Mohon tunggu...
Ni Putu Marsya Putri S
Ni Putu Marsya Putri S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenapa Umat Hindu Mempersembahkan Sesajen atau Banten dalam Ajaran Agamanya?

29 Desember 2022   08:22 Diperbarui: 29 Desember 2022   08:23 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan umat Hindu di Bali tidak pernah bisa lepas dari upakara atau sesajen yang dikenal secara umum disebut dengan istilah Banten yang memiliki makna dan fungsi sangat penting dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Di Bali sesajen atau Banten memiliki nilai religius dan nilai magis tersendiri sehingga Banten atau bebantenan sangat penting dan berkaitan dengan kehidupan agama Hindu di Bali

Dalam cara pembuatannya dan cara meletakkan Banten pun tidak bisa sembarangan karena harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Jenis dan bentuk Banten juga sangat dipengaruhi oleh desa kala Patra atau tempat waktu dan keadaan di desa adat atau desa pakraman. Dalam konsepnya Banten itu disusun berdasarkan Tri Angga atau badan sebagai alat pembanding atau pengukur, ada yang berkedudukan di Ulu atau kepala di tengah atau Madya sebagai badan dan bagian teben sebagai kaki. Berikut ini 7 kelebihan dalam banten 

1.Disebutkan bahwa semua jenis Banten atau upacara merupakan simbol diri lambang kemahakuasaan Hyang Widhi dan sebagai lambang Bhuana Agung atau alam semesta

2.Banten adalah cara sederhana dan mudah untuk berkomunikasi dengan Sang pencipta atau Sang Hyang Widhi dengan melalui berbagai perwujudannya Banten merupakan wujud doa dan pujaan karena doa dan pujaan tidak selalu harus berwujud kata-kata akan tetapi juga dalam wujud kebendaan atau Banten yang memiliki makna secara simbolis sebagai bentuk persembahan rasa syukur penghormatan dan juga doa pujaan kepada Tuhan

3.Banten adalah persembahan Suci sebagai buah dari pemikiran untuk dapat menyampaikan rasa cinta bakti dan kasih kepada Tuhan

4.Banten adalah korban suci yang tulus ikhlas sebagai perintah dari Tuhan dalam kitab bhagawadgita bab 3 sloka 10 menjelaskan bahwa "pada awal penciptaan Tuhan telah menciptakan alam semesta beserta makhlukNya melalui persembahan Suci Yadnya dan memberkahi mereka dengan bersabda berbahagialah engkau dengan pelaksanaan korban suci ini sebab pelaksanaannya akan menganugerahkan segala sesuatu yang dapat diinginkan untuk hidup bahagia" jadi umat Hindu mempersembahkan Banten atau sesajen merupakan perintah Tuhan dan agama Hindu tidak mengenal istilah menyekutukan Tuhan

5.Banten merupakan visualisasi dari ajaran tattwa dan susila dalam agama Hindu yang memiliki tujuan mengarahkan menuntun manusia guna tumbuhnya sifat-sifat yang mulia dalam diri oleh sebab itu apa yang ada di balik Banten itu ternyata sangat kaya akan konsep hidup yang bersifat universal seperti kebersamaan, pengorbanan Suci dengan ikhlas, ajaran Yoga atau pengendalian diri yang wajib diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari

6.Persembahan Banten dapat membebaskan dari dosa. Menikmati hasil alam ciptaan tuhan tanpa mempersembahkannya terlebih dahulu adalah perbuatan dosa hal ini dijelaskan dalam bhagawad Gita bab 3 sloka 13 yang menyebutkan bahwa "orang baik yang memakan makanan yang sudah dipersembahkan terlebih dahulu sebagai persembahan Suci kepada Tuhan terbebaskan dari segala dosa sedangkan mereka yang memasak makanan untuk kenikmatan diri sendiri sesungguhnya mereka hanya memakan dosa"

7.Pembuatan Banten mendorong pertumbuhan dan perputaran ekonomi dalam semua lapisan masyarakat hal ini sudah terbukti dengan pelaksanaan Yadnya akan mendorong perputaran ekonomi di Bali. Semua hasil alam bisa dimanfaatkan dan diolah untuk upakara Yadnya bahkan bahan bakunya didatangkan langsung dari luar Bali karena banyaknya kebutuhan untuk sarana yadnya. Hasil alam yang tidak laku bahkan tidak berarti di luar daerah Bali. Namun di Bali menjadi bernilai tinggi sehingga inilah yang menyebabkan laju pertumbuhan dan perputaran ekonomi di Bali sangat baik.

Dengan menggunakan Banten dalam beryadnya secara otomatis juga mewajibkan umat Hindu di Bali menjaga kelestarian alam menjaga hubungan dengan sesama manusia dan juga hubungan dengan Tuhan yang dituangkan dalam konsep Tri Hita Karana.

Banten terdiri dari Tiga Unsur yaitu:

*Mataya merupakan Sarana upakara (Banten) yang berasal dari yang tumbuh atau tumbuh-tumbuhan seperti Daun, Bunga dan Buah

*Maharya merupakan Sarana upakara (Banten) yang berasal dari yang lahir di wakili oleh binatang seperti Babi, Kambing, Kerbau, Sapi dan lain Lain.

*Mantiga merupakan Sarana upakara (Banten) yang berasal dari binatang yang lahir dari telur itu sendiri, seperti Ayam, Itik, Angsa, Telur Ayam, Telur Itik dan Telur Angsa.

Mungkin ada oknum yang mengatakan bahwa pelaksanaan yadnya di Bali adalah pemborosan dan dalam pelaksanaan ajaran agama cukup hanya dengan Namasmaranam atau dengan hanya menyebut nama Suci Tuhan. Jawabannya tentu itu tidaklah benar para leluhur orang Bali dan juga di nusantara ini telah benar-benar memahami ajaran Weda. Bagi orang suci di masa lalu yang memiliki tingkat spiritual tinggi yang datang ke Bali telah memahami bahwa kitab suci Weda bukanlah hanya untuk dibaca dan dihafalkan semata, akan tetapi Weda memiliki makna yang luas dan mendalam sehingga untuk mempelajari Weda dibutuhkan ajaran itihasa dan Purana agar tidak salah menafsirkan setiap sloka dalam kitab suci Weda. Hal ini termuat dalam Wahyu Purana yang menyatakan bahwa "Weda seharusnya dipelajari dengan sempurna melalui jalan mempelajari itihasa dan Purana sebab Weda itu akan takut kepada orang-orang yang sedikit pengetahuannya"

Dengan kata lain jangan sampai orang yang belajar weda itu tidak memiliki cara berpikir yang benar tentang bagaimana mestinya memasuki jalan weda yang sangat rahasia dan penuh dengan filsafat ketuhanan banyak orang mengira bahwa weda itu hanya berupa tulisan semata, tetapi sesungguhnya semua yang ada di alam semesta ini adalah Weda atau sastra tanpa tulis yang mana sejatinya sastra tanpa tulis berasal langsung dari alam semesta yang merupakan Sang Hyang Widhi atau Tuhan itu sendiri.

Ada yang beranggapan bahwa pelaksanaan Yadnya di Bali merupakan pemborosan dan menyebabkan kemiskinan hal itu sangatlah keliru seperti yang telah dibahas tadi tentang manfaat Banten dalam pelaksanaan yadnya yang lebih menekankan aspek laku spiritual atau praktek keagamaan yang disisipkan melalui berbagai macam seni dan budaya Bali dalam pelaksanaan Yadnya di Bali memiliki tingkatan tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan mulai dari yang besar sedang dan kecil yang ketiga tingkatan niatnya itu sesungguhnya memiliki makna dan tujuan yang sama

Di sinilah seharusnya peran besar parasulinggih di Bali dan juga PHDI harus bisa memperkenalkan ketiga tingkatan niatnya itu kepada umat Hindu dan juga bisa menjelaskan makna serta filosofi yang ada dalam lihatnya itu sendiri sebagai persembahan yang suci dan ikhlas sesuai dengan kemampuan jangan sampai pelaksanaan ritual hanya sebatas ritual listrik semata yang kadang membuat umat terjebak pada rutinitas seremonial sehingga kehilangan makna Mari kita jaga dan lestarikan bersama ajaran adiluhung leluhur kita di Bali di tengah konversi keyakinan lain yang tidak sesuai dengan teologi adat dan tradisi kita di Bali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun