Mohon tunggu...
Nino Zayat Salfandha
Nino Zayat Salfandha Mohon Tunggu... Pelaut - Radio Officer

Bekerja sebagai Marine Port Control di Kepanduan Muara Satui - Bunati, Kalimantan Selatan... Sambil kuliah online di Prodi Sistem Informasi - Universitas Siber Asia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Industri 4.0 Bawa Kenyamanan, Society 5.0 Memberi Tantangan

11 Juli 2021   22:48 Diperbarui: 15 Juli 2021   19:44 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nino Zayat Salfandha

Mahasiswa Universitas Siber Asia -- Prodi Sistem Informasi

Surel : n1n0z4y4t@gmail.com

Perkembangan dunia saat ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi. Tahun 2030, dunia akan memasuki "Society 5.0". Istilah "Society 5.0" pertama kali diperkenalkan oleh negara Jepang dalam upaya pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) dengan merancang perkembangan negerinya selangkah lebih maju dari "Society 4.0", yaitu dunia di tahun 2021 ini . Dengan kata lain, "Society 5.0" adalah dunia dengan masyarakat amat canggih atau super smart society.

Mulai ke abad 21, perkembangan platform teknologi yang makin cepat menghasilkan berbagai temuan yang menakjubkan. Kita mulai mengenal istilah Big Data, Robotics serta teknologi IoT (Internal of Things) yang menghubungkan berbagai perangkat lunak komputer, mesin digital, obyek tertentu, binatang atau manusia, yang semuanya bisa terhubung dengan penanda unik UID (Unique identifiers). Kita juga diperkenalkan dengan teknologi baru AI (Artificial Intelligent), yaitu kemampuan computer untuk berpikir cepat dan mengambil kesimpulan dengan sangat cepat berdasarkan informasi yang diberikan sehingga individu dapat memutuskan suatu tindakan dengan efektif dan efisien. Inilah yang disebut super smart society.

Tidak terlepas dari perkembangan teknologi dan society development tersebut, Indonesia turut menjadi bagian yang tak terpisahkan. Business startup mulai menggeliat. Bahkan Presiden Republik Indonesia, Ir.H. Joko Widodo turut menggerakkan dan mendukung kaum Milenial untuk berlomba berjuang maju dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

"Society 5.0" adalah dunia yang rentan (Vulnerable), tetapi juga dunia yang kuat. Ia menawarkan berbagi kemudahan tanpa mengesampingkan kerentanannya. Bagaimana masyarakat bertindak cerdas menyiasati kelemahan dan kekuatannya, ini adalah hal bijak yang harus dilakukan seawal kesadarannya.

Memasuki dunia G.5 atau smart society, technology adalah bagian dari setiap perkembangan dunia, baik segi ekonomi, sosial, kesehatan, budaya, bahkan pertahanan. Dunia terhubung secara sadar melalui koneksi internet. Begitupun ketika mengerucut kepada sektor yang lebih kecil seperti dunia usaha, sosial dan media, semua telah terkoneksi melalui jaringan internet. Ketika seorang public relation harus berpapasan dengan masyarakat, maka media internet menjadi rute tercepat untuk menjumpai sasarannya. Baik internet sebagai media penghubung maupun sebagai media pengantar/pengirim berita. Di sisi lain, perkembangan teknologi melesat bak roket untuk memperbaharui dirinya setiap waktu. Sehingga dibutuhkan energy dan kemampuan kuat untuk dapat terus mengimbangi perkembangan teknologi tersebut.

Salah satu kasus yang menunjukkan dahsyatnya perkembangan teknologi yakni mengenai tantangan baru bagi public relations pada perusahaan yang kini mulai menghadapi kemajuan teknologi 4.0 menuju teknologi 5.0. Dunia Public Relations menghadapi revolusi yang tak terelakkan disebabkan oleh Big Data (Wiencierz & Rttger, 2019). Menurut Weiner dan Kochhar, Big Data sudah mengubah profesi PR, dimana komunikator dapat menggunakan Big Data untuk lebih memahami pemangku kepentingan (stakeholder) dan dengan demikian data besar mampu mengoptimalkan kinerja praktis Humas sendiri (Weiner & Kochhar, 2016). Di luar konteks kehumasan pun saat ini masyarakat sudah ditransformasikan oleh sejumlah data besar yang dikumpulkan oleh organisasi, perusahaan konsultan, perusahaan teknologi, dan penyedia platform sehingga data merupakan "minyak" dari ekonomi informasi (Mayer-Schnberger & Cukier, 2014).

Fenomena industri 4.0 pertama kali disebutkan di Jerman pada tahun 2011(Roblek et al., 2016) sebagai usulan untuk pengembangan konsep baru kebijakan ekonomi Jerman berdasarkan strategi teknologi tinggi (Mosconi, 2015).
Perkembangan artificial intelligence dan Big Data dalam kerangka revolusi Industri 4.0 ini secara otomatis harus direspon dengan transformasi Human Revolution 4.0 untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bertahan di tengah derasnya perkembangan teknologi dan era disrupsi (WEF, 2020b) sehingga era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan sekaligus peluang dan kesempatan bagi pelaku kehumasan untuk berpikir progresif dan bertransformasi, serta meningkatkan kompetensi dalam teknologi digital (Mahribi, 2020).

Kasus tersebut akan dianalisis menggunakan teori atribusi. Menurut Fritz Heider, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal (sifat, karakter, sikap, dll) ataupun eksternal (tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu) (Luthans, 2005). Teori atribusi tersebut juga memberikan pemahaman mengenai pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar mereka, dengan mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang dialami. Dalam kasus mengenai tantangan yang dialami oleh para public relations di era society 5.0 tersebut, hasil analisis menunjukkan bahwa para humas harus memiliki daya saing lebih, serta kreativitas dan inovasi untuk menghadapi kompetisi digital. Mengapa saya menyebut kompetisi digital? Karena sesungguhnya yang menjadi lawan adalah pengguna teknologi digital itu sendiri, atau lebih sederhananya, warga internet (warganet). Masyarakat memiliki aksesibilitas tanpa batas ketika mereka masuk ke dunia maya. Mereka bisa mendapat informasi apapun sekaligus menyebarkan informasi apapun.

Munculnya AI dan robotisasi telah melahirkan kekhawatiran, tidak hanya tentang potensial kehilangan pekerjaan, tetapi juga terkait masalah etika dan kemungkinan masa depan di mana manusia, sampai pada taraf tertentu dikendalikan oleh teknologi yang lebih pintar daripada mereka. Namun kabar menggembirakan itu datang, bahwa kehadiran otomatisasi hanya akan menghilangkan sedikit sekali pekerjaan di massa yang akan datang (Chui et al., 2016). Kegiatan kehumasan PR tidak mungkin seutuhnya akan digantikan oleh robot, sebuah laporan Institute of Public Relations Chartered 2018 menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari tugas PR yang rentan terhadap otomatisasi dan kehadiran Artificial Intelligence (Valin, 2018).

Tugas humas adalah meminimalisir terjadinya misinformasi yang dapat terjadi di masyarakat. Ketika suatu perusahaan/organisasi terkena masalah, humas harus siap menjadi juru bicara utama untuk menyampaikan informasi sekaligus melindungi citra baik perusahaan tersebut. Masyarakat Indonesia umumnya sudah melek teknologi, namun belum melek informasi. Maksudnya, kita sudah sangat dekat dengan dunia digital, bahkan setiap hari hidup berdampingan dengannya, namun kita tidak mengoptimalkan penggunaannya. Jika dipikir lagi, sekarang sangat mudah mengakses berbagai macam literatur di dunia digital. Namun apa berarti literasi orang Indonesia bertambah? Tidak. Nyatanya banyak masyarakat yang masih mudah percaya dengan banyaknya hoaks yang beredar di internet. Tahun lalu, Microsoft merilis laporan Digital Civility Index (DCI) yang mengukur tingkat kesopanan digital para netizen di seluruh dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Ironisnya, tingkat kesopanan warganet Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76, yang menjadikan warganet Indonesia paling buruk kesopanannya di Asia Tenggara. Faktor utama yang mempengaruhi hal itu tak lain adalah berita palsu atau penipuan sebesar 47%. Peran humas masih sangat dibutuhkan di titik ini. Jangan sampai masyarakat termakan oleh fake-news yang tersebar untuk menyudutkan pihak tertentu.

Perilaku humas harus selalu menyuguhkan citra baik di masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat melihat gambaran perusahaan/organisasi di wajah para humasnya. Kekhawatiran akan kedatangan AI dan Big Data yang menjadi ancaman bagi keberlangsungan profesi humas oleh manusia adalah semacam tekanan eksternal yang tidak boleh menjadi gangguan atau hambatan untuk para humas dalam menjalankan pekerjaan yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, agar tidak tergerus oleh perkembangan jaman yang semakin pesat maka seorang PR juga harus dituntut untuk memiliki kompetensi dasar yaitu; (1) Analisis Data yang terdiri dari Analisis Deskriptif, Analisis Prediktif, Analisa Preskriptif. (2) Pengelolaan Media Sosial (3) Influencer(4) Content Creator (Arief & Saputra, 2019).

Sumber :
1. Queena, P. P., & Rohman, A. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Di Jawa Tengah. 1, 1--12.
2. Abdullah, A. (2020). Public Relations in The Era of Artificial Intelligence: Peluang atau Ancaman? Aristo, 8(2), 406. https://doi.org/10.24269/ars.v8i2.2629
3. Mosconi, F. (2015). The new European industrial policy: Global competitiveness and the manufacturing renaissance. Routledge, Taylor & Francis Group.
4. Arief, N. N. (2019). Public Relation In The Era Of Artificial Intelligence Bagaimana Big Data & Al Merevolusi Dunia PR. Simbiosa Rekatama Media.Arief, N. N., & Saputra, M. A. A. (2019).
5. Kompetensi Baru Public Relations (PR) Pada Era Artificial Intelligence: Case Study Praktisi PR di Indonesia.Jurnal Sistem Cerdas, 2(1), 1--12. https://doi.org/10.37396/jsc.v2i1.19

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun