"Pak JK, Ibu Mae ke mana?" tanya Abah Ong kepada lelaki renta yang tengah duduk santai di bawah pohon.
"Sedang pergi ke Polda!" sahut lelaki tua yang biasa dipanggil sebagai Pak JK.
Ya. Mae tengah menghadap ke Penyidik Polda.
"Harus diusut tuntas. Hukum harus ditegakkan. Tidak boleh hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah," teriak Maemunah.
Cergah Mae, panggilan Maemunah, terkait dengan kasus berlian yang hilang. Mae ingin persoalan raibnya berlian diusut tuntas. Pasalnya berlian tersebut juga selama ini disimpan di Bank Bukopin.
Ketika keponakan Jusuf Kalla dulu masih menjadi boss besar. Bahkan keluarga Jusuf Kalla menyimpan semua surat-surat leasing di safety box bank, layaknya menyimpan di rumah.
"Ya. Harus diusut tuntas," kata Mae tegas sambil mengerdipkan mata ke Penyidik.
Mae memberikan contoh nyata. Kasus yang membelit Sadikin Aksa, keponakan Jusuf Kalla, menjadi tersangka. Kasus Bosowa dan keluarga Jusuf Kalla menarik perhatian publik.
"Baik, Ibu Mae. Tidak usah melebar membawa-bawa nama Jusuf Kalla. Kita tahu yang tengah dituntut oleh Qatar National Bank Q.P.S.Q. Karena QNB menggugat Aksa Mahmud pemilik Bosowa Corporindo beserta beberapa anggota keluarganya senilai US$484,42 juta," kata Penyidik tidak tahu istri siapa Mae ini.
"Nilai tersebut sama dengan Rp7,1 triliun dengan asumsi kurs Rp14.700 per dolar AS," sambung Mae cepat kalau soal duit.
Lalu Mae memaparkan kronologinya sampai dia menghadap ke Polda.
Mae mengalami musibah. Berlian yang dia beli dalam lelang Sotheby's hilang tak tahu rimbanya. Detektif partikelir yang bermarkas di Kemang gagal melacak keberadaan berlian tersebut. Padahal wadah penyimpan berlian itu didisain khusus. Tentu mahal.
"Ya, boks penyimpan berlian itu terbuat dari bahan titanium. Ukurannya sebesar bungkus rokok satu slop. Lumayan besar, Mi. Kotak penyimpan ini mirip safety box. Dia juga memiliki kunci pengaman digital yang tersambung dengan hape, Mi," kata Maemunah istri JK di depan penyidik Polda.
"Kalau begitu bisa dilihat dong posisi safety box berlian itu, Ibu JK?" tanya Penyidik.
"Tidak juga," jawab Mae.
"Loh?"
"Karena safety box ini memiliki sensor anti radar dan anti medan magnetik," jelas Mae.
Penyidik Polda bengong.
"Yang unik posisi safety box ini ada di Makassar saat ini. Padahal lima jam lalu posisi berlian masih di Jakarta," jelas Mae.
"Berarti terbang ke Makassar safety box," sahut Penyidik.
"Belum tentu, kalau pemegang safety box cerdas, dia bisa menyamarkan lokasi dengan VPN alias virtual private network Makassar, padahal posisi bukan di Makassar," papar Mae.
"Waduh!"
"Iya!"
"Mohon izin, Ibu Mae, harga berlian itu kira-kira berapa?" tanya Penyidik untuk melengkapi LP alias laporan polisi.
"US$484,42 juta."
"Loh. Sama dengan tuntutan Bank QNB?" kaget hampir pingsan.
"Makanya saya hapal angkanya Rp7,1 T tadi, Mi," sahut Mae.
"Maaf. Ibu siapa?"
"Saya istri Pak JK! Berlian itu juga miliknya," jawab Mae.
"Hah?"
"Iya!"
"Pantas. Kok mahal amat harga berlian sampai Rp7.1 triliun," komentar Penyidik.
Mae menerawang jauh kelihatan berpikir keras.
"Pak Penyidik tidak pernah tahu ya, kami berbisnis Samurai Jepang, yang harga satuannya yang tombol tiga mencapai Rp150 triliun. Kami pernah transaksi dua kali. Satu di Jakarta, dan satu lagi di Manado hampir jadi," jelas Mae.
"Baiklah. Ibu tinggal di mana? Sesuai KTP di Menteng ya? Menteng mana?" tanya Penyidik.
"Menteng Imam Bonjol!" sahut Mae sedih.
"Pantas. Ya di jalan Imam Bonjol No 4 harganya cuma Rp200 M. Pas Ibu tinggal di Menteng beneran, megingat Ibu berdagang SM alias Samurai Jepang," kata Penyidik.
Mae diam.
"Apalagi Ibu Mae istri Pak JK?"
"Iya Pak JK adalah panggilan untuk suami aku," kata Mae.
"Pantas!"
****000****
"Mak, Mak, bangun!" teriak Johnny Koplo membangunkan istrinya yang tertidur di gerobak sampah.
Siang terik itu Maemunah tidur di bawah rerindangan pohon angsana yang sejuk. Enak. Nyaman udara untuk tidur pulas.
Mae dan Johnny Koplo telah menghuni emperan gedung Asrama Mahasiswa yang rusak, kumuh, tak terurus, aset milik Universitas Indonesia sejak puluhan tahun silam. Gedung itu terletak di jalan Otista Jakarta.
"Astaghafirullahal adzim, saya bermimpi John!" kata Maemunah.
"Mimpi apa?"
"Saya kehilangan berlian seharga Rp7,1 triliun," sahut Maemunah.
"Ha ha ha ha ha. Wis edan kowe Mak, harga sekilo botol plastik cuma Rp800 perak, lah duit segitu Mak hebat bener bisa mimpi. Kalau aku nggak bisa mimpi begitu," kata Johnny Koplo sambil terbahak.
Mae pun bangkit dari gerobak. Bersama Johnny Koplo mendorong gerobak mengumpulkan botol-botol bekas kemasan air mineral di sepanjang jalan Otista.
"Nasib tetap sama sebagai pemulung meskipun mimpi bisa memiliki berlian segala," kata Mae lirih.
"Mae, memang benar mimpi adalah realita yang banyak orang tidak paham memaknai. Imajinasi adalah kenyataan. Imajinasi adalah alat untuk membahagiakan jiwa. Rekreasi tanpa membayar," kata Johnny Koplo pada istrinya, Maemunah, mengutip kata-kata dari filsuf.
"Alhamdulillah kita masih sehat ya Pak JK, Bu Mae," teriak Abah Ong.
"Alhamdulillah," sahut Johnny Koplo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H