Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karma Anggota Dewan

7 April 2021   16:07 Diperbarui: 7 April 2021   16:13 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tiga ribu itu bersih, ini aku datang langsung ke apartment Bapak ya, di mana share loc," kataku mengirimkan pesan WA.

"Oh ya, di Kuningan, tiga ribu murah amat, short time, ini kan Ratry yang kemarin layanin Pak Agus?" sahut Pak Anggota Dewan itu.

"Tiga ribu itu tiga juta Boss, benar," jawabku sambil merinding, karena Agus bagi aku adalah malapetaka kehidupan. Agus yang ini adalah anggota dewan Senayan yang semalam memberiku 100 lembar uang pecahan 100 dollar Amerika.

"Uang hasil korupsi, uang setan dimakan iblis," pikirku sambil tersenyum menerima uang dari Agus anggota dewan.

******

Aku sebenarnya cewek dingin. Malas ama lelaki. Di antara temanku bergaul, ada mahasiswa dari PTN di Bogor. Dia beberapa kali mengajak aku pengajian, yang jelas aku tolak. Namanya, Husein Hasni.

Namun, waktu berlalu. Aku luluh. Dia kelihatan intelek dan baik. Juga mengatakan cinta dan menerima aku apa adanya. Sejak enam bulan lalu aku mengikuti pengajian, yang kadang dihadiri oleh Feliks Siau.

Namun, di balik sok alim itu, ternyata Husein Hasni ini otaknya ngeres juga. Setelah kenal aku tiga bulan dia mulai meniduriku, terlebih dia tahu aku pernah jalan dengan Agus anggota Dewan. Dia mengambil kesempatan. Dia punya dalih.

"Dengan negara dalam penguasaan kaum thoghut, maka segala hukum menjadi tidak berlaku, karena bukan hukum Allah SWT. Oleh karena itu kita bisa melakukan apapun dengan hukum darurat, karena pemerintah bukan berdasarkan Islam," papar Husein.

Aku yang merasa berdosa dalam kehidupan serasa mendapatkan jawaban. Selama ini saya merasa ada aib dalam hidup aku. Saya merasa jijik pada diriku. Kini, ada hukum darurat, yang menjadi pintu maaf, pintu ampunan.

"Dalam keadaan darurat, asal kita niatkan dengan jihad, maka segalanya beres, diampuni," jelas Husein.

Enak benar ajaran Husein Hasni ini, pikirku.

Aku mulai berpikir ala Husein Hasni. Karena segalanya boleh dilakukan dalam hukum darurat, maka aku mengajukan permintaan.

"Sayang, aku yakin Bib Husein cinta sama aku," kataku di balkon apartment aku.

"Ya tentu," sahutnya sambil keluar memakai jubah kebesaran ala orang Yahudi, yang ditiru oleh banyak orang Arab.

Aku mulai bercerita pada Husein. Tentang seluruh kehidupan aku. Sampai aku kenal dengan dia. Aku mulai mengarungi duniaku sejak aku usia 13 tahun. Badan bongsorku, salah satu penyebab, yang menghiasi kisah penggalan hidupku. Kelas 5 SD, Pak Agus guru olahragaku, adalah orang pertama yang memberiku kesan. Tentang seorang lelaki.

Pak Agus orang pertama di luar keluargaku yang menyebut aku cantik. Aku tersipu. Usiaku saat itu 10 tahun. Namun akibat aku suka serial Korea dan K-Pop membuat aku mengerti maksud Pak Agus. Cantik bagiku adalah pujian. Terlebih di rumah aku hanya sama Mama. Mama lebih sibuk dengan cucian tetangga, untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.

"Ah bisa aja, Pak Agus, Indah lebih cantik dari diriku," sahutku membandingkan diriku dengan Indah, teman sebangkuku.

Tiga tahun kemudian, kelas dua SMP. Pak Agus menjadi orang pertama yang menodaiku. Meski saat itu aku tak tahu benar tentang penodaan. Aku tak merasakan apa-apa, selain perih di selangkangan.

Kini, kalau ingat peristiwa itu, aku hanya menerawang ke langit-langit, dengan berlinang air mata. Aku justru teringat pesan Mama. Agar aku berhati-hati bergaul. Aku tak paham makna berhati-hati.

Waktu berlalu. Aku lulus SMP. Mama menitipkan aku di tempat Tante di Kota Jakarta -- 1925 km sebelah timur kotaku. Saat ini, aku sekolah di sebuah SMA lab terkenal di bilangan Jakarta Timur. Sekolah yang membuatku begitu bangga. Sekolah elite.

Bayang kenangan tiga tahun sebelumnya tetap ada di pelupuk mata. Bayangan tubuh Pak Agus, atau tepatnya setan Agus, di atas tubuhku begitu menyiksa hariku. Dari lantai 21 apartment di kawasan Menteng, aku memandangi perkampungan.

Lalu-lalang orang di kejauhan, tampak kecil, dari ketinggian. Sekecil nyaliku dalam menatap kehidupan. Karena bayang Setan Agus tetap menghantuiku.

"Bener  bisa bantu aku, Bib Husein?" tanyaku meyakinkan.

"Buat kamu apapun aku lakukan, apalagi dalam keadaan hukum darurat seperti ini sayang," sahutnya.

"Balaskan dendam pada Setan Agus," perintahku.

*****

Beberapa bulan berlalu. Setan Agus tewas tertabrak mobil di Medan. Kecelakaan. Tabrak lari. Kejadian yang aku anggap sebagai karma. Kini aku bebas dan merasa aman dari teror.

*****  

"Aku udah kerjakan perintahmu ya, Sayang," kata Husein Hasni.

"What?"

"Iya aku atur Setan Agus tewas, ditabrak lari," katanya dingin.

"Oh," sahutku sambil memeluknya.

****

Bulan Desember 2020 dia masuk jadi anggota ormas terlarang yang pentolannya kini meringkuk di Mabes Polri. Dan kini dia kabarnya ditahan di Polda Metro Jaya. Aku tak begitu paham. Aku tidak suka politik sama sekali.

****

"Ratry, ya" tanya Anggota Dewan itu menemui aku di lobby Kuningan sambil mengajak aku  naik ke lift lantai 23.

Aku mengikuti dia masuk ke dalam lift. Aku bungkam. Justru aku kini berpikir untuk menciptakan karma bagi penipu rakyat ini. Anggota Dewan.

"Kamu akan menemui karma kamu, cepat atau lambat ya," pikirku sambil membayangkan keadilan seperti yang dialami Setan Agus dan Husein Hasni.

Tinggal dengan kemolekan tubuhku dan kemudaanku aku akan jerat Husen Hasni yang lain. Tinggal menunggu waktu.****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun