18 tahun yang namanya mengingatkan kita pada salah satu kisah mitologi Yunani, tidak lagi menganggap bahwa tidur adalah kegiatan yang menyenangkan.

***

Alih-alih mengerjakan tugas sekolah, Hades justru merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menatap langit-langit kamar sembari menyangga kepala dengan kedua tangannya. Tubuhnya telentang dengan dada yang kembang kempis teratur, menandakan bahwa keheningan malam mampu membuatnya merasa tenang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 pagi, tetapi rasa kantuk tak kunjung datang. Belakangan ini, insomnia memang membuat kualitas tidurnya semakin memburuk. Banyak cara sudah ia lakukan—termasuk menghitung domba seperti yang disarankan oleh psikolognya—tetapi, tak ada satu pun cara yang berhasil. Sahabatnya, Rakas Pranadipta, bilang kalau Hades hanya perlu mencari teman sekamar. Ide konyol karena ia tidak mungkin tinggal dengan orang asing. Hades mulai berpikir untuk mempunyai hewan peliharaan, tetapi kita tahu pasti bahwa yang dimaksud oleh Rakas bukanlah hal seperti itu.

Kekalahan berturut-turut dalam game mobile yang dimainkannya membuat Hades memilih untuk memejamkan mata. Media sosial pun tidak berhasil mencuri perhatiannya. Ia hanya berharap pagi tidak cepat datang agar lebih banyak waktu untuknya beristirahat. Mengingat banyak hal yang harus dilakukan besok dan Hades tidak ingin bunda memergokinya tiba-tiba karena ia tak kunjung terlelap.

Tanpa sadar waktu berlalu begitu cepat. Meski begitu, Hades tidak merasa melewatkan banyak hal. Ia membuka mata dengan tergesa-gesa, lalu melirik jam yang bertengger manis di dinding kamar. “Sudah pukul 3 pagi,” gumamnya.

Sedetik kemudian, Hades terkesiap tatkala menyadari bahwa suaranya tak terdengar sama sekali. Tubuhnya membatu dengan keringat mulai membasahi wajah, tangan, dan kakinya. Napasnya memburu tak beraturan seolah-olah ada sosok yang menghimpit dadanya. Semua senyap. Suasana di sekitarnya pun mulai terasa mencekam. Hanya terdengar suara detak jarum jam dan detak jantungnya yang kian menderu saling bersahutan.

Kemudian perhatiannya teralihkan oleh seekor kucing hitam yang muncul entah darimana tiba-tiba saja melompat ke atas meja belajarnya. Hades merasa khawatir jika kucing tersebut akan menindih laptop atau menjatuhkan buku-bukunya, tetapi ia tak mampu berbicara apalagi menggerakkan tubuhnya.

“Bunda! Bunda! Ada kucing hitam di atas meja!” seru Hades. Ia tidak tahu harus melakukan apa selain terus berteriak meskipun itu percuma saja. Berharap seseorang datang untuk menolongnya atau setidaknya membantunya menyingkirkan kucing tak diundang tersebut.

Hades mencoba menggerakkan kaki dan seluruh badannya, tetapi nihil meski ia telah berusaha sekuat tenaga. Tubuhnya benar-benar terasa berat seperti ditimpa oleh batu besar. Keadaan saat ini membuatnya sangat tersiksa, tetapi Hades enggan untuk menyerah. Tiba-tiba ia teringat ucapan bunda yang selalu menasihatinya untuk membaca doa sebelum tidur. Malam ini, Hades melewatkan rutinitas tersebut karena ia tidak sengaja tertidur.

Meski hanya kedua matanya yang bisa digerakkan, Hades mulai merapalkan doa dalam hati. Dengan mata terpejam, ia berusaha mengingat doa-doa yang selama ini bunda ajarkan kepadanya sedari kecil. Tak lupa juga Surah Al-Fatihah, Surah An-Nas, Surah Al-Falaq, Surah Al-Ikhlas, lalu ditutup dengan Ayat Kursi.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x)

Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x)

Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x)

Hayya 'alashshalaah (2x)

Hayya 'alalfalaah. (2x)

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)

Laa ilaaha illallaah (1x)

Begitu suara azan subuh mulai berkumandang dari speaker salah satu masjid yang terletak tidak jauh dari rumahnya, Hades akhirnya dapat menggerakkan tubuhnya kembali. Ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti berdebar-debar dengan sebelah tangan. Dengan napas tersengal-sengal, ia melirik jam yang bertengger di dinding kamar. Waktu menunjukkan pukul 4 pagi. Sudah lewat satu jam dari kejadian yang menimpanya tersebut. Selama itu juga, ia harus bertahan dalam situasi yang tidak mengenakkan.

Hades memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur lalu melangkahkan kakinya menuju dapur, tempat dimana ia dapat menemukan benda bernama dispenser. Mungkin beberapa gelas air putih bisa membuatnya merasa lebih baik. Setelah menenggak cairan bening tersebut, Hades pun kembali masuk ke dalam kamar. Ditatapnya nanar sprei berwarna merah dan biru dengan gambar klub sepak bola kesukaannya. Tidak ada lagi hasrat untuk tidur kembali seperti yang sudah menjadi kebiasaannya setiap pagi.

Kemudian Hades mendudukkan tubuhnya di atas kursi yang menghadap tepat ke arah meja belajar. Ia mulai melakukan pencarian di internet. Berusaha mengetikkan beberapa kata kunci yang mungkin sesuai dengan apa yang sedang ia cari. Ya, penjelasan secara ilmiah yang bisa diterima oleh akal sehatnya mengenai ketindihan atau kelumpuhan tidur. Seingatnya, Hades pernah menemukan hal semacam itu di salah satu website tentang keluhan seorang pasien yang juga mengalami kejadian serupa dengannya.

Saat sedang asyik berselancar di internet, terdengar suara seorang perempuan paruh baya memanggilnya dari luar kamar. “Nak, solat subuh berjamaan di masjid dulu!” teriak Bunda membuyarkan fokusnya.

Hades menepuk keningnya pelan lalu mengucap istighfar berulang kali. Kemudian ia berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudu dan bersiap-siap pergi ke masjid. Rasa takut hampir membuatnya melupakan kewajiban sebagai seorang muslim.

***

Ting tong…, ting tong….

Bunyi bel rumah terdengar nyaring ketika Ningsih tengah menikmati sarapan dengan suami tercintanya. Keduanya saling bertatapan, seolah mereka saling melempar tanya ‘siapa tamu yang datang sepagi ini.’ Kemudian Ningsih pamit pada suaminya untuk menyambut tamu, tungkai kakinya melangkah menuju tempat pintu berada.

“Assalamu’alaikum, Bunda. Pagi ini, saya bawain nasi kuning dan gorengan untuk Bunda sekeluarga. Mohon diterima ya, Bunda.” ucap seorang remaja laki-laki yang seusia dengan anak semata wayangnya. Kepribadiannya yang unik dan penuh kejutan membuat siapa pun dapat mengingat wajahnya dengan mudah. Seingatnya, anak laki-laki itu bernama Rakas. Sebab ia tahu bahwa putranya hanya memiliki segilintir teman saja di sekolah dan di antaranya tidak banyak yang diizinkan untuk datang ke rumah.

Rakas mengintip dari celah pintu, melihat meja makan sudah terisi oleh berbagai macam lauk pauk. Matanya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, lalu menelan ludahnya kasar. Sepertinya ia datang di waktu yang kurang tepat.

“Bunda lagi sarapan, ya? Ya udah, nasi kuning dan gorengannya buat makan siang aja, ya.” Rakas langsung tersenyum kikuk seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Ngomong-ngomong, Hadesnya ada di rumah nggak, Bunda? Semalem tiba-tiba nelepon sambil nangis katanya ada yang mau diceritain. Makanya, Rakas datang pagi-pagi. Takut ada apa-apa soalnya,” tanya Rakas, sambil mengarang cerita agar terdengar meyakinkan.

Ningsih menerima jinjingan plastik yang dibawa oleh Rakas seraya mengernyit heran dengan kedua alisnya bertaut. Memangnya sejak kapan putranya bersikap melankolis seperti itu? Dengan senyum canggung ia menjawab, “Wa’alaikum salam. Ada kok di kamar, tapi dari tadi diajak sarapan bilangnya nggak mau terus. Tolong dibujuk ya, Rakas.”

Dengan sigap, Rakas mengangguk sembari memberi salam hormat layaknya seorang prajurit. “Kalau gitu, Rakas ke atas dulu ya, Bunda,” ucap Rakas sambil membungkuk sopan ketika melewati Ayah Hades. Kemudian ia menaiki anak tangga satu-persatu menuju kamar Hades.

“Gede banget tuh kantong mata. Perasaan nggak ada jadwal ngeronda, deh,” sindir Rakas setibanya di kamar Hades. Remaja laki-laki dengan perawakan tinggi tersebut kemudian mendudukkan tubuhnya di atas kasur. Melihat sahabatnya tengah bergelut dengan laptop sedari tadi.

“Aku cuma tidur 2 jam, Kas. Semalem habis ketindihan terus nggak bisa tidur lagi,” jawab Hades, jemarinya masih sibuk mengetik di atas keyboard dengan tatapan yang tak lepas dari layar laptop. “Terus ini lagi nyari tau tentang Sleep Paralysis. Pernah denger nggak?”

“Kamu tau ‘kan Kak Rahma? Kakakku yang pertama, sering banget ketindihan. Mungkin hampir setiap hari,” jawab Rakas. “Aku lumayan banyak tau, sih. Soalnya sering diceritain Kak Rahma.”

“Begitu, ya? Jujur aku belum berani cerita ke Bunda. Takut dikira nggak waras soalnya.”

“Nggak mungkin lah sampai kayak gitu. Nih, aku liatin sesuatu,” ucap Rakas seraya mengetikkan sesuatu di ponselnya, lalu memperlihatkannya kepada Hades. “Lebih dari 2 juta kasus per tahun di Indonesia. Katanya, sih, bisa dialami oleh anak-anak dan orang dewasa dari segala usia. Intinya, udah umum banget lah jadi nggak usah terlalu khawatir, Des.”

Hades terdiam sejenak, berusaha mencerna perkataan Rakas. “Terus sekarang aku harus gimana, Kas? Kalau nanti malem ketindihan lagi nggak ada yang bantuin soalnya. Apa nggak usah tidur aja kali, ya?”

“Mau ditemenin?”

Sorry to say, tapi nggak dulu, Kas.”

***

Berbekal informasi yang didapat dari internet, Hades memutuskan untuk tidur lebih awal kali ini. Tidak ada lagi game mobile ataupun pertandingan bola kesukaannya, ia hanya ingin terlelap secepat mungkin lalu menyambut pagi dengan perasaan yang lebih baik. Mungkin kafein dan stress berlebihan yang dirasakannya akhir-akhir ini menjadi salah satu penyebab utama mengapa ia bisa mengalami Sleep Paralysis. Ternyata menjadi anak SMA semester akhir tidak semudah itu.

Hades membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah memastikan bahwa lampu kamarnya masih menyala. Ia menarik selimut hingga sedada, tidur menghadap kanan, dan tak lupa membaca doa sebelum tidur. Lalu kedua matanya terpejam dan siap mengarungi alam bawah sadar.

Barangkali yang Hades lihat barusan hanyalah tipuan semata. Namun, semuanya benar-benar terasa nyata. Seolah-olah ia bisa mengendalikan apapun atau menjadi siapa pun. Tubuhnya pun seperti menolak untuk digerakkan kembali. Hades membatin, Sleep Paralysis kah?

Ah, Lucid Dream.

Topik yang sedang hangat dibicarakan oleh teman-temannya di sekolah. Sebelumnya ia pikir mereka hanya mengada-ada. Ternyata mengendalikan mimpi rasanya semenyenangkan ini, tetapi di sisi lain perasaan takut mulai menghinggapinya. Ruhnya seakan-akan sedang melepaskan diri dari raganya. Meski sepenuhnya sadar bahwa ia sedang mengalami Lucid Dream, Hades tetap enggan membuka mata.

Bagaimana kalau ruhku tidak kembali dan semakin meninggalkan raganya?

Ini menyenangkan, tapi bagaimanapun caranya aku harus kembali!

Tunggu, rasanya aku seperti mendengar suara derap langkah!

Minggu, 3 Oktober 2021. Pukul 00.00 WIB.

“Selamat ulang tahun yang ke-19, Hades Katendra!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun