“Kamu tau ‘kan Kak Rahma? Kakakku yang pertama, sering banget ketindihan. Mungkin hampir setiap hari,” jawab Rakas. “Aku lumayan banyak tau, sih. Soalnya sering diceritain Kak Rahma.”
“Begitu, ya? Jujur aku belum berani cerita ke Bunda. Takut dikira nggak waras soalnya.”
“Nggak mungkin lah sampai kayak gitu. Nih, aku liatin sesuatu,” ucap Rakas seraya mengetikkan sesuatu di ponselnya, lalu memperlihatkannya kepada Hades. “Lebih dari 2 juta kasus per tahun di Indonesia. Katanya, sih, bisa dialami oleh anak-anak dan orang dewasa dari segala usia. Intinya, udah umum banget lah jadi nggak usah terlalu khawatir, Des.”
Hades terdiam sejenak, berusaha mencerna perkataan Rakas. “Terus sekarang aku harus gimana, Kas? Kalau nanti malem ketindihan lagi nggak ada yang bantuin soalnya. Apa nggak usah tidur aja kali, ya?”
“Mau ditemenin?”
“Sorry to say, tapi nggak dulu, Kas.”
***
Berbekal informasi yang didapat dari internet, Hades memutuskan untuk tidur lebih awal kali ini. Tidak ada lagi game mobile ataupun pertandingan bola kesukaannya, ia hanya ingin terlelap secepat mungkin lalu menyambut pagi dengan perasaan yang lebih baik. Mungkin kafein dan stress berlebihan yang dirasakannya akhir-akhir ini menjadi salah satu penyebab utama mengapa ia bisa mengalami Sleep Paralysis. Ternyata menjadi anak SMA semester akhir tidak semudah itu.
Hades membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah memastikan bahwa lampu kamarnya masih menyala. Ia menarik selimut hingga sedada, tidur menghadap kanan, dan tak lupa membaca doa sebelum tidur. Lalu kedua matanya terpejam dan siap mengarungi alam bawah sadar.
Barangkali yang Hades lihat barusan hanyalah tipuan semata. Namun, semuanya benar-benar terasa nyata. Seolah-olah ia bisa mengendalikan apapun atau menjadi siapa pun. Tubuhnya pun seperti menolak untuk digerakkan kembali. Hades membatin, Sleep Paralysis kah?
Ah, Lucid Dream.