Jelang 9 hari pemungutan suara Pilkada DKI, saatnya membuka tabir 10 strategi politik Anies-Sandi untuk mengalahkan Ahok. Di balik strategi itu berdiri para tokoh yang memiliki peran dasar yakni: membela untuk kepentingan politik dan bisnis masing-masing. Bentangan 10 strategi mengalahkan Ahok dirancang secara sistematis, terstruktur, masif dengan pembiayaan dan kucuran dana luar biasa besar. Sembilan strategi tersebut membuka mata betapa permainan politik tingkat tinggi yang tak dipahami masyarakat umum bisa membuat gejolak yang begitu besar dan bahkan mengancam NKRI selain pemerintahan Presiden Jokowi dan JK sendiri.
Mari kita telaah bentangan paparan 10 strategi mengalahkan Ahok dengan hati gembira ria riang ria senang bahagia sambil menertawai kebangkrutan Sandiaga Uno yang ditunggangi Anies Baswedan yang tak keluar modal selain mulut nyinyirnya selepas dipecat oleh Presiden Jokowi karena tidak becus bekerja selamanya senantiasa.
Pertama, menyasar kasus Ahok untuk menurunkan kredibilitas Presiden Jokowi. Kasus Ahok sengaja dibelokkan untuk menjatuhkan reputasi Presiden Jokowi. Maka gerakan awal Rizieq FPI dan FUI serta partai agama PKS adalah untuk mendesak kepada Presiden Jokowi agar menahan Ahok, memecat Ahok, dan bahkan mengancam akan menurunkan Presiden Jokowi. Pasca aksi 411, euphoria yang didukung oleh sentiment anti Ahok oleh FPI dan FUI yang mendompleng kapal tua lapuk MUI yang ingin unjuk gigi, FPI dengan lantangnya menyerukan revolusi ala FPI.
Dalam aksi 212 pun Rizieq FPI sempat menyebutkan tentang hukum Allah dan tentu Al Qur’an yang di atas hukum Negara. Pemahaman Rizieq FPI yang hendak mencampur-adukkan agama dan negara secara salah yang melaun melambat hilang ditelan oleh kasus-kasus Rizieq FPI sendiri.
(Strategi perlawanannya mengendus semua tokoh garis keras dan memetakan kekuatan dan para provokator. Seruan revolusi ala FPI pun gagal total dan justru menghasilkan ditangkapnya para aktor percobaan makar. Selain itu kasus-kasus hukum membungkam Rizieq FPI termasuk sinyalemen dugaan percakapan porno Firza Husein yang dibeberkan oleh Anonymous secara blatant.)
Kedua, menggiring kasus Ahok untuk tujuan politik lebih besar yakni mendelegitimasi pemerintahan Presiden Jokowi dengan aksi-aksi massa demo besar-besaran. Tuntutan itu adalah wajah upaya menggiring isu Ahok yang nantinya scara strategis akan memanfaatkan DPR untuk melengserkan Presiden Jokowi. Strategi ini diwujudkan dalam bentuk upaya makar oleh para tokoh yang sudah dijadikan tersangka makar seperti Bintang Pamungkas, Rachmawati, dll.
Tak hanya itu penghinaan kepada Presiden Jokowi pun dilakuan oleh Ahmad Dhani dan lainnya. Strategi membusukkan Presiden Jokowi ini pun menjadi alat untuk mengidentikkan Ahok sebagai Jokowi dan Jokowi sebagai Ahok. Dua mata strategis untuk membangun sentiment anti Ahok dengan mencibir dan menghina Presiden Jokowi.
(Stretegi ini dipatahkan dengan menangkapi aktor-aktor yang akan melaksanakan niat makar dengan berbagai bukti yang mencengangkan ketika disampaikan di pengadilan nanti. Penundaan dan pembungkaman sementara dilakukan untuk memberikan kesempatan para perusuh (1) semakin muncul, atau (2) mengerem tindakan dan niat.
Namun, ternyata setelah gelombang tersangka makar 1 ditangkapi, Plan B alias rancangan berikutnya, dengan tetap memanfaatkan isu Ahok pasca 19 April 2019 – dengan skenario kalahnya Anies yang tak bisa mereka terima. Al Khathath alias Muhammad Gatot – beserta 3 skondannya berencana melakukan makar dengan cara mengerahkan massa dengan menduduki DPR. Selain itu demo besar-besaran dengan tuntutan bukan terhadap Ahok namun terhadap Presiden Jokowi di 5 kota besar Indonesia. Rancangan yang juga dipatahkan oleh BIN, TNI, Polri dan masyarakat.)
Ketiga, memanfaatkan ambisi JK.  JK yang berambisi jadi Presiden RI pecah kongsi di 2019 dengan Jokowi – menghasilkan JK yang kehilangan motivasi sehingga mendukung Anies yang baru dipecat. Ambisi JK ini sangat masuk akal dan sifat aslinya muncul. Lewat Aksa Mahmud, JK dan koleganya memecah suara Ahok dan memberi dukungan kepada Anies. Dengan kekuatan uang dan jaringannya – untuk kepentingan penekanan politik JK di 2019, yang sebenarnya prematur, maka Aksa Mahmud pun memberikan dukungan ke Anies.
(Namun ambisi JK ini berhasil diredam dan diketahui oleh kekuatan strategi the Operators pendukung Presiden Jokowi. Kelakuan JK mengingatkan kembali ketika JK berhasil menggunduli SBY dan menjadi matahari kembar yang akhirnya SBY membuang JK di periode keduanya. Golkar pun merapatkan barisan untuk menghadapi strategi keluarga JK yang berhasil dikompori dan akhirnya mendukung Anies.)
Keempat, stretegi kampanye memanfaatkan isu SARA. Dasar strategi itu bukan untuk NKRI namun untuk segregasi NKRI dengan pentolannya HTI, FUI dan FPI untuk menyebut yang di permukaan. Isu-isu yang berusaha membelah DKI dengan kata-kata kafir kafir dan kafir atau China menjadi barang jualan yang efektif awalnya menggerus suara Ahok.
Namun, ketika Pilgub I hasilnya Ahok masih menang dengan 42%, maka keterkejutan muncul. Rakyat DKI tidak begitu terpengaruh oleh sikap dan janji yang intinya mengedepankan SARA sebagai jualan. Bahkan masjid pun dipasangi spanduk dan slogan-slogan yang memecah belah umat. Dari upaya mengeluarkan fatwa haram sampai mayat tidak disholati yang jelas melanggar hukum Islam fardhu kifayah untuk menyolatkan muslim dan muslimat yang meninggal.
(Strategi ini dilawan dengan menggandeng GP Anshor dan NU untuk meluruskan sikap anti kemajemukan dan pampanye SARA. GP Anshor membuat satgas untuk menangani dan men-sholatkan jenazah pendukung Ahok yang meninggal.)
Kelima, para pengembang reklamasi diam-diam dan pemodal besar mendukung Anies. Kepentingan politik lainnya melibatkan para pengusaha yang berbalik arah mendukung Anies setelah pentolan koruptor di DPRD DKI dibui – Muhammad Sanusi. Pasalnya pengenaan bayar retribusi bagian Pemda DKI untuk reklamasi pulau yang harus disetor oleh pengusaha sampai 15% membuat pengembang kehilangan potensi keuntungan sampai Rp 122 triliun. Makanya menyuap Muhammad Sanusi dengan modal puluhan miliar masih tidak sebanding dengan kalau menuruti aturan permintaan Ahok retribusi sebesar triliunan rupiah.
(Strategi dukungan pemodal besar untuk kampanye ini dilawan dengan (1) iuran simpatisan Ahok dan pengusaha biasa untuk menyumbang untuk dana kampanye dan (2) jualan merchandise dan (3) penggambaran jelas sikap Anies dan Sandi yang pro pengusaha. Buktinya adalah dukungan si mantan terpidana koruptor Muhammad Taufik dan adiknya si Muhammad Sanusi.)
Keenam, strategi Anies memanfaatkan masjid dan  umat Islam untuk jualan politiknya. Masjid yang sejatinya tempat suci jauh dari hiruk pikuk politik justru dijadikan alat politik. Politik Anies adalah politik hanya berpihak kepada umat Islam garis keras atau pendukungnya seperti FPI. Masyarakat pengguna masjid pun terpecah karena berbagai cara kampanye pemanfaatan masjid adalah penodaan terhadap fungsi masjid.
Anehnya manusia seperti JK sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia tidak berbuat apa-apa karena Aksa Mahmud mendukung pengusaha Anies-Sandi. Sikap JK ini diwaspadai oleh Presiden Jokowi karena kelakuan JK pada saat menjabat wapres-nya SBY mengerjai SBY dengan menjadi matahari kembarnya – hal yang sebenarnya kesalahan SBY juga karena dia lemah.
(Perlawanan yang dilakukan adalah para pentolan parpol dan kader parpol seperti PKB, PPP, Golkar, NasDem, PDIP, Hanura, berjibaku meluruskan bahwa masjid bukanlah tempat yang bisa digunakan untuk memecah belah umat Islam. Pun GP Anshor dan PBNU memberikan pencerahan untuk menghentikan masjid sebagai awal dan tempat tujuan politik.
JK pun menjadi ambigu dalam Pilkada DKI ini. Langkah JK ini menjadi catatan penting bagi Presiden Jokowi – dan diperkirakan JK akan menyeberang menjadi cawapres bagi Prabowo. Testing the water-nya adalah Pilkada DKI. Jika Ahok kalah. maka model kampanye menggunakan masjid akan digelorakan di seluruh Indonesia karena JK adalah Ketua DMI.
Maka bagi JK, kemenangan Ahok adalah akhir perjalanan politiknya dan persiapan JK untuk berpindah haluan membawa gerbong DMI untuk bendera dan kendaraan politiknya di 2019. Pemahaman dan sinyalemen seperti ini menyeruak karena secara blatant istri JK mendukung Anies, demikian pula Aksa Mahmud.)
Ketujuh, mengidentifikasi Anies-Sandi sebagai antithesis santun dari Ahok-Djarot. (Strategi penggambaran santun Anies ini dilawan dengan meyakinkan Anies-Sandi untuk menjadi manusia nyinyir dan tukang pemberi komentar negatif. Penjerumusan ini berhasil dan Anies-Sandi terkenal menjadi pribadi yang keluar aslinya: nyinyir dan hiprokit.
Anies dan Sandi dilaporkan ke polisi dengan berbagai dugaan fitnah dan kasus penipuan tanah kerabat mentor bisnisnya. Hal ini menjadi catatan bahwa di balik sikap santun mereka tersimpan hal yang berlawanan: munafik alias hipokrit terlibat kasus hukum.
Pun publik tahu sikap nyinyir dan negative-approach Anies-Sandi – hasil dari racikan operasi strategi untuk memengaruhi kampanye Anies-Sandi – berhasil membuka tabir seperti apa keahlian mereka. Sikap santun itu untuk menutupi ketidakbecusan Anies yang tidak becus bekerja dan dipecat oleh Presiden Jokowi. Lah Susi Pudjiastuti yang jebolan kelas 2 SMA saja mentereng menjadi Menteri, malah Anies bergelar Ph. D dipecat oleh Presiden Jokowi. Publik Jakarta dan Indonesia Raya tahu Anies tidak becus bekerja dan Cuma ngomong doang: teori doang aksinya nol besar.)
Kedelapan, Anies didukung oleh partai agama PKS dan partai nasionalis PAN dan Gerindra. Kolaborasi ketiga partai itu mengingatkan kembali aliansi partai agama PKS yang memimpin dengan sekali lagi atribut Islam.
Islam dengan kasus Ahoknya sedang digiring untuk dijadikan alat kekuasaan partai agama PKS yang memiliki agenda korup untuk kepentingan sendiri seperti kelakuan Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq yang terjerumus sapi – dan kini ada anggota DPRD PKS yang secara illegal akan menyeberang ke Syria yang diduga untuk bergabung dengan ISIS sehingga dideportasi oleh otoritas Turki.
(Strategi melawan dukungan ketiga partai itu adalah dengan menampakkan muka dan wajah kampanye Anies yang hanya akan menguntungkan bagi partai agama PKS. Partai agama PKS menunggangi jumlah umat terbesar dengan mengatur demo-demo dengan atribut putih-putih sesuai selera partai agama PKS. Pemanfaatan kasus Ahok untuk tujuan politik pun semakin masif dengan mendorong gerakan demonstrasi di mana-mana disadari oleh masyarakat.
Maka akibatnya, demo menentang Ahok di Gedung Kementan menyusut drastis akibat (1) rakyat sadar dan tidak mau dipolitisasi dan dimanfaatkan oleh partai agama PKS, (2) hanya mayoritas orang FPI yang mendatangi demo pengadilan Ahok, lainnya kabur sadar jadi alat kampanye Islam radikal – yang dipetakan oleh aparat keamanan, TNI, Polri dan BIN serta unsur masyarakat pecinta NKRI.
Kesembilan, Anies-Sandi mengidentikkan diri sebagai wakil FPI dan FUI. Di tengah hiruk pikuk (1) rancangan demonstrasi akibat picuan video si kepo kesepian diterlantarkan Buni Yani tentang Ahok dan (2) pasca 411 dan 212 euphoria kemenangan para pendukung FPI dan FUI yang bekerja sama dengan MUI dan komporan SBY lewat Youtube yang berteriak-teriak nggak karuan tentang penegakan hukum, maka Anies segera merapatkan diri menjadi bagian dari FPI – Islam radikal yang tidak menggambarkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dengan merangkul FPI maka sesungguhnya wajah asli Anies yang kebetulan berasal dari Timur Tengah sama dengan Rizieq FPI tampak kelihatan nyata. Aliran politik Islam Anies adalah pro-FPI dan wakil FPI. Jakarta di bawah Anies adalah Jakarta yang dikuasai oleh FPI – karena FPI adalah Anies dan Anies adalah FPI.
(Strategi aliansi Anies dengan FPI dan FUI ini dilawan dengan mengedepankan Jakarta yang sejuk dan Jakarta yang pluralis. Anies jelas ditinggalkan oleh mayoritas warga DKI. Anies dibiarkan sendirian agar memeluk FPI dan FUI – dan menjadi pecundang. Rakyat DKI Jakarta yang mayoritas pendukung Islam rahmatan lilalamin tak akan membiarkan Jakarta jatuh di bawah Gubernur yang pro-FPI yakni Anies.
Pun perlawanan Islam  rahmatan lil alamin melawan FPI dan FUI yang ditunggangi HTI berjalan kencang. Parpol berbasis Islam rahmatan lil alamin PPP dan PKB sepakat mendukung Ahok-Djarot. Selain itu, PB NU dan GP Anshor pun turun tangan untuk meluruskan dan tidak mendukung Anies yang merupakan wakil dari FPI dan FUI. Tentu rakyat Jakarta dan warga NU akan patuh mengikuti arahan dan perlawanan agar Jakarta tidak jatuh ke tangan FPI.)
Kesepuluh, masih dengan ahli pentolan komunikasi media zaman pilpres 2014, komunikasi media dan retorik media digelontorkan secara efektif ke ruang pribadi lewat WA, FB, dll. Dengan strategi manajemen arahan pendek, maka kecepatan reaksi dan aksi atas informasi atau peristiwa politik yang menyangkut kampanye Ahok-Djarot langsung mendapatkan reaksi dari Anies-Sandi – dan ditanggapi nyinyir. Kampanye dengan membeli banyak media online dan non-daring seperti Detik.com – milik Chaerul Tandjung – maka segala bentuk kampanye menjadi sangat cepat dan dinamis.
(Lagi-lagi kampanye yang tidak menggunakan strategi memerhitungkan serangan balik dan penyusupan membuat efektivitas kampanye media daring dan non-daring justru menghantam balik. Ketidak-mampuan mengelola grand-design kampanye membuat kampanye tidak fokus. Apalagi penyusupan ke dalam Timses Anies yang mengatur alur informasi dan tindakan kebijakan kampanye membuat strategi kampanye Anies kedodoran. Apalagi Tim Kampanye Anies ini berisi orang-orang yang dari 2007 lalu sudah bekerja untuk Prabowo. Tim partai agama PKS yang memiliki beberapa ahli kini dijepit di bawah pantauan Anonymous dan tak mampu bergerak.
Dan dalam hal kebenaran memertahankan Islam moderat di Indonesia, Anonymous bekerja membendung radikal Islam dan sepak terjang Rizieq FPI dan membenturkan informasi yang tidak benar disampaikan untuk diolah menjadi serangan balik pada kampanye Anies. Hasilanya Ahok tetap tak tergoyahkan dan Anies dipastikan akan kalah.)
Nah, dengan 10 strategi itu, ternyata timses Ahok dan relawan Ahok mampu masuk dan menyusup dan merusak kebijakan dan strategi timses Anies. Hasilnya (1) FPI menjadi identik dengan Anies dan Anies adalah FPI, (2) rakyat DKI tahu akan menjadi apa Jakarta di bawah kekuasaan FPI, (3) rakyat DKI sadar bahwa Pilkada DKI merupakan alat batu loncatan agenda Islam garis keras FPI untuk mengangkat Jakarta Bersyariah dan sebangsanya termasuk partai agama PKS yang ambisius, maka (4) rakyat DKI dan NU pun bangkit dan memberikan perlawanan kepada FPI dan FUI untuk mengamankan NKRI dari agenda yang akan membahayakan NKRI.
Itulah gambaran 10 strategi untuk mengalahkan Ahok oleh Anies-Sandi. Demikian Ki Sabdopanditoratu dan  the Operators.
Salam bahagia ala saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H